tirto.id - Gersang, berpasir, sesak karena tipisnya oksigen. Bumi sudah tak bisa ditinggali lagi. Hama menyerang tumbuhan, hanya jagung yang dapat hidup dan dimakan manusia, itupun tak akan berlangsung lama. Kian lama tumbuhan musnah, jelas tak akan ada hewan. Manusia pun punah secara perlahan.
Dua belas astronot NASA akhirnya melakukan perjalanan guna menemukan “bumi” yang lain di tata surya. Tiga dari mereka mengirimkan sinyal keberadaan planet lain yang kemungkinan bisa dihuni, setelah diteliti lebih lanjut, satu di antaranya benar-benar bisa didiami. Sayang, memindahkan manusia dari bumi ke planet lain tidaklah mudah.
Sebuah rumus quantum gravitasi harus dipecahkan lebih dulu untuk dapat membuat ruang koloni angkasa yang mampu menampung seluruh manusia. Walaupun pada akhirnya “bumi” yang lain ditemukan dan manusia memulai hijrah antar planet, kenyataannya bumi pertama tak lagi bisa diselamatkan.
Gambaran dari film sci-fi Interstellar di atas bisa saja akhirnya benar-benar terjadi jika cara pandang dan cara bersikap manusia terhadap alam tak mengalami perbaikan. Kerusakan ekologi sudah mulai dirasakan. Eksploitasi terhadap sumber daya alam dilakukan manusia secara massal dan serakah.
Bukan tidak mungkin suatu saat nanti sumber daya alam akan habis dan benar-benar tidak dapat diperbaharui. Stephen Hawking, fisikawan dan astronom termasyhur, dilansir dari CNN pada akhir 2016 lalu, memprediksi bumi tak akan bertahan lebih dari 10.000 tahun lagi.
Hal tersebut disebabkan adanya perubahan iklim, eksploitasi alam berlebih, beragam radiasi, dan kemajuan teknologi yang dibuat manusia. Manusia, ditakdirkan untuk musnah, kecuali bisa meninggalkan rumah pertamanya di bumi dan mendirikan koloni di planet lain.
“Mungkin bencana di bumi berskala rendah setiap tahunnya, tapi itu terakumulasi dari waktu ke waktu dan akan menjadi bencana besar 1000 sampai 10.000 tahun ke depan,” kata Hawking saat menjadi pembicara di Universitas Oxford Union.
Pada saat itulah manusia harus pergi ke bagian bintang lainnya, di luar lingkungan matahari, agar tak mengalami kepunahan. Walau begitu, Hawking tetap menutup penjelasannya dengan sebuah kalimat positif, bahwa kepunahan manusia dan kehancuran bumi mungkin dapat diperlambat dengan pelestarian alam dan perilaku eco friendly.
“Cobalah memahami ini, tanyakan pada diri sendiri apa yang membuat alam semesta ada. Walaupun sulit, tapi selalu ada sesuatu yang dapat Anda lakukan dan berhasil. Penting agar Anda tidak menyerah begitu saja."
Planet-planet yang (Mungkin) Bisa Dihuni
Prediksi Hawking memang sudah direspon NASA sejak lama. Hasrat mencari kemungkinan hunian alternatif bagi spesies manusia itulah yang kira-kira menggerakkan badan antariksa Amerika ini melakukan penelitian untuk menemukan “bumi” lain; exoplanet, begitu mereka menyebutnya.
Mars pernah menjadi harapan sebagai tempat yang mungkin bisa dihuni manusia nantinya. Beragam bekas kehidupan mulai dari air dan mikroorganisme yang ditemukan ada di Mars mendasari keyakinan tersebut.
Hingga akhirnya keyakinan mulai luntur setelah penelitian lanjutan menyatakan permukaan planet merah tersebut sangat panas dan tak mungkin bagi manusia tinggal di sana tanpa bantuan teknologi tinggi. Selain panas, planet ini juga memiliki radiasi yang tinggi dan tingkat ketebalan atmosfer yang rendah. Maka, Mars sebagai salah satu planet alternatif Bumi pun mulai dilupakan.
Hingga saat ini, penemuan planet alternatif bumi yang berpotensi dihuni sudah hampir mencapai sekitar lebih dari selusin. Planet Kepler-452b, misalnya, juga pernah digadang gadang sebagai yang paling mendekati sistem bumi-matahari. Planet ini juga berada pada suhu tepat dalam zona layak huni, dan besarnya hanya sekitar satu setengah kali diameter Bumi.
Sebelum Kepler-452b, ada beberapa penemuan exoplanet lainnya yang juga memiliki sejumlah kesamaan dengan Bumi. Planet Kepler-186f juga diklaim sebagai sepupu bumi. Jaraknya, sekitar 500 tahun cahaya dari Bumi. Kepler-186f tidak lebih dari 10 persen lebih besar dari bumi, namun permukaannya berpotensi berair.
Hanya saja, Kepler-186f mendapat sekitar sepertiga energi dari bintangnya dan menempatkan hanya di tepi luar zona layak huni. Sehingga jika Anda berdiri di atas permukaan planet ini pada siang hari, maka cahaya yang terlihat hanya sekitar seterang Bumi pada satu jam sebelum matahari terbenam. Sebelum Kepler-186f, juga masih ada planet-planet yang diyakini bisa dihuni, seperti Kepler-62F, Kepler-62F, Kepler-69c, Kepler-22b, Gliese 667Cc.
NASA Temukan Bumi yang Lain
Website resmi NASA mengumumlan penemuan tujuh planet seukuran Bumi yang tersusun di sekitar bintang tunggal. Tiga dari tujuh planet tersebut berada di zona layak huni, memiliki atmosfer sehingga kemungkinan memiliki air sebagai sumber kehidupan.
"Penemuan ini menjadi bagian penting dari teka-teki menemukan planet yang layak huni, tempat-tempat yang kondusif untuk hidup," kata Thomas Zurbuchen, Associate Administrator Science Mission Directorate di Washington, Kamis, 23 Februari 2017.
Planet-planet ini diprediksi berjarak 40 tahun cahaya (235 triliun mil) dari Bumi. Susunannya relatif dekat dengan bumi, berada di konstelasi Aquarius. Karena mereka berada di luar sistem tata surya, planet-planet ini secara ilmiah dikenal sebagai exoplanet.
Exoplanet ini kemudian dinamai TRAPPIST-1, nama ini berasal dari The Transiting Planets and Plantesimals Small Telescope (TRAPPIST) yang berada di Cili. Pada Mei 2016, dengan menggunakan TRAPPIST tersebut para peneliti ini menemukan tiga planet ini. Menggunakan data Spitzer, ukuran dan kerapatan ketujuh planet itu diperkirakan berupa batuan.
Namun baru informasi semacam itu sajalah yang telah diperoleh. Rincian informasi lainnya, terkait kemungkinan nama-nama planet itu sebagai alternatif hunian spesies manusia di masa depan, masih harus diteliti dengan lebih seksama. Tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, dan anggaran yang tidak sedikit.
Hasrat mencari dan menemukan opsi hunian bagi spesies manusia akan terus berlanjut.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Zen RS