tirto.id - Hujan deras yang mengguyur kawasan Bandara Soekarno—Hatta (Soetta) pada Senin (5/2) menyebabkan tanah longsor dan tembok sepanjang 20 meter di sisi terowongan (underpass) kereta api bandara Jalan Perimeter KM8+6/7 roboh. Insiden itu menurut ahli konstruksi dapat disebabkan beberapa faktor. “Kemungkinan beban desain hujannya itu melampaui beban desain yang disepakati,” kata Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia Drajad Hoedajanto kepada Tirto, Selasa (6/2).
Drajad menjelaskan setiap proyek konstruksi memiliki perencanaan pembangunan yang salah satunya disebut perhitungan beban desain. Beban desain itu misalnya kekuatan kostruksi bangunan menanggung curah hujan. “Misalnya harus diperhitungan terhadap hujan lima tahun atau hujan 10 tahun, kalau kebetulan hujan yang datang 15 tahun atau 10 tahun tentu lebih besar kan. Nah itu bisa terjadi demikian (insiden),” terang Drajad.
Persoalannya, kata Drajad, terkadang perhitungan beban desain yang sudah direncanakan tidak terealisasi dengan baik di lapangan. Misalnya spesifikasi teknik beban desain beton disepakati berkekuatan tekan silinde 35 mega paskal, tapi saat proses pengecoran mendadak hujan sehingga beton yang belum mengeras tercampur air dan membuat perhitungan teknik melenceng.
Selain aspek desain konstruksi, Drajad mengatakan setiap proyek juga memiliki perhitungan kriterian material bangunan yang dibutuhkan. Kriteria itu ditentukan berdasarkan disiplin ilmu yang digunakan oleh masing-masing pemegang proyek. Namun Drajad enggan berspekulasi faktor apa yang menjadi penyebab utamanya insiden di kawasan Bandara Soekarno—Hatta. “Itu yang harus dipelajari,” katanya.
Senior Manajer Humas Daops 1 PT Kereta Api Indonesia (KAI) Edy Kuswoyo mengklaim tak ada persoalan teknis konstruksi dalam insinden tanah longsor dan tembok roboh di kawasan Bandara Soekarno—Hatta. “Disebabkan karena bencana alam karena curah hujan terjadinya longsor,” ujar Edy kepada Tirto.
Edy mengatakan sejak insiden terjadi, PT KAI menghentikan pelayanan kereta api bandara hingga prasarana yang ada selesai diperbaiki. Ia enggan menyebut berapa besar kerugian yang dialamai PT KAI dari insiden ini. “Kami tidak melihat kerugian dan keuntungan,” ujar Edy.
Hingga saat ini PT KAI belum mendapat keterangan resmi dari PT Waskita Karya selaku pemegang proyek. Edy hanya memastikan PT KAI akan memberikan santunan bagi para korban. “Dari kereta api akan berikan santunan dengan besaran yang belum ditentukan,” katanya.
Insiden longsor memang mengakibatkan dua orang karyawan Garuda Maintenance Facility (GMF) Aeroasia terjebak selama lebih dari sembilan jam. Setelah berhasil dievakuasi pada pukul 03.00 WIB dini hari tadi, korban bernama Mukhmainah Syamsudin (24) saat ini tengah menjalani perawatan insentif di rumah sakit. Sementara korban satunya lagi, yakni Dianti Dyah Ayu Cahyani Putri, meninggal dunia setelah diselamatkan Basarnas. Pihak PT Waskita Karya mengatakan masih menyelidiki penyebab terjadinya insiden. “Kalau untuk penyebabnya, kami sedang melakukan investigasi menyeluruh,” kata Corporate Secretary PT Waskita Karya Shastia Hadiarti kepada Tirto melalui pesan singkat pada Selasa (6/2/2018).
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar