Menuju konten utama

Dirjen Hubla Danai Paspampres Pakai Duit Suap, Komisi I: Itu Ilegal

"Anggaran Paspampres itu dibiayai oleh negara, oleh APBN, jadi tidak ada dana-dana lain selain itu," kata anggota Komisi I DPR Effendi Muara Sakti Simbolon.

Dirjen Hubla Danai Paspampres Pakai Duit Suap, Komisi I: Itu Ilegal
Eks Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, yang juga tersangka penerima suap, Antonius Tonny Budiono memberikan kesaksian pada sidang lanjutan kasus suap dengan terdakwa Adi Putra Kurniawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (18/12/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Anggota Komisi I DPR RI, Effendi Muara Sakti Simbolon mendesak aparat hukum mengusut dana suap di Direktorat Jendral Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) yang dipakai untuk membiayai operasional Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden).

Informasi itu disampaikan oleh eks Dirjen Hubla Antonius Tonny Budiono saat bersaksi untuk terdakwa pemberi suap ke dirinya, yakni Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan, di persidangan Senin kemarin (18/12/2017. Di sidang itu, Tonny bersaksi sebagai tersangka penerima suap.

Tonny mengaku memakai sebagian duit suap untuk membiayai operasional Paspampres di saat ada kunjungan Presiden Joko Widodo dalam peresmian proyek yang ditangani oleh Ditjen Hubla.

Menurut Effendi, pembiayaan operasional Paspampres itu tidak seharusnya dilakukan. Selain karena kementrian terkait tidak ada anggaran khusus untuk hal itu, pemberian biaya operasional kepada Paspampres tidak memiliki dasar aturan.

"Anggaran paspampres itu dibiayai oleh negara, oleh APBN, jadi tidak ada dana-dana lain selain itu," kata Effendi kepada Tirto, pada Selasa (19/12/2017).

Menurut dia, apabila memang ada pihak yang memberikan dana kepada Paspampres di luar APBN, maka tentu hal itu tidak sesuai aturan dan bisa ditindak sebagai pidana. Effendi menilai pemberian seperti itu bisa masuk kategori pungutan liar atau gratifikasi.

"Ya itu ilegal. Itu harus ditelisik siapa Paspampresnya," kata Effendi.

Dia menuturkan bahwa biaya seluruh kegiatan Paspampres sudah dianggarkan dalam APBN dan tidak boleh ada sumber pebiayaan yang lain. Ia curiga ada kemungkinan Ditjen Hubla melakukan perjanjian tersendiri dengan Paspampres. Bila memang demikian, ia mendesak kasus itu harus diusut.

Sebagai anggota Komisi I DPR yang juga bekerja sama dengan TNI, Polri, dan Kementrian Pertahanan, ia menandaskan tidak pernah ada perjanjian seperti itu dengan Paspampres presiden. Ketika ada kunjungan Presiden Jokowi, ia mengklaim bahwa tidak pernah ada dana yang diberikan pada paspampres.

"Ngapain kita kasih ke mereka. Orang sudah ada anggarannya kok," tegasnya.

Saat bersaksi di sidang terkait suap perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Ditjen Hubla Tahun Anggaran 2016-2017, pada Senin kemarin, Antonius Tonny Budiono mengaku, setiap ada acara yang dihadiri Presiden Jokowi di lingkungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), pihak kementerian wajib menyiapkan dana operasional. Dia mengaku pernah memakai sebagian duit suap yang diterimanya, yakni senilai Rp100-Rp150 juta, untuk membiayai operasional Paspampres.

"Ini yang saya katakan tadi ada kegiatan yang tidak ada operasionalnya, termasuk paspamres. Setiap peresmian oleh presiden, harus didampingi paspampres dan kita berkewajiban menyediakan dana operasional untuk paspamres," ujar Tonny.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP KEMENHUB atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom