Menuju konten utama

DPR: Kenaikan Cukai Perlu untuk Turunkan Jumlah Perokok Anak

DPR menilai perlu adanya pembatasan peredaran rokok, salah satunya melalui mekanisme kenaikan cukai.

DPR: Kenaikan Cukai Perlu untuk Turunkan Jumlah Perokok Anak
Ilustrasi - Seorang pedagang menunjukkan pita cukai rokok di Pasar Pahing, Kediri, Jawa Timur. FOTO ANTARA/Arief Priyono/ss/pd/pri.

tirto.id - Anggota Komisi IX DPR, Suir Syam menilai perlu adanya pembatasan peredaran rokok, salah satunya melalui mekanisme kenaikan cukai. Dia menuturkan harga rokok saat ini masih bisa dibeli anak usia sekolah yang kini marak menjadi perokok pemula.

"Kenyataannya di lapangan demikian, di mana anak-anak dan remaja sekarang sudah banyak yang merokok. Rokok ini sumber penyakit. Kita lihat dari hasil evaluasi bahwa biaya berobat [penyakit] karena rokok ini jauh lebih besar daripada cukai rokok," katanya di Jakarta, Selasa (23/8/2022).

Dia pun meminta kepada pemerintah segera mengambil kebijakan sehingga jumlah perokok bisa jauh menurun. Salah satunya dengan meningkatkan harga rokok dengan cukai rokok yang mungkin bisa di atas 50 persen

"Saya yakin anak-anak enggak akan bisa membeli [rokok]. Sekarang rokok kita murah jadi anak-anak sekolah pun bisa membelinya," ungkapnya politisi Partai Gerindra itu.

Sementara itu, Ketua Umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Hasbullah Thabrany mendorong agar anggota dewan dapat mendesak pemerintah untuk menaikan cukai rokok. Selain itu, dia juga meminta agar dana cukai bisa mensubstitusi tani tembakau dan cengkeh serta mendidik alih profesi pekerja rokok. Lalu Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) tersebut juga berharap para legislator dapat mengawal penggunaan dana pajak rokok daerah di dapil masing-masing.

"Kami juga berharap bapak-ibu sekalian ketika kunjungan ke dapil masing-masing daerah agar ikut memantau agar dana pajak rokok daerah, ada anggaran sekitar Rp19-20 triliun sekarang ini pada 2022 dibagi rata ke seluruh pemda yang minimal 50 persen untuk kesehatan," kata Hasbullah.

Dia menilai pembagian tersebut penting supaya mereka bisa menggunakan dana tersebut untuk penguatan kawasan tanpa rokok serta melindungi anak-anak di dapil masing-masing. Terutama agar tidak menjadi pecandu rokok.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah memberi kode akan menaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok di 2023. Sinyal kenaikan itu semakin diperkuat dari target pendapatan cukai dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 dipatok lebih tinggi dari tahun ini.

Pada 2023, target penerimaan cukai diasumsikan negara sebesar Rp245,45 triliun atau tumbuh 9,5 persen dari outlook penerimaan tahun ini yang sebesar Rp224,2 triliun. Secara tren, target cukai sejak periode 2018 - 2019 memang selalu mengalami kenaikan.

Misalnya, pada 2018 target cukai ditetapkan saat itu sebesar Rp159,6 triliun. Kemudian pada 2019 naik atau tumbuh 8,0 persen menjadi Rp172,4 triliun. Kenaikan terus terjadi pada 2020, 2019, dan 2022 yang masing-masing saat itu mencapai Rp176,3 triliun, Rp195,5 triliun, dan 224,2 triliun.

Mengutip Buku Nota Keuangan RAPBN 2023, salah satu optimalisasi penerimaan cukai tahun depan akan dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi cukai. Hal itu dilakukan dalam rangka mendukung implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Intensifikasi cukai dilakukan dengan cara menyesuaikan tarif cukai hasil tembakau atau rokok dengan memperhatikan tiga variabel. Pertama tingkat pertumbuhan ekonomi, kedua laju inflasi, dan ketiga faktor pengendalian konsumsi.

"Dilihat dari variabelnya itu. Kita lihat nanti [kenaikannya] Aku tidak boleh mendahului," kata Direktur Komunikasi dan Hubungan Pengguna Jasa DJBC Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto, dalam kegiatan Press Tour 2022 di Bandung, Jawa Barat.

Baca juga artikel terkait CUKAI ROKOK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin