Menuju konten utama

Dewas Hilangkan Nilai 'Religiositas' dalam Kode Etik KPK yang Baru

Dewan Pengawas KPK menghapus nilai 'religiositas' dalam kode etik baru.

Dewas Hilangkan Nilai 'Religiositas' dalam Kode Etik KPK yang Baru
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean bersiap mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.

tirto.id - Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean mengumumkan Kode Etik KPK yang baru. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, Dewas memang berkewajiban merancang kode etik.

Salah satu yang dia umumkan adalah nilai-nilai dasar KPK. Pada kode etik sebelumnya, ada lima nilai dasar komisi ini, yaitu keadilan, profesional, kepemimpinan, religiositas, dan integritas. Nilai religiositas dihapus.

"Pada kode etik yang baru, nilai religiositas diganti dengan nilai sinergi," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (9/3/2020). "Nilai religiositas yang sebelumnya disebut secara eksplisit, dianggap melekat dan meresap ke dalam setiap insan manusia serta memayungi seluruh nilai dasar yang ada," tambahnya.

Menurut Tumpak, perubahan religiositas menjadi sinergi adalah perwujudan dari UU KPK yang baru. Menurutnya, KPK harus menjadikan institusi penegak hukum lain sebagai counterpart KPK.

Adapun 8 nilai sinergi dalam Kode Etik KPK, di antaranya saling berbagi informasi, pengetahuan, dan data untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi kecuali yang bersifat rahasia atau yang harus dirahasiakan.

"Sinergi bukan berarti kompromi dan sinergi tidak menghilangkan independensi insan KPK," katanya menegaskan.

Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menegaskan bahwa nilai-nilai religiositas masih terdapat dalam tubuh KPK. Religiositas, menurutnya, merupakan nilai tertinggi yang memayungi nilai dasar dalam kode etik tersebut.

"Nilai religiositas tersebut KPK cantumkan di dalam mukadimah kode etik dan pedoman perilaku KPK," ujarnya kepada wartawan, Senin (9/3/2020).

Perubahan itu mendapatkan respons negatif Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas. Ia mengaku terkejut. KPK, menurut Anwar, seolah tak memahami pedoman ideologi negara ini.

"Di sini jelas terlihat Dewan Pengawas KPK mengabaikan Pancasila dan pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa," ujarnya, dikutip dari Antara.

Baca juga artikel terkait KODE ETIK KPK atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino