Menuju konten utama

Dinkes Jakarta Bentuk Tim Investigasi Kasus Bayi Debora

Dinkes DKI Jakarta membentuk tim investigasi untuk mengungkap kasus kematian bayi Debora. Mereka menjanjikan tim akan bergerak cepat.

Dinkes Jakarta Bentuk Tim Investigasi Kasus Bayi Debora
Makam bayi Tiara Debora di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat,Rabu, (13/9/2017). ANTARANews/Andre Angkawijaya

tirto.id - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta membentuk tim investigasi audit medik untuk menelusuri dugaan pelanggaran penanganan medis Rumah Sakit Mitra Keluarga yang menyebabkan bayi Tiara Debora meninggal, dua pekan lalu.

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes, Tienke Maria Margaretha mengatakan, tim tersebut beranggotakan sembilan belas orang dan diketuai langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto.

"Anggotanya dari Dinkes DKI, Sudin (Suku Dinas) kesehatan, IDI (Ikatan Dokter Indonesia), Ikatan Dokter Anak DKI, Kemenkes (Kementerian Kesehatan), Kemenko PMK (Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), serta Sudin Jakarta Barat," ungkap Tienke dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (14/9/2017).

Tim ini akan mulai bekerja mulai besok, Jumat 15 September 2017, dengan tugas melakukan investigasi atau pemeriksaan terhadap kasus kematian bayi Debora secara komprehensif dari aspek medis dan manajemen atau administrasi.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, tim memiliki kewenangan untuk memanggil dan meminta keterangan saksi atau ahli, memeriksa dokumen atau surat menyurat, data informasi elektronik atau digital dari para pihak dan rekam medis kesehatan terkait.

Selain itu, tim juga berwenang memanggil dan meminta keterangan serta memeriksa dokumen, atau surat-menyurat data informasi atau digital saksi atau ahli. "Kita datang ke rumah sakit, nanti kita minta data-data yang terkait dengan kasus kematian bayi Debora ini, dan wawancara terhadap petugas-petugas yang pada waktu itu ada pada saat kejadian," imbuh dia.

Tienke memastikan, jika Mitra Keluarga terbukti melakukan pelanggaran maka sanksi yang akan diberikan sesuai dengan Pasal 27 (C) dalam Undang-Undang tentang Rumah Sakit. "Nanti kalau memang kita temukan ada bukti itu, tentunya sanksi sampai pencabutan izin bisa kita lakukan. Tapi tergantung hasil dari audit kami di lapangan," ujar dia seraya menjanjikan investigasi akan dilakukan sesegera mungkin.

Debora, bayi berusia 4 bulan itu, meninggal pada 3 September 2017 lalu. Kabar kematian Debora menjadi viral di media sosial lantaran diduga pihak rumah sakit menolak memasukkan bayi tersebut ke ruang PICU (Pedriatic Intensive Care Unit). Alasannya pihak keluarga Debora hanya mampu memberikan Rp5 juta sebagai uang muka dari total Rp 19,8 juta dari total biaya perawatan. RS Mitra justru menyarankan untuk membawa bayi tersebut ke rumah sakit lain yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Lantaran kasus ini, Dinkes memanggil manajemen RS Mitra Keluarga dan menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran pertama pada Senin (11/9) kemarin. Dinkes menilai pihak rumah sakit terbukti lalai dalam menangani bayi Debora.

Menurut Kadinkes Koesmedi, RS Mitra seharusnya tidak menunda bayi Debora untuk masuk ke ruang PICU sampai proses administrasi selesai, sebab kedua orangtua Debora anggota pemegang kartu BPJS Kesehatan.

"Ini salah dari awal, harusnya ditanya pembiayaan dibayar siapa. Ternyata dia (orang tua Debora) punya BPJS. Kalau BPJS, pendanaan kegawatdaruratan sampai stabil. Perlu PICU itu bisa tagih ke BPJS," kata Koesmedi dalam Konferensi Pers di Gedung Dinas Kesehatan, Jakarta Barat, Senin lalu.

Baca juga artikel terkait KASUS BAYI DEBORA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Agung DH