tirto.id - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan DPR periode 2014-2019 menghasilkan 91 produk undang-undang. Hal tersebut disampaikan Bamsoet (sapaan Bambang Soesatyo) dalam pidatonya saat rapat paripurna terakhir DPR periode 2014-2019 di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (30/9/2019).
"Sampai tanggal 29 September 2019, DPR telah menyelesaikan 91 RUU yang terdiri atas 36 RUU dari daftar Prolegnas 2015-2019 dan 55 RUU Kumulatif Terbuka," kata Bamsoet di ruang rapat paripurna DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (30/9/2019).
Bamsoet tidak menjabarkan 91 undang-undang yang sudah disahkan. Ia hanya menyebutkan undang-undang yang berhasil disahkan pada massa sidang I Tahun Sidang 2019-2020 yang berlangsung singkat selama 32 hari kerja.
Dalam kurun waktu itu, politikus Golkar ini mengklaim telah berhasil mengesahkan 12 rancangan undang-undang menjadi undang, meski banyak di antaranya sangat kontroversial berdasarkan isi pasal-pasalnya.
Ke-12 RUU itu yakni RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018, RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Kemudian, RUU tentang Pekerja Sosial, RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. RUU tentang Sumber Daya Air, RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, RUU tentang Ekonomi Kreatif, RUU tentang Pesantren, RUU tentang Perkoperasian, dan RUU tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.
Bamsoet juga menyebutkan deretan RUU Kumulatif Terbuka di antaranya pengesahan perjanjian internasional tertentu, akibat putusan Mahkamah Konstitusi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan penetapan atau pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang.
"Itulah hasil kerja keras kami di DPR secara maksimal," jelas Bamsoet.
Politikus Partai Golkar itu sadar masih ada beberapa RUU yang belum berhasil disahkan dan masih belum selesai pembahasannya, di antaranya RUU tentang Pertanahan, RUU tentang Daerah Kepulauan, RUU tentang Kewirausahaan Nasional, RUU tentang Desain Industri, RUU tentang Bea Materi, RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual,
Kemudian RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol, RUU tentang Pertembakauan, dan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan. Selain itu, setidaknya 5 undang-undang harus dilanjutkan di periode selanjutnya atau di-carry over seperti RUU RKUHP, RUU Minerba dan RUU Perkoperasian.
"Dewan berharap sejumlah RUU yang tidak dapat diselesaikan tersebut dapat dibahas pada masa keanggotaan DPR periode mendatang, mengingat carry over legislasi sudah ada landasan hukumnya," ungkapnya.
Landasan hukum yang dimaksud Bamsoet adalah UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baru saja direvisi. Hasil revisi UU tersebut mengatur bahwa RUU yang sudah terdapat Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) namun belum selesai pembahasannya bisa dilanjutkan atau carry over ke DPR periode berikutnya.
Politikus Partai Golkar ini juga mengakui alasan belum maksimalnya DPR periode 2014-2019 dalam menghasilkan undang-undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas). Waktu yang kurang dan sering deadlock antara DPR dan pemerintah menjadi alasan Bamsoet tak selesainya RUU yang masuk dalam prolegnas.
"Namun demikian, perbaikan terus kami lakukan, baik berkaitan dengan proses legislasi, struktur, maupun mekanismenya," kata Bambang.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Andrian Pratama Taher