tirto.id - Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkap ada dua pimpinan Komisi III DPR RI yang membantah terjadinya lobi politik antara Ketua MK Arief Hidayat dengan parlemen saat proses seleksi hakim konstitusi berjalan pada 2017.
Bantahan dua pimpinan Komisi III DPR disampaikan saat Dewan Etik MK melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dengan terlapor Arief. Para pimpinan yang memenuhi panggilan Dewan Etik MK saat itu adalah Trimedya Pandjaitan, Arsul Sani, dan Desmond J Mahesa.
"Satu orang katakan ada lobi, tapi dibantah dua orang yaitu Trimedya dan Arsul Sani. Kami panggil yang lain untuk tahu duduk perkara, tapi yang lain tidak hadir," kata Anggota Dewan Etik Salahuddin Wahid (Gus Sholah) di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/1/2018).
Beberapa pimpinan Komisi III DPR tak bersedia hadir saat dipanggil Dewan Etik MK, diantaranya adalah Bambang Soesatyo, Benny K Harman, dan Mufachri Harahap. Bahkan, ada unsur pimpinan yang menggunakan hak imunitasnya sebagai anggota dewan saat menerima panggilan Dewan Etik MK.
Usai melakukan pemeriksaan, Dewan Etik MK mengambil kesimpulan bahwa Arief telah melakukan pelanggaran etik ringan. Arief melanggar etika hakim konstitusi karena menemui pimpinan Komisi III DPR tanpa undangan resmi.
Ketua Dewan Etik MK Ahmad Rustandi berkata, kategori pelanggaran berat awalnya sempat hampir diberikan terhadap Arief. Namun, kategorisasi tersebut tak diterima oleh dua dari tiga anggota Dewan Etik MK.
"Karena beliau adalah Ketua dan pernah kena pelanggaran (etika ringan), maka saya usulkan ini ditetapkan dia pelanggaran berat. Tapi saya harus perhatikan pendapat lain hingga mencapai keputusan bersama, dan kami lihat itu berdasarkan alat bukti dan keyakinan agar ini jadi pelajaran supaya tidak terjadi lagi pelanggaran ketiga," kata Rustandi.
Arief tercatat pernah mendapat sanksi teguran karena melakukan pelanggaran ringan atas etika hakim konstitusi, 2016 silam. Saat itu, Arief terbukti bersalah karena memberikan memo kontroversial (katebelece) kepada mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yantina Debora