tirto.id - Neraca minyak dan gas bumi (migas) menjadi salah satu pembahasan dalam rapat kerja Kementerian ESDM dan DPR hari ini, Kamis (6/9/2018). Namun, pembahasan berjalan alot dan tidak membuahkan hasil kesepakatan (deadlock).
Pembahasan mulai berjalan alot saat Menteri ESDM, Ignasius Jonan menyebutkan neraca sektor migas pada triwulan II/2018 sebesar 0,25 miliar dolar AS. Angka ini diperoleh dari hitungan penerimaan negara sebesar 3,57 miliar dolar AS ditambah ekspor (non government/GOI) 2,97 miliar dolar AS dikurangi impor 6,29 miliar dolar AS.
Dari data Kementerian ESDM, perolehan neraca sektor migas pada triwulan II/2018 lebih baik dari triwulan I/2018 yang memperoleh minus (defisit) sebesar 0,53 miliar dolar AS.
Rumus perhitungan tersebut lantas ditentang oleh hampir semua anggota DPR. "Enggak logis masa penerimaan negara plus ekspor dibandingkan dengan (minus) impor. Enggak logis," ujar Anggota Komisi VII Fraksi Gerindra, Ramson Siagian di Kompleks DPR Jakarta pada Kamis (6/9/2018).
Apabila melihat perhitungan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca selalu dihitung dengan mengurangi jumlah ekspor dengan impor.
"Karena sederhana aja (neraca migas) impor crude (minyak mentah) dan impor BBM berapa banyak, ekspor berapa banyak. Itu yang kita minta (data) ke Pertamina dari situ ketahuan berapa defisit migas dalam negeri," ujar Ramson.
Kemudian, ia juga melihat asumsi lifting minyak dalam APBN 2018 sebesar 800 ribu barel per hari dengan asumsi konsumsi BBM sebesar 1,6 juta barel per hari. Otomatis, kata dia, akan terjadi defisit dan mempengaruhi posisi pelemahan rupiah terhadap dolar AS.
"Untuk mengimpor 1,6 juta Kl termasuk crude dan BBM jauh lebih besar dari pada hasil dari ekspor crude kita, jadi devisa yang masuk Indonesia jauh (lebih kecil) dari pada devisa yang keluar. Ini kan menganggu transaksi berjalan, juga ini mempengaruhi posisi rupiah," ujar Ramson.
Sehingga, ia menilai bahwa rumusan yang dipakai oleh Kementerian ESDM adalah pencitraan untuk menunjukkan neraca migas aman dari defisit dan tidak menjadi faktor utama dalam pelemahan rupiah terhadap dolar AS.
"Ya pencitraan ini karena yang dibuka data ini," ujar Ramson.
Mayoritas anggota DPR meminta Kementerian ESDM untuk menghapus data rumusan tersebut. Kendati demikian, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengaku tak akan menghapus rumusan tersebut. "Saya tidak akan mencabut (rumusan datanya)," ujar Jonan lantang.
Serentak, anggota DPR menyatakan bahwa rapat kerja kali ini berakhir dengan deadlock. "Kalau begitu rapat ini deadlock dan dilanjutkan hari Senin jam 15.00. Kalau dia enggak mau cabut enggak usah dia ngotot," ujar Ramson.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto