Menuju konten utama

DPRD DKI Tolak Ajuan Anggaran PDAM Jaya Sebesar Rp 1,2 Triliun

DPRD DKI Jakarta menolak usulan anggaran RP 1,2 triliun untuk PDAM Jaya. Alasannya karena pembiayaan itu harusnya ditanggung bersama PAM Jaya dan Aetra Air jakarta.

DPRD DKI Tolak Ajuan Anggaran PDAM Jaya Sebesar Rp 1,2 Triliun
Seorang pekerja lepas memeriksa peralatan mesin penyuling air pembangunan proyek air minum yang terlantar di halaman belakang PDAM Dumai Bersemai di kota Dumai, Dumai, Riau, Selasa (10/1/2018). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid

tirto.id - Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta mencoret usulan anggaran senilai Rp. 1,2 triliun untuk beberapa keperluan kinerja PDAM Jaya. Usulan itu masuk dalam rancangan APBDP 2018 yang sudah diketok pada Rabu (19/9/18) siang.

Direktur Utama PDAM Jaya Prayitno Bambang Hernowo mengatakan pencoretan itu membuat percepatan kinerja tidak bisa berjalan dengan baik.

"Ya, percepatan jadi tidak bisa kita lakukan. Tapi nanti kita ada pertemuan dengan PT Palyja dan PT Aetra, kita ada pertemuan cukup rutin untuk membahas kinerja, nanti biar sekalian aja bahas masalah ini," kata Prayitno kepada Tirto, Rabu (19/9/18) siang.

Saat sidang pengetokan palu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik menyarankan PDAM bertemu PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), PT Aetra Air Jakarta, dan anggota DPRD DKI Jakarta untuk membahas penyebab anggaran ditolak.

Prayitno menjelaskan detail kebutuhan dari usulan anggaran Rp 1,2 triliun tersebut.

"1,2 triliun itu dari beberapa instalasi pembuatan spam itu 650 miliar rupiah, sambungan lainnya 150 miliar, relokasi akibat proyek-proyek BUMD lainnya itu 116 miliar, reinforcement itu 275 miliar. Tadi anggota Dewan maunya akan ada pertemuan bersama, nanti kita tanya untuk dikoordinasikan," katanya.

Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi D fraksi Nasdem Bestari Barus paling keras menolak pengajuan anggaran tersebut. Ia menilai kegiatan-kegiatan yang membutuhkan uang dari usulan anggaran tersebut seharusnya dilakukan oleh dua investor perusahaan swasta, yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta, bukan Pemerintah.

"Kan, PDAM itu ada perjanjian dengan Palyja dan Aetra, dua perusahaan swasta. Dalam perjanjian itu, yang namanya urusan instalasi dan sebagainya, itu urusan investor. Kenapa, kok, tinggal tujuh tahun kontrak tiba-tiba tidak ada mau menambah pekerjaan sesuai kontrak? Ada apa? Kenapa pemerintah mesti keluar uang lagi? Kalau memang sudah tidak sanggup lagi ya dihentikan kontraknya," kata Bestari kepada Tirto, Rabu (19/9/18) siang.

Bestari mengatakan DPRD DKI Jakarta memiliki dua langkah yang bisa diambil terkait permasalahan ini, pertama dengan mengakuisisi pengelolaan air secara keseluruhan.

"Ya bisa juga diakuisisi. Sedang dicarikan payung hukum dan perhitungannya, apa yang buat kita sah mengakuisisi tanpa terkena dampak hukum di arbitrase internasional," katanya.

Langkah kedua dengan membentuk panitia khusus untuk menyelesaikan masalah ini.

"Biasanya perusahaan-perusahaan kapitalis itu akan menuntut besar. Sekarang apa? Mending sekarang kita bikin panitia khusus buat neken, kalau perlu mereka yang kita laporkan ke arbitrase internasional. Itu paling rasional. Ada tidak temuan-temuan yang tidak dilaksanakan. Apa yang belum, apa yang sudah. Kalian cuma di sini, cuma seperti monyet. Mau makan doang, beraknya entah dimana-mana," katanya.

Baca juga artikel terkait APBD DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Mawa Kresna