tirto.id - Presiden AS Barack Obama menyatakan akan mencabut sanksi ekonomi Myanmar. Pernyataan itu diungkapkan Obama ketika pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, tiba di Washington pada kunjungan resmi pertamanya, Rabu (14/9/2016), seperti dilansir dari BBC.
Sebelumnya pada 1989, AS telah memberi sanksi terhadap Myanmar dengan menanggguhkan akses perdagangan untuk negara-negara miskin. Sanksi itu dijatuhkan terkait adanya pelanggaran HAM dan pemerintahan militer yang tidak demokratis di negara itu. .
Sanksi tersebut kemudian perlahan dikurangi sejak militer mulai mengendurkan kekuasannya lima tahun lalu. Pencabutan sanksi itu dikonfirmasi melalui surat kepada Kongres yang isinya menambahkan Myanmar dalam Generalised System of Preferences, daftar yang membebaskan negara-negara tertentu dari pajak impor yang tinggi
“Negara ini [Myanmar] harus diizinkan untuk mendapatkan keuntungan dari tarif preferensial setelah terlepas dari belenggu kekuasaan militer selama berpuluh-puluh tahun ini,” ungkap Obama.
Dengan kebijakan itu perusahaan yang masuk ke Myanmar akan menikmati tarif bea yang lebih rendah.Meski begitu, AS masih menyisakan beberapa sanksi berupa pelarangan terhadap setidaknya
100 perusahaan dan individu terkait dengan mantan junta militer, serta untuk perdagangan batu giok dan batu rubi.
Obama mengatakan pencabutan sanksi tersebut yang akan terjadi segara, tapi tidak memberikan rincian lebih lanjut. Namun, ia tetap memberikan apresiasi terhadap upaya yang dilakukan negara itu untuk mewujudkan perdamaian dan menyebutnya sebagai 'potensi besar' untuk Myanmar.
"Ini [pencabutan sanksi] adalah hal yang benar untuk dilakukan, guna memastikan rakyat Burma melihat manfaat dari cara baru melakukan bisnis, dan melalui pemerintahan baru," katanya.
Dalam pertemuan itu, Suu Kyi sekaligus meminta Kongres AS untuk menghilangkan semua sanksi Myanmar yang tersisa. Kesatuan juga perlu kemakmuran, kata Suu Kyi, sebab rakyat lupa pentingnya bangkit bersama saat harus berjuang atas sumber daya yang terbatas.
"Kami berpikir, waktunya telah datang untuk menghapus semua sanksi yang menyakiti kita secara ekonomi," tegas Suu Kyi.
Aung San Suu Kyi adalah pemimpin oposisi itu menjadi tahanan rumah selama 15 tahun. Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy) meraih kemenangan dalam pemilu terbuka November 2015, yang pertama kali dihelat Myanmar setelah puluhan tahun.
Meski memenangkan pemilu, Suu Kyi tidak dapat menduduki jabatan presiden dengan alasan konstitusi negara. Namun, ia secara luas dapat dilihat sebagai pemimpin bayangan negara itu sekaligus konselor Myanmar ketika melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari