tirto.id - 1985 adalah tahun yang membanggakan bagi Sharon Christa McAuliffe, seorang guru asal Concord, New Hampshire, Amerika Serikat (AS). Ia sukses menyingkirkan lebih dari 11.000 pelamar program NASA Teacher in Space Project dan terpilih sebagai guru pertama yang bakal berangkat dan tinggal di luar angkasa selama beberapa hari.
McAuliffe cuti setahun dari kegiatan mengajar. Ia menjalani pemusatan pelatihan untuk misi Teacher in Space Project pada 1986. Gajinya sebagai guru diganti oleh NASA.
Di luar angkasa, McAuliffe bakal melakukan eksperimen sains dasar di bidang kromatografi, hidroponik, magnet, dan hukum Newton, serta mengajarkan dua pelajaran masing-masing 15 menit langsung dari pesawat ulang alik Challenger STS-51-L milik NASA.
Teacher in Space Project adalah program yang diperkenalkan Presiden Ronald Reagen pada 1984. Tujuan proyek tersebut adalah untuk menarik minat siswa terhadap dunia luar angkasa.
Sejak terpilih sebagai guru pertama di luar angkasa, McAuliffe kerap diundang menjadi tamu di sejumlah program televisi. Tak bisa dipungkiri kehadiran McAuliffe telah menaikkan popularitas misi ulang alik Challenger di mata publik karena disorot media dan disambut hangat oleh publik.
McAuliffe tidak sendirian. Ada enam astronot NASA lainnya yang ikut dalam misi penerbangan Challenger STS-51-L. Mereka adalah Francis R. Scobee, Michael J. Smith, Ronald McNair, Ellison Onizuka, Judith Resnik, dan Gregory Jarvis.
Selain membawa guru untuk misi pengajaran dari luar angkasa, tujuan utama misi ulang alik Challenger STS-51-L adalah meluncurkan Tracking and Data Relay Satellite (TDRS-B) yang kedua. Challenger 51L juga membawa pesawat ruang angkasa Halley Spartan, sebuah satelit kecil yang akan dirilis Challenger dan diambil dua hari kemudian setelah mengamati Komet Halley yang sedang berada di jarak terdekat dari Matahari.
Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Pada 28 Januari 1986, Challenger dijadwalkan akan meluncur dari Cape Canaveral, Florida yang sedang diterpa musim dingin hebat. Tepat pukul 11.38 siang waktu setempat, pesawat ulang alik Challenger STS-51-L berisi tujuh awak lepas landas meluncur ke atas.
Kejanggalan segera terlihat. Beberapa detik pertama sejak lepas landas, kepulan asap gelap muncul dari roket pendorong bagian kanan. Sekitar 37 detik, Challenger mulai bergeser jauh dari lintasan utama.
Detik ke-58 percikan api mulai terlihat dari roket pendorong. Sampai pada detik ke-73, ledakan besar terlihat di ketinggian 46.000 kaki (14.000 meter). Setelah itu, puing-puing menghujani Samudera Atlantik selama lebih dari satu jam setelah ledakan.
Dari proses pencarian setelah meledaknya Challenger, tidak ada tanda-tanda tujuh awak yang selamat. Pada 7 Maret 1986, sebuah kapal Angkatan Laut AS mengidentifikasi sisa-sisa kompartemen awak Challenger yang sebagian besar masih utuh di dasar laut.
Sebuah kaset rekaman yang berhasil ditemukan di antara puing-puing Challenger menunjukkan suara astronot Michael J. Smith berkata "Uh-oh" dan tidak ada suara lagi yang terdengar.
Presiden AS Ronald Reagen yang dijadwalkan akan memberikan pidato kenegaraan tahunan pada malam hari termasuk bakal memuji penerbangan Challenger langsung membatalkan agenda tersebut dan menggantinya dengan pidato penghormatan kepada para astronot. Reagen juga segera membentuk komisi independen untuk mengusut penyebab kecelakaan Challenger.
Kejanggalan Misi Challenger
Challenger STS-51L adalah penerbangan ulang-alik yang ke-25 sejak penerbangan ulang alik pertama oleh NASA tahun 1977.
Beberapa hari hingga jam sebelum misi peluncuran, ada sederet kejanggalan yang diduga kuat berkontribusi atas meledaknya pesawat Challenger dalam waktu kurang dari dua menit. Encyclopaedia Britannicamenyebut, misi Challenger molor beberapa hari dari rencana awal. Sebabnya, pesawat ulang alik Columbia 61-C milik NASA belum juga kembali mendarat di Bumi.
Selanjutnya, pada malam sebelum peluncuran Challenger, Florida tengah disapu gelombang dingin parah hingga menyebabkan landasan peluncur tertimbun es tebal. Sampai pada 28 Januari pun, peluncuran sempat tertunda beberapa jam hingga akhirnya diterbangkan pukul 11.38 dan berakhir kegagalan.
Apakah ledakan di menit ke-73 berasal dari pesawat Challenger yang hancur?
Hasil investigasi mengungkapkan bahwa tangki bahan bakar di bagian luar pesawat runtuh dan melepaskan semua cairan hidrogen dan propelan oksigen cair. Saat bahan-bahan kimia ini bercampur, mereka menyala dan memantik bola api raksasa yang ketika itu pesawat ada di ketinggian 14.000 meter. Pesawat ulang-alik itu sendiri masih utuh dan tetap merambat naik meski awak pesawat mengetahui ketidakberesan di bagian bawah dan terus berusaha keras mengendalikan pesawat agar tetap berada di jalurnya.
"Ekor dan bagian mesin utama putus. Kedua sayap patah. Kabin awak dan pesawat depan terpisah dari tubuh utama, dan bongkahan besar itu jatuh dari langit, dan mereka semakin putus ketika mereka menabrak air (laut)." ujar Valerie Neal, kurator pesawat ulang-alik di Museum Udara dan Antariksa Nasional di Washington, DC kepada National Geographic.
Kemungkinan terbesar bahwa tujuh awak pesawat masih hidup sampai kabin awak menghantam Samudera Atlantik dengan kecepatan lebih dari 321 kilometer per jam.
Komisi Independen yang dibentuk Reagen beranggotakan Neil Armstrong, orang pertama yang mendarat di bulan, Sally Ride, wanita Amerika pertama yang mencapai luar angkasa, Chuck Yeager seorang pilot, Richard Feynman fisikawan pemenang Hadiah Nobel dan dipimpin oleh mantan Sekretaris Negara William P. Rogers.
Dikutip dari BBC, laporan investigasi dirilis pada Juni 1986. Hasilnya, segel cincin-O di kanan solid rocket booster (SRB) gagal dilepas. Komisi menemukan bahwa faktor yang berkontribusi adalah suhu dingin yang tidak biasa di Cape Canaveral sebelum peluncuran, yang menyebabkan cincin karet O menjadi kurang elastis.
Temuan itu didukung oleh penyelidikan kepada para insinyur NASA dan kontraktor roket pendorong Morton Thiokol di mana mereka menyadari bahwa ada kekurangan di segel cincin O. Selain itu, Marshall Space Flight Center yang bertanggung jawab atas komponen booster, mesin, dan tangki juga ikut andil dalam kegagalan Challenger.
Laporan tersebut menyimpulkan, ada kekacauan komunikasi antara insinyur dengan atasan mereka sehingga menyebabkan kesalahan dalam pengambilan keputusan.
Dikutip dariNational Geographic, Roger Boisjoly, seorang insinyur roket di Morton Thiokol jauh-jauh hari telah mengendus adanya masalah teknis pada peluncuran Challenger dan membikin laporan peringatan kepada petinggi perusahaan juga NASA. Sampai sehari sebelum peluncuran, Roger dan empat insinyur lainnya beradu argumen dengan para petinggi mereka meminta agar peluncuran Challenger ditunda. Tapi hasilnya nihil.
Masalah yang lebih mendasar lainnya yang disoroti oleh Komisi adalah NASA terlalu ambisius menjalankan misi penerbangan ulang alik. Pada 1985, NASA berambisi mengejar penerbangan rutin hingga 24 misi setahun pada 1990 mendatang.
Di tengah merintis target tersebut, sumber daya yang dimiliki NASA tidak mendukung. Akibatnya timbul kesulitan mengatur jadwal pelatihan, kekurangan suku cadang, biaya membengkak, dan sederet kekacauan lainnya. Belum lagi, sejak 1981 NASA juga sudah menyelesaikan 24 misi penerbangan ulang alik secara maraton, sampai akhirnya Challenger ke-25 gagal.
"Ada 'demam peluncuran' pada saat itu, untuk mencoba menyelesaikan misi ini tepat waktu, dan mendapatkan lebih banyak misi," komentar mantan astronot NASA Leroy Chiao yang pernah menerbangkan ulang alik tiga kali (1994, 1996 dan 2000), kepada Space.
Setelah peristiwa Challenger, NASA menghentikan program pengiriman pesawat ulang alik selama 32 bulan. Baru pada 29 September 1988, pesawat ulang alik Discovery STS-26R diluncurkan dengan sukses. Gagalnya misi pesawat ulang alik NASA kembali terulang pada 2003. Ketika itu ulang alik Columbia STS-107 gagal menembus atmosfir Bumi untuk kembali pulang ke pangkalan. Tujuh awak astronot meninggal dunia.
Kegagalan Challenger STS-51-L dan misi lainnya tentu tak mengakhiri upaya menjawab rasa ingin tahu manusia pada alam semesta ini.
Editor: Suhendra