Menuju konten utama

Di Balik Proses Membuat Lontong dan Ketupat

Lontong dan ketupat sudah menjadi semacam makanan wajib saat Lebaran. Mana yang lebih enak? Mana pula yang lebih gampang dibuat?

Di Balik Proses Membuat Lontong dan Ketupat
Ilustrasi ketupat. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Dua hari menjelang lebaran adalah hari-hari sibuk dan melelahkan bagi Nurul Huda—seorang agen asuransi di Aceh. Tetangga-tetangga dan keluarga besar akan memesan lontong dari Nurul. Selain menjadi agen asuransi, Nurul juga punya usaha menjual lontong sayur. Saat lebaran tiba, ia mendapat lumayan banyak pesanan lontong.

Karena hanya mengerjakan sendiri dan dibantu suami juga anaknya, setiap lebaran, Nurul hanya bisa memproduksi paling banyak 50 kilogram beras. “Waktunya kan singkat, karena harus fresh, dan susah nyari orang buat ngebantuin kalau menjelang lebaran begini,” katanya. Akibatnya, seringkali ia tidak tidur sejak malam lebaran sampai pagi.

Membuat lontong, menurut Nurul, gampang sekali. Bahannya hanya beras, daun pisang, garam, dan kapur sirih. “Orang-orang pada enggak bisa bikin sarang lontongnya, padahal beberapa tetangga sudah saya ajarin,” ujar Nurul.

Menurut Nurul, membuat sarang lontong sebenarnya tak sesulit membuat sarang ketupat. Hanya saja, lontong lebih membutuhkan perlakuan khusus. Daun pisang yang dipakai juga tak bisa sembarang daun. Nurul selalu memakai daun pisang batu.

“Daun pisang batu itu ciri-cirinya berwarna hijau tua, lembut, dan tidak terlalu lebar-lebar,” imbuhnya. Daun pisang yang keras, tidak bisa digunakan membuat lontong, hasilnya akan pecah-pecah. Kecuali daun itu dilayukan dengan cara dibakar terlebih dahulu. Dalam konstruksi sarang lontong, lebar daun akan menjadi panjang lontong. Lontong yang terlalu panjang membutuhkan panci yang panjang pula untuk merebusnya. Ia juga berisiko pecah ketika diangkat.

Sarang lontong dibuat dengan menggulung daun pisang, membentuk tabung. Bagian daun yang berwarna hijau diletakkan di bagian dalam untuk memberi warna pada lontong. Lalu, bagian bawahnya ditutup dengan dilipat dan ditusuk potongan lidi yang runcing. Lipatan di bagian bawah lontong, tak boleh membuat ujung sarang menjadi pipih. Boleh saja sih, ia cuma mengganggu estetika. Jadi, ada cara khusus untuk melipat ujung daunnya.

Badan lontong yang berbentuk tabung itu perlu diikat agar lebih aman. Nurul biasanya mengikat dengan tali dari bagian daun yang keras atau dengan daun itu sendiri.

Setelah konstruksi sarang lontong selesai dibuat, beras yang sudah dicuci bersih dan dicampur garam serta sedikit kapur sirih, dimasukkan ke dalam sarang. Jangan sampai penuh, cukup setengahnya saja. Kalau beras yang dipakai untuk membuat lontong adalah tipe beras yang keras, cukup isi sepertiganya saja.

Nurul menegaskan, beras harus dicuci bersih. Ia biasanya menyucinya hingga enam kali. Hal itu penting untuk menjaga keawetan lontong yang dibuat tanpa pengawet dan borax.

Mengenal jenis beras yang dipakai untuk membuat lontong juga sangatlah penting. Pernah satu kali Nurul menggunakan jenis beras yang belum pernah ia pakai sebelumnya. Dia pikir, beras itu jenis yang keras. Jadi, ia hanya mengisi sepertiga saja. Ternyata ia salah, alhasil, lontong-lontongnya lembek di bagian ujung. Nurul mendapat banyak keluhan dari pelanggannya waktu itu.

Setelah diisi, bagian atas sarang lontong itu ditutup lagi dengan potongan lidi atau tusuk gigi. Nurul tidak menyarankan memakai tusuk gigi karena ukurannya terlalu panjang dan ketika direbus bisa menusuk lontong-lontong di sebelahnya. Kalau sampai daunnya robek, maka dipastikan yang robek itu menjadi produk gagal.

Lontong direbus selama empat hingga lima jam. “Ketika airnya sudah mendidih, apinya dibiarkan kecil saja,” kata Nurul. Ketika sudah direbus empat jam, lontong itu harus segera ditiriskan.

Infografik Ketupat VS Lotong

Ketika mengangkat lontong-lontong untuk ditiriskan ini lah Nurul memahami bahwa sarang lontong tak boleh terlalu tinggi atau dibuat dengan diameter terlalu lebar. Sebab jika terlalu berat, ia berpotensi jebol saat diangkat.

Ketika sudah direbus selama empat jam dan masih dalam keadaan panas, lontong tak langsung solid dan keras. Isinya masih mirip bubur. Ketika sudah ditiriskan dan didinginkan, barulah tampak seperti lontong.

Dalam membuat ketupat, apalagi dengan sarang yang dibeli jadi di pasar, risiko sarangnya pecah lebih kecil. Hal itu karena konstruksi sarang ketupat dijalin dengan daun kelapa yang lebih kuat dan tebal dari daun pisang. Waktu merebusnya juga sama saja, empat jam. Tetapi jika menggunakan panci presto, ia bisa direbus hanya 1,5 jam.

Untuk lontong, tidak mungkin menggunakan panci presto karena konstruksi lontong yang memanjang dan harus disusun berdiri. Ketika merebus lontong, ia tidak boleh disusun ditidurkan.

Dari segi warna dan estetika ketika sudah dipotong dan disajikan di dalam piring, lontong tampak lebih indah karena warnanya yang lebih hijau. Dari segi rasa, banyak orang mengatakan rasanya sama saja, tetapi jika diperhatikan, rasa keduanya sedikit berbeda. Tekstur lontong cenderung lebih halus dan lembut, sementara ketupat sedikit lebih padat. Yang mana yang lebih enak? Ini tergantung preferensi rasa masing-masing orang. Yang pasti, lontong ataupun ketupat, jika dipadukan dengan opor dan sambal goreng, sama-sama nikmat.

Selamat menikmati hidangan hari raya.

Baca juga artikel terkait IDUL FITRI atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti