tirto.id - Pemerintah diminta untuk berdialog dengan DPR RI untuk mencari jalan keluar dalam menyikapi persoalan kontrak karya perusahaan pertambangan PT Freeport Indonesia karena hal tersebut menyangkut kepentingan nasional.
Hal tersebut disampaikan oleh anggota Komisi VII DPR RI Harry Purnomo dalam diskusi "Dialektika Demokrasi: Kebijakan Pemerintah dan PT Freeport" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (23/2/2017).
"DPR mendukung sikap Pemerintah dengan semangat menegakkan undang-undang dan membela kepentingan nasional," kata Harry Purnomo.
Harry juga meminta kepada masyarakat dan seluruh bangsa Indonesia untuk tidak terus-menerus berpolemik terkait soal benar dan salahnya penyikapan terhadap kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Ia menjelaskan, berdasarkan amanah undang-undang Minerba, perusahaan pertambangan PT Freeport memang wajib membangun pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter di Gresik Jawa Timur dan di Papua.
Pemerintah Indonesia menargetkan pembangunan Smelter di Gresik, Jawa Timur, selesai tahun 2017 dan di Papua selesai tahun 2020, tapi sampai saat ini Freeport belum juga membangun smelter.
"Penolakan Freeport membangun smelter, dapat berdampak pada perusahan pertambangan yang lainnya,” ungkap Harry.
Politisi Partai Gerindra ini juga mengingatkan agar Pemerintah tidak terlalu percaya diri dengan menyatakan siap menghadapi arbitrase internasional. Pasalnya, jika Pemerintah Indonesia kalah, maka akan berdampak lebih buruk pada PT Freeport.
Kegiatan produksi konsentrat (emas, perak, dan tembaga) oleh PT Freeport Indonesia kini sedang memasuki babak baru ketika Pemerintah Indonesia menyodorkan Izin Usaha Penambangan Khusus (IUPK) sebagai pengganti kontrak karya.
IUPK tersebut memposisikan pemerintah sebagai pemberi izin jadi lebih kuat daripada korporasi sebagai pemegang izin sekaligus mewajibkan pemegang izin untuk mendivestasi 51 persen sahamnya kepada pemerintah.
PT Freeport kembali bisa mengekspor konsentrat tembaga sebesar 1.113.105 metrik ton setelah pemerintah meneken Surat Persetujuan Nomor 352/30/DJB/2017 kepada PT Freeport tertanggal 17 Februari 2017.
Freeport McMoRan Inc, induk perusahaan PT Freeport Indonesia (PTFI), menilai pemerintah Indonesia telah memutuskan Kontrak Karya (KK) yang ditandatangani pada 1991 secara sepihak dengan mengubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
PT Freeport Indonesia telah mengirimkan surat kepada pemerintah yang memberikan waktu 120 hari untuk melakukan perundingan terkait status Freeport. Apabila masih belum ada titik terang, PT Freeport akan membawa perkara ini ke arbitrase mahkamah internasional.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto