Menuju konten utama
Seri Literasi Digital

Dunia Momfluencer: Ketika Ibu Berbagi Inspirasi di Ruang Digital

Setiap ibu selalu punya pengalaman unik untuk dibagikan kepada ibu lainnya, baik sebagai pelajaran atau kisah inspiratif. Tertarik untuk jadi momfluencer? 

Dunia Momfluencer: Ketika Ibu Berbagi Inspirasi di Ruang Digital
Header diajeng Momfluencer. tirto.id/Quita

tirto.id - Media sosial kian mustahil dipisahkan dari kehidupan kita semua, tak terkecuali kamu yang kini sudah berstatus sebagai ibu.

Selain untuk mengisi waktu luang dan berbagi momen kegiatan sehari-hari, teknologi digital ini juga dapat menjembatanimu dengan ibu-ibu lain yang menjalani perjuangan sama sekaligus dapat menumbuhkan rasa saling memiliki di antara kalian.

Dunia konten digital sekarang mengenal istilah momfluencer—gabungan dari kata mom dan influencer (pemengaruh). Sebutan ini mungkin awalnya mengarah kepada figur publik atau artis, namun kini “ibu-ibu biasa” pun dapat memberikan pengaruh untuk khalayak umum lewat pengalamannya.

Dilansir dari Start Up Parent, Sara Petersen, peneliti dan penulis buku Momfluenced: Inside the Maddening, Picture-Perfect World of Mommy Influencer Culture (2023), mendefinisikan momfluencer sebagai seseorang yang telah memonetisasi kehadiran media sosial mereka dengan menggunakan unsur keibuan sebagai ciri khasnya.

Konten yang dibuat kalangan momfluencer biasanya berisi tentang pengalaman dan saran tentang pengasuhan anak, gaya hidup, sampai rekomendasi produk untuk ibu-ibu atau ibu hamil.

Chelsea Clark, pendiri Momfluence.co, platform untuk membantu brand berkembang dengan cara menghubungkan mereka kepada ibu-ibu yang memiliki pengaruh digital, punya penjelasan menarik tentang popularitas momfluencer.

"Ibu-ibu yang menjadi content creator berkembang sebagai suatu kategori karena banyak perempuan menyukai fleksibilitas dan kemampuan yang mereka miliki untuk tinggal di rumah bersama anak-anak sekaligus menghasilkan pendapatan besar,” terang Clark dikutip dari Campaign Asia.

"Kamu dapat menghasilkan uang yang setara dengan jumlah pengikutmu. Jadi, seseorang dengan 20.000 pengikut dapat menghasilkan 20.000 dolar per tahun," ujar Clark.

Dengan potensi keuntungan sebegitu besar, mungkin kamu jadi bertanya-tanya. Apakah hanya ibu-ibu tertentu yang dapat menjadi momfluencer?

“Semua ibu bisa menjadi influencer atau momfluencer,” tegas Zata Ligouw, CMO PT Naik Daun Digital dan Content Creator.

“Kriteria menjadi momfluencer sesimpel punya pengaruh dan mau berbagi sekecil apapun itu. Mau berbagi resep masakan, posting tip foto untuk UMKM, mengedukasi soal kasus bullying, sampai ngomongin soal susu anak,” terang Zata.

Di balik segala kemudahan untuk memulai aktivitas sebagai momfluencer, dalam perjalanan ini kamu akan berhadapan dengan segudang tantangan. Apalagi yang berhubungan dengan menaikkan jumlah follower—barometer kesuksesan influencer.

Hal ini dialami Nadya Wulan (35), model, content creator, dan momfluencer asal Surabaya.

“Perjuangan untuk menaikkan follower ternyata sulit. Ada cara-cara tertentu yang kadang memang follower suka. Kalau di case-ku, follower-ku banyak yang suka konten-konten yang berhubungan dengan mereka seperti tentang keluarga atau komedi-komedi keluarga,” cerita Wulan.

Upaya untuk memonetisasi konten dan mendapatkan endorsement juga tak mudah. Maka dari itu diperlukan persiapan yang matang, terutama modal.

Bagi Wulan, modal menjadi seorang momfluencer adalah percaya diri, “Meskipun aku nggak pede-pede banget, tapi aku senang untuk sharing dan videoin anak lagi ngapain. Aku suka videoin momen-momen bersama anak-anakku.”

Zata, yang kerap menjadi pembicara tentang strategi pembuatan konten, menjelaskan bahwa kuncinya adalah bergegas memulai.

“Langkah awal yang harus dilakukan bila ingin menjadi seorang momfluencer adalah mulai dengan apapun yang kita punya,” tegas Zata.

“Cuma bisa bikin tutorial resep sederhana, ya bagikan. Cuma punya smartphone biasa? Nggak usah nunggu punya ponsel mahal untuk bikin konten. Bikin saja langsung, cari dan pelajari aplikasi edit foto atau video gratisan.”

“Jangan banyak excuse karena memulai dengan apa yang kita punya justru jadi latihan paling sempurna. Saat seorang momfluencer sudah mulai menghasilkan, ia bisa menyicil membeli perlengkapan yang dibutuhkan sebagai investasi. Contohnya, tripod, mic, lighting sederhana, dan properti lain sesuai kebutuhan,” saran Zata.

Sebagai praktisi Digital (Personal) Branding, Zata juga memiliki sejumlah trik untuk meningkatkan jumlah pengikut di media sosial.

“Cara menaikan follower adalah gabungan dari banyak hal, konten yang bagus dan relate dengan audiens, gambar atau video yang Instagramable yang membuat orang ingin follow kita, dan memberi posting-an edukasi yang membuat orang berpikir bahwa akun kita bermanfaat,” ujar Zata.

Lanjutnya, “Jangan lupa juga untuk melengkapi dengan hal lainnya, seperti pemilihan hashtag yang tepat dan waktu posting yang sesuai dengan audiens. Misalnya, audiens kita adalah ibu-ibu, hindari posting di jam-jam mereka sedang sibuk seperti pagi hari saat repot mempersiapkan anak ke sekolah. Ads atau iklan juga bisa membantu akun kita sampai kepada orang yang tepat sehingga mereka tahu akun kita dan mau follow.”

Terkait jenis konten, Zata menyarankan agar isinya relate dengan target pengikut, “Bila follower kita kebanyakan ibu-ibu, ya buat konten-konten yang relate dengan mereka seperti tip masak, tutorial ngonten buat emak-emak, parenting, atau edukasi.”

Sedangkan Wulan memutuskan untuk membuat konten tentang aktivitas sehari-hari bersama ketiga anak perempuannya yang berusia 7, 9, dan 14 tahun, “Nggak yang berat-berat, hanya keseharianku seperti biasa bersama anak-anak.”

Nah, setelah kamu dapat menentukan jenis kontenmu, tak ada salahnya untuk mulai mengupayakan cara agar akunmu dilirik sponsor untuk endosement.

Menurut Zata, triknya adalah membuat review atau unggahan tentang produk sejenis yang kamu incar. Ketika kamu ingin mendapatkan tawaran endorsement dari brand produk anak-anak, cobalah untuk mengunggah review tentang produk anak sebanyak-banyaknya—merek apa saja. Lakukan secara berkala.

“Contohnya, kita review susu anak kita, review tempat lesnya, dan lainnya. Hal tersebut bisa memberi tahu orang lain atau brand bahwa kita terbuka terhadap endorsement produk,” terang Zata.

Sementara berdasarkan pengalaman Wulan, tawaran endorsement mulai sering menghampirinya setelah ia rutin mengunggah konten-konten seru dan lucu bersama anak-anaknya.

Yup, menjadi momfluencer membutuhkan kesabaran dan konsistensi. Berbekal kegigihan itu semua, endorsement atau sponsor berbayar kelak menantimu.

“Jangan pernah berpikir pengaruhmu terlalu kecil, kontribusimu terlalu sedikit sehingga tidak pantas menjadi momfluencer—karena setiap ibu punya cerita yang berbeda-beda untuk dibagi ke ibu lainnya,” pungkas Zata.

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Glenny Levina

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Glenny Levina
Penulis: Glenny Levina
Editor: Sekar Kinasih