Menuju konten utama

Djarot Minta RS yang Lalai Tangani Pasien Dicabut Izinnya

Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meminta rumah sakit yang lalai menangani pasien dapat dikenai sanksi pencabutan izin.

Djarot Minta RS yang Lalai Tangani Pasien Dicabut Izinnya
Gubenur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat (kiri) di Balai Kota, Jakarta, Selasa (9/5/2017). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id -

Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meminta Dinas Kesehatan memaksimalkan fungsi badan pengawas rumah sakit untuk mengontrol aktivitas rumah-rumah sakit yang ada di Jakarta. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terulangnya kelalaian RS seperti yang terjadi pada kasus bayi Debora beberapa waktu lalu.

Ia juga meminta agar rumah sakit yang terbukti lalai menangani pasien, baik dalam hal administratif maupun medis, diberikan sanksi tegas berupa pencabutan izin.

"Paling tidak, ada sanksi peringatan satu, dua. Tapi kalo pelanggarannya sudah berat, bisa kami cabut izinnya," ucapnya di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (12/9/2017).

Sebab, kata Djarot, wewenang pencabutan izin untuk rumah sakit seperti Mitra Keluarga ada pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Kalau rumah sakit tipe C dan B, non pendidikan, izin itu ada di Pemprov. Dan kami ada badan pengawas RS kalau ada kayak gitu terjadi," ujarnya.

"Ada tahapannya, tapi kalau memang pelanggarannya sudah berat ya kami (langsung) cabut," imbuhnya.

Menurut Djarot, selama ini Pemprov DKI telah berusaha setegas mungkin dalam mengontrol aktivitas rumah sakit, namun hal tersebut tidak bisa dilakukan dengan baik jika mekanisme pengawasan tidak dimaksimalkan.

"Sama saja mereka telantarkan pasien sedangkan misi utama rumah sakit adalah menolong dan menyelamatkan pasien," katanya.

Pernyataan Djarot soal sanksi bagi rumah sakit yang lalai menangani pasien ini menanggapi kasus bayi berusia 4 bulan bernama Debora yang meninggal pada 3 September 2017 lalu. Kabar meninggalnya Debora viral di media sosial lantaran pihak rumah sakit menolak memasukkan bayi tersebut ke ruang PICU (Pediatric Intensive Care Unit) karena tidak mampu membayar uang muka pada saat proses administrasi.

Saat itu, pihak keluarga Debora hanya mampu memberikan Rp5 juta sebagai uang muka dari total jumlah biaya yang mencapai Rp 19 juta lebih. Mereka pun berjanji akan melunasi uang muka sebesar Rp 11 juta siang harinya setelah mendapat pinjaman.

Namun, pihak rumah sakit tetap menolak memasukkan Debora ke PICU dan menyarankan untuk membawa bayi tersebut ke RS yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto menyebut bahwa Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat terbukti melakukan kelalaian dalam menangani bayi Debora. Namun, kelalaian tersebut tidak terletak pada proses medis melainkan administrasi.

Menurut Koesmedi, rumah sakit seharusnya tidak menunda bayi Debora untuk masuk ke ruang PICU (Pediatric Intensive Care Unit) sampai proses administrasi selesai. Sebab, kedua orangtuanya adalah pemegang kartu BPJS Kesehatan.

"Ini salah dari awal, harusnya ditanya pembiayaan dibayar siapa. Ternyata dia (orang tua Debora) punya BPJS. Kalau BPJS, pendanaan gawat darurat sampai stabil. Perlu PICU itu bisa tagih ke BPJS," ungkap Koesmedi dalam Konferensi Pers di Gedung Dinas Kesehatan, Jakarta Barat, Senin (11/9/2017).

Baca juga artikel terkait KASUS BAYI DEBORA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri