tirto.id - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta Nufrianto Aris Munandar diberi sanksi pemberhentian tetap oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Rabu, 10 April 2019.
Sanksi itu diputuskan dalam sidang agenda pembacaan 18 Putusan di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu (10/4/2019). Menurut DKPP, tindakan Nufrianto merupakan perbuatan yang tidak dapat dibenarkan menurut hukum maupun etika.
“Tindakan teradu sangat merendahkan martabat kemanusiaan perempuan yang sepatutnya dilindungi dari tindakan kekerasan, baik fisik maupun mental, yang sangat merendahkan kehormatan dan martabat penyelenggara pemilu,” tulis DKPP di laman resminya.
Nufrianto dinyatakan terbukti melanggar Pasal 6 ayat (3) huruf c dan huruf f juncto Pasal 12 huruf a dan b, juncto Pasal 15 huruf a dan d Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
DKPP memerintahkan KPU untuk memberhentikan Nufrianto paling lama 7 hari sejak putusan dibacakan. DKPP memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaan putusan.
Ketua KPU Provinsi DIY Hamdan Kurniawan mengatakan peristiwa pelecehan seksual yang dilakukan Nufrianto terjadi sekitar April 2018. Kejadian diketahui KPU DIY lewat surat dari KPU Kota Yogyakarta pada Januari 2019 dan diadukan ke DKPP pada Februari 2019.
“Ada surat dari teman-teman KPU Kota [Yogyakarta], kemudian kami klarifikasi dengan mengundang semua pihak terkait, sampai pada keputusan pleno untuk mengadukan yang bersangkutan ke DKPP. Ada dugaan pelanggaran kode etik," kata Hamdan di KPU DIY, pada Kamis (11/4/2019).
Menurut Hamdan, dugaan pelanggaran kode etik tersebut termasuk dalam kategori perbuatan asusila, berdasarkan klarifikasi pada beberapa pihak, dan terjadi lebih dari sekali.
Dalam putusan DKPP tertulis Nufrianto Aris Munandar melakukan pelecehan seksual terhadap EP, panitia Pemilu, sekitar April/Mei 2018.
Mulanya EP menumpang mobil Nufrianto setelah selesai kegiatan Bimbingan Teknis Panitia Pendaftaran Pemilih. Dalam perjalanan, Nufrianto memaksa mencium EP berkali-kali.
Pada kesempatan lain, Nufrianto melakukan "tindakan asusila": memaksa melepaskan celana korban sementara korban berusaha menolak hingga ikat pinggang putus dan kancing baju lepas.
Nufrianto mengunggah foto korban tanpa kerudung yang terdapat ciuman berbekas di leher korban melalui akun Facebook dan Line Nufrianto.
Nufrianto dianggap beberapa kali mengirim foto dan video tidak senonoh melalui WhatsApp dan sering mengajak korban untuk melakukan hubungan seksual.
Kronologi Kasus Berdasarkan Putusan DKPP
Dalam sidang DKPP, Nufrianto Aris Munandar mengakui dan membenarkan perbuatannya terhadap EP, panitia Pemilu.
Nufrianto berkata, setelah selesai mengikuti pelatihan teknis Pemilu, sekitar April/Mei 2018 pukul 22.00, EP menumpang mobil Nufrianto untuk diantarkan pulang.
Di mobil itu Nufrianto berusaha mencium EP berkali-kali.
Setelah itu, Nufrianto dan EP tetap menjalin komunikasi. Beberapa kali mereka sempat bertemu untuk bekerja bersama tim, menurut pengakuan Nufrianto.
Nufrianto mengakui satu kali memaksa membuka celana korban untuk berhubungan seksual hingga ikat pinggang korban putus dan kancing baju lepas. Namun, ia menghentikan perbuatannya karena EP berusaha melarikan diri dari mobil.
Menurut Nufrianto, setelah peristiwa itu, ia minta maaf dan EP memaafkannya. Ia mengakui telah mengunggah foto EP dengan bekas ciuman di leher dan tanpa kerudung di Facebook dan Line.
Nufrianto melakukan hal itu karena "jengkel". Sebab, EP memblokir dan memutus komunikasi dengan Nufrianto setelah peristiwa pemaksaan seksual tersebut.
Nufrianto membenarkan mengirimkan video dia yang tidak senonoh kepada EP.
Atas perbuatan tersebut, DKPP menilai Nufrianto menggunakan dan memanfaatkan kesempatan atas relasi kuasa sebagai atasan untuk memperdaya EP dalam memenuhi hasrat seksual.
Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan membenarkan peristiwa yang menimpa EP tapi ia enggan menjelaskan kronologi lebih detail sebab bisa mengganggu kondisi psikologis EP.
"Saya tidak terlalu jauh memahami sebab saya eman kalau berita ini ke mana-mana kemudian diberitakan," kata Hamdan.
Hamdan mengatakan, Nufrianto merupakan pria beristri dan punya anak. Ia membantah peristiwa ini terjadi karena kondisi KPU DIY yang tidak kondusif dan tidak aman untuk perempuan.
"Menurut saya kok tidak. Ini soal pribadi [anggota KPU DIY] yang tidak bisa mengendalikan diri,” kata Hamdan.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Abdul Aziz