Menuju konten utama

Donald Trump, Sang Presiden Republik Twitter

Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 2016 masih menyeret sederet kontroversi. Publik kini tidak hanya mengira-ngira postur kabinet Trump atau kebijakannya, tapi mereka juga menantikan cacian khas Trump di media sosial.

Donald Trump, Sang Presiden Republik Twitter
Akun Twitter Donald Trump. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Donald Trump masih menjadi sosok yang sama di Twitter. Ia tetap lugas, ganas, bahkan terkesan tidak tahu etiket. Keberhasilannya terpilih menjadi presiden Amerika Serikat tampaknya tidak serta-merta mengubah gaya komunikasinya di media sosial.

Yang terbaru, Trump kembali mengobarkan peperangan terhadap salah satu media ternama di AS: New York Times. Trump melancarkan serangkaian cuitan untuk menyerang New York Times yang sebelumnya memberitakan Trump atas dugaan penggelapan pajak selama 18 tahun terakhir. Selain itu, New York Times juga menjadi salah satu media yang mendukung pesaing Trump, Hillary Clinton.

Kemurkaan Trump atas New York Times muncul setelah media ini dianggap membesar-besarkan konflik di kubu Partai Republik saat penyusunan kabinet. New York Times melaporkan bahwa orang-orang di kubu Trump saling berebutan posisi di dalam kabinetnya yang tengah dibentuk.

Selain itu, Trump kesal setelah media ini memberitakan bagaimana perdana menteri Inggris, Theresa May, harus menunggu 24 jam sebelum bisa memberi selamat kepada Trump lewat telepon.

“Berita tentang transisi pemerintahan dari @nytimes sangat mengada-ada dan salah besar. Semuanya berjalan lancar. Saya juga sudah bicara dengan beberapa pemimpin negara,” cuit akun @realDonaldTrump.

“Saya telah menerima dan menelepon banyak pemimpin dunia, tidak seperti yang diberitakan @nytimes. Rusia, Cina, Saudi Arabia, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan banyak lagi. Saya selalu terbuka. @nytimes cuma kecewa karena mereka terlihat konyol saat meliputku,” imbuhnya.

Sejak kemenangannya dipastikan pada 9 November 2016, sang presiden terpilih telah menelurkan 23 cuitan. Akun @nytimes adalah akun yang pertama kali disebut dan setelahnya masih disebut-sebut melebihi akun manapun. Seluruh cuitan Trump kepada @nytimes bernada negatif, termasuk sindiran kepada @nytimes yang dianggap Trump selalu meremehkan dirinya selama kampanye.

Komunikasi ala Trump

Mantan juru bicara House of Representatives AS, Newt Gingrich, berpendapat bahwa gaya komunikasi Trump cenderung seperti CEO sebuah perusahaan dibandingkan politikus atau birokrat. Hal inilah yang harus diantisipasi oleh media-media AS di sepanjang masa jabatan Trump nanti.

“[Gaya komunikasi] ini mungkin membingungkan bagi jurnalis politik tradisional karena mereka terbiasa dengan etika-etika tradisional, tetapi anda tidak bisa menempatkan standar ini kepada Turmp,” ujarnya seperti dikutip Fox News.

Pandangan “komunikasi ala CEO” Gingrich ini didasarkan oleh gaya Trump saat memilih anggota kabinetnya beberapa hari terakhir ini. Ia memilih untuk bertemu dengan para calon anggota kabinetnya di Trump Tower—kantor dan markas besar kerajaan bisnisnya. Selain itu, Trump juga menyempatkan diri untuk berbagi kepada netizen terkait proses ini.

“Sungguh sebuah pemilihan yang terorganisasi dengan baik. Hanya saya yang tahu siapa saja para finalis yang masuk ke dalamnya,” cuit Trump pada 15 November 2016.

Lewat penyebutan kata “finalis” itu, disadari atau tidak, Trump telah mengibaratkan pemilihan kabinetnya seperti putaran akhir program televisi “The Apprentice” yang disponsorinya. Dalam program tersebut, Trump berperan sebagai seorang CEO yang tengah menyeleksi calon pekerjanya. Ia bisa dengan entengnya berteriak “Anda dipecat!” kepada peserta yang kinerjanya tidak memuaskan.

Trump juga merupakan tipe orang yang tidak menyukai protokoler yang berlebihan. Ia belum pernah menggelar konferensi pers resmi selaku presiden terpilih. Konferensi pers adalah sebuah kebiasaan yang selalu dilakukan presiden terpilih AS. Sebagai perbandingan, Obama menggelar konferensi persnya hanya tiga hari setelah terpilih pada 2008 lalu.

Alih-alih menggelar konferensi pers, Trump justru memprioritaskan berbagai wawancara di stasiun TV pada jam prime time, bersafari menemui pendukungnya, serta, tentu saja, mencuit di Twitter.

Sikap seenak perut ala Trump juga tampak saat ia tak segan-segan mencuit pemimpin negara mana saja yang telah meneleponnya. Tindakan ini dilakukan Trump untuk menjawab tulisan New York Times yang menyebutnya sembrono karena menerima ucapan selamat tanpa mengikuti arahan dari departemen luar negeri.

“Tentu saja wajar saat Trump mengumumkan para pemimpin negara yang menyelamatinya. Tapi, menyebutkannya secara terang-terangan di Twitter untuk menyangkal pemberitaan sebuah media? Kapan Presiden Trump paham artinya sebuah rahasia,” cuit mantan penulis pidato George W. Bush, David Frum, seperti dikutip The Guardian.

infografik peta dunia ala donald trump

Dibenci media massa, beralih ke media sosial

Trump adalah sosok yang cenderung tidak simpatik terhadap media. Sejak mengumumkan niatnya untuk maju sebagai presiden AS, media seakan kompak mencemooh Trump. Cemoohan itu bahkan terus berlanjut setelah Trump terpilih sebagai presiden AS. Liputan New York Times tentang kacaunya penyusunan kabinet Trump adalah salah satunya.

Kebencian Trump akan media langsung diumbar hanya dua hari setelah pemilu AS berakhir. Pada 10 November 2016, ia mengeluarkan cuitan yang menuduh media berada di balik berbagai protes atas hasil pemilu yang memenangkannya.

“Amerika baru saja menjalani pemilihan presiden yang terbuka dan sukses. Sekarang, para tukang protes profesional langsung turun ke jalan atas hasutan media. Ini sangat tidak adil!,” tandasnya.

Kolumnis The Guardian, David Smith, bahkan menyebut Trump tengah menggelar “one-man war” terhadap media sepanjang kampanyenya. Trump berkali-kali melarang beberapa media mengikuti kampanyenya serta meminta pendukungnya meneriaki bahkan mengintimidasi wartawan yang meliput.

Kebencian Trump pada media massa membuatnya beralih ke media sosial. Ia menjadikan akun Twitternya sebagai etalase tempatnya memajang diri sekaligus kegiatan-kegiatannya. Tak lupa, Twitter juga menjadi saluran tempat Trump memacak serangan kepada lawan-lawan politiknya.

Situs Politico memberitakan, salah satu langkah pertama yang dilakukan Trump setelah terpilih adalah....mengganti biografi di Twitternya. Sebelum menang, akun Twitter Trump (@realDonaldTrump) tidak berisi biografi. Ia hanya mencantumkan kota tempat tinggalnya (New York) dan situs resminya (DonaldJTrump.com) di sana.

Semua berubah tiga jam setelah Trump memberikan pidato kemenangannya. Akun Twitter Trump tiba-tiba sudah dihiasi sebuah kalimat singkat : “President-elect of the United States” atau “presiden terpilih Amerika Serikat”. Tak cukup sampai di situ, ia juga mengganti latar belakang foto cover-nya yang sebelumnya menggunakan bendera AS menjadi gambar Gedung Putih.

Trump juga tak alpa mencuit rasa syukur atas kemenangannya beberapa jam kemudian.

“Sebuah malam yang indah dan penting! Pria-pria dan wanita yang terlupakan setelah ini takkan terlupakan lagi. Kita akan bangkit bersama dengan kekuatan yang belum pernah ada sebelumnya!,” cuit Trump pada 9 November.

Media sosial seakan menjadi tempat dimana Trump menemukan keleluasaan untuk melancarkan serangan-serangan kepada lawan politiknya. Selain itu, media sosial juga menyediakan panggung lah baginya untuk menangguk popularitas. Meskipun baru mencuit sebanyak 23 kali setelah kemenangannya, tetapi linimasa Twitter Trump cukup aktif memperbaharui informasi tentang kegiatannya pascapemilu.

Sebagai contoh, cuitan Trump yang menyindir @nytimes pada 13 November di atas telah dibagikan sejumlah 29.000 kali dan di-like sebanyak 92.000 kali. Cuitan Trump tentang para “finalis” yang masuk ke rancangan kabinetnya juga dibagikan sebanyak 26.000 kali dan di-like sejumlah 110.000 kali. Ia sendiri memiliki 15 juta pengikut di akun Twitternya.

Donald Trump saat ini memang tengah disibukkan oleh proses transisi pemerintahannya. Namun, Trump juga harus mengingat satu hal: ia harus mempersiapkan transisi kepribadiannya dari seorang selebritas dan CEO perusahaan menjadi seorang presiden terpilih Amerika Serikat.

Baca juga artikel terkait PILPRES AS atau tulisan lainnya dari Putu Agung Nara Indra

tirto.id - Politik
Reporter: Putu Agung Nara Indra
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Maulida Sri Handayani