tirto.id - Kedua pemimpin negara ekonomi terbesar di dunia, Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump bertemu untuk pertama kali di resor Mar-a-Lago, Florida, AS, Kamis (6/4/2017) dan Jumat (7/4/2017) waktu setempat, untuk membahas hubungan perdagangan dan isu Korea Utara.
"Kami tidak melihat perdagangan Cina-AS sebagaimana perspektif 'zero sum game' yang berarti AS akan meraih keuntungan dari kompromistis Cina. Kami meyakini bahwa jalan terbaik menyelesaikan perselisihan adalah membuat kue yang lebih besar. Artinya, meningkatkan kerjasama, sehingga kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan besar dari peningkatan kerja sama itu," kata Diao Daming, peneliti pada Lembaga Studi Amerika di Chinese Academy of Social Sciences, seperti dikutip Harian Global Times, Jumat (7/4/2017) waktu Beijing.
Pihak Gedung Putih menekankan bahwa perekonomian dan perdagangan menjadi topik utama pertemuan Xi-Trump.
"Cina-AS secara bersama-sama mewakili 40 persen perekonomian global dan sebagai negara ekonomi terbesar di dunia, tidak ada konsekuensi lebih besar. Memang ekonomi kami telah meningkatkan interdependensi pada sektor perdagangan dan investasi, namun tidak ada isu-isu perdagangan dan investasi yang penting untuk didiskusikan dalam pertemuan tersebut," kata pejabat senior AS Kenneth Juster.
Sementara itu, para pengusaha di Cina melihat rencana ambisius Trump yang hendak membangun kembali infrastruktur AS sebagai kesempatan yang besar.
Trump mengusulkan dana 1 triliun dolar AS kepada Kongres untuk pembangunan infrastruktur, dan hal itu akan menjadi mesin pasar, demikian Sany Group, perusahaan multinasional di Cina.
Demikian pula dengan para pengusaha di AS. Para pejabat senior di Pemerintahan Trump sangat familiar dengan masalah-masalah yang dihadapi sejumlah pengusaha AS di Cina, demikian pernyataan Ketua Kadin AS di Cina William Zarit.
"Dibandingkan dengan pertemuan pemimpin Cina dan AS pada masa sebelumnya, pertemuan saat ini menjadi salah satu hal yang menarik perhatian dunia internasional," kata Diao menambahkan.
Sebagai negara ekonomi terbesar kedua di dunia, Cina terus mendorong perdagangan bebas dan memperjuangkan isu perubahan iklim, sedangkan AS sejak Trump menjabat Presiden justru kembali pada kekuatan besar yang tidak bisa menentukan perekonomian global, demikian paparan Diao.
Selain Cina-AS, isu di Jepang, Australia, Korea Utara, Korea Selatan, negara-negara Uni Eropa seperti Jerman, dan anggota ASEAN termasuk mengenai sengketa wilayah Laut China Selatan akan menjadi fokus pembahasan dalam pertemuan Xi-Trump.
"Bagaimana sengketa itu akan diselesaikan melalui kerja sama sebagai prioritas utama kemitraan Cina-AS. Kedua belah pihak akan berupaya menempuh jalan terbaik demi terjaga kepentingan bersama," kata Dekan Fakultas Studi Internasional di Peking University Jia Qingguo.
Pertemuan bersejarah Xi-Trump dalam beberapa hari terakhir menghiasi halaman utama koran di Cina, baik yang berbahasa Inggris maupun Mandarin.
Demikian pula dengan laman-laman portal berita, termasuk media televisi yang tidak mau ketinggalan momen tersebut.
Sebelumnya, sejumlah media di Cina menyoroti tempat pertemuan tersebut yang tidak digelar di Gedung Putih sebagaimana lazimnya Presiden AS menerima tamu penting dalam kunjungan resmi kenegaraan.
"Presiden Trump telah mengumumkan bahwa Mar-a-Lago sebagai 'Gedung Putih' pada musim dingin beberapa saat setelah dilantik sebagai Presiden. Kami menghormati keputusan AS yang menentukan tempat pertemuan tersebut," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, menjawab pertanyaan wartawan dalam "press briefing" harian di Beijing, Rabu (5/4/2017).
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri