tirto.id - Direktur Keuangan PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) Hartono bungkam usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Senin (5/11/2018). MSU merupakan anak perusahaan PT Lippo Cikarang dan merupakan pengembang proyek properti Meikarta.
Hartono memasuki Gedung KPK sekitar pukul 10.00 WIB, Senin pagi. Dia dipanggil oleh KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap terkait perizinan Meikarta. Hartono diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Billy Sindoro, eks Direktur Operasional Lippo Group.
Dia terlihat baru keluar dari Gedung KPK pada pukul 19.36 WIB, Senin malam. Namun, Hartono enggan memberi keterangan apa pun kepada wartawan dan langsung berjalan meninggalkan Gedung KPK.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengungkapkan, salah satu poin pemeriksaan terhadap Hartono adalah tentang dugaan keterlibatan Lippo dalam kasus suap Meikarta.
"Jadi semua informasi apakah proses suap menyuap itu merupakan bagian dari kegiatan perusahaan, kegiatan individu, asal uangnya dari mana itu pasti akan diteliti," kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Senin siang.
Menurut Laode, informasi yang terkumpul akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan langkah KPK selanjutnya dalam penanganan kasus ini, termasuk kemungkinan menetapkan tersangka dari pihak korporasi.
"Semuanya ada kemungkinannya untuk itu," ujar Laode.
KPK sudah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan suap terkait perizinan Meikarta. Dua orang di antaranya ialah eks Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
Di kasus ini, KPK menetapkan pula Taryudi (pegawai Lippo), Fitra Djaja Purnama dan Henry Jasmen (konsultan Lippo Group) sebagai tersangka pemberi suap.
Sedangkan untuk tersangka penerima suap selain Bupati Neneng, ialah: Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi), Sahat MBJ Nahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi) dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi).
KPK menduga Bupati Neneng telah menerima uang suap sebesar Rp7 miliar dari Billy. Suap tersebut diduga merupakan bagian dari commitment fee senilai total Rp13 miliar.
Suap itu juga diduga terkait dengan sejumlah izin terkait megaproyek Meikarta yang dibangun di atas lahan seluas 774 hektare. Pemberian suap itu dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu fase pertama untuk lahan seluas 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Suap yang mengalir kepada Bupati Neneng disalurkan melalui sejumlah pejabat Pemkab Bekasi. Waktu pemberian suap, berdasar bukti temuan KPK, terjadi pada April, Mei, dan Juni 2018.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom