Menuju konten utama

DevOps: Kala Kerja IT Dilakukan Bareng-Bareng

Tim IT kini dituntut kerja cepat sehingga DevOps dianggap perlu.

DevOps: Kala Kerja IT Dilakukan Bareng-Bareng
Ilustrasi Development & Operations (DevOps). FOTO/iStockphoto

tirto.id - “Penelitian kami menemukan fakta bahwa beban yang harus ditebus perusahaan kala sistem IT mati sangat mahal. Sekitar $1 juta per tahun untuk perusahaan menengah dan lebih dari $60 juta bagi perusahaan besar,” ucap Matthias Machowinski, Direktur Peneliti pada IHS Markit, firma analisis pasar, kala memaparkan hasil riset terbaru mereka berjudul “The Cost of Server, Application, and Network Downtime.”

“Beban yang sangat mahal itu,” lanjut Machowinski, “misalnya adalah hilangnya produktivitas hingga pendapatan.” Sementara menurutnya, memperbaiki sistem IT-nya sendiri tidaklah terlalu mahal.

Perusahaan-perusahaan yang berada di Amerika Utara, menyangkut kerusakan sistem IT mereka, mengalami kerugian hingga $700 miliar tiap tahunnya.

Kerusakan sistem pada perusahaan sangat mungkin terjadi. Apalagi, dunia kini menuntut segalanya serba cepat. WhatsApp, misalnya. Untuk memberikan kepuasaan pada penggunanya, WhatsApp sangat sering melakukan pembaruan pada aplikasi mereka. Belum genap 4 bulan 2019 bergulir, WhatsApp telah merilis 13 pembaruan (version history) pada aplikasinya untuk Android, mulai dari WhatsApp versi 2.19.34 yang hadir pada 8 Februari 2019 lalu, hingga versi 2.19.115 yang baru meluncur pada 25 April kemarin.

Dengan tuntutan kecepatan dan menghindari kerusakan sistem, budaya dalam proses mencipta atau mengelola sistem harus diubah. Salah satunya menggunakan DevOps.

Dunia IT Tidak Hanya Coding

Kamalika Majumder, Direktur CloudKata, firma konsultasi permasalahan IT asal India, ketika ditemui dalam acara DevOps Day Jakarta 2019, menyebut bahwa DevOps “merupakan budaya kerja.” Lanjutnya, budaya yang dimaksud ialah “tentang kolaborasi dan kerjasama untuk menciptakan atau mengatasi permasalahan IT dengan cepat.”

Menurut Majumder ini penting. Mengingat, katanya, “dalam terma bisnis, IT adalah segala hal tentang menjual produk. Dengan DevOps, produk dapat dijual cepat, artinya akan mampu menciptakan nilai penjualan yang baik.”

Apa sebenarnya DevOps?

Secara awam, segala hal yang menyangkut IT dikaitkan dengan koding, tumpukan rak server, atau panjangnya kabel. DevOps berbeda. Menurut Majumder, itu ialah “budaya, yang hanya sedikit mengambil bagian teknikal, dan lebih banyak soal manajemen orang yang berada di baliknya.”

Salah satu titik kepopuleran DevOps muncul kala Microsoft meluncurkan acara bertajuk “DevOps as a Strategy for Business Agility,” pada 2015, yang disajikan oleh Ed Blankenship, salah seorang petinggi Microsoft. "Siklus hidup produk IT kini berbeda,” katanya.

Microsoft sendiri, dulu meluncurkan produk dengan siklus hidup: Alpha, Beta, Release Candidate, Release To Manufacturing, hingga versi final. Kini, berbeda. Sebagaimana WhatsApp, Microsoft harus mencipta produk dengan cepat.

“Dan DevOps, lahir atas kebutuhan itu,” papar Blankenship.

Dilansir laman resmi Amazon Web Server, DevOps merupakan kombinasi dari filosofi, praktik, dan peralatan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan perusahaan menciptakan sistem/aplikasi/perangkat lunak dengan kecepatan tinggi.

Jika menarik lebih jauh, DevOps merupakan bagian dari manajemen IT bernama continuous integration (CI). Dalam CI, segala praktik pengembangan aplikasi/perangkat lunak/produk dikerjakan keroyokan oleh segala elemen tim IT, dengan memanfaatkan salinan (copy) aplikasi/perangkat lunak/produk yang dibuat. Di akhir hari kerja, salinan aplikasi/perangkat lunak/produk yang dikerjakan secara keroyokan oleh berbagai elemen tim IT, digabung.

Infografik DevOps

undefined

DevOps yang Membingungkan

Jaka, salah seorang peserta DevOps Day Jakarta dan bekerja sebagai bagian tim IT lembaga penelitian, mengatakan bahwa ia sesungguhnya kebingungan dengan DevOps. "Cara kerja kolaboratif kayak gini sudah dilakukan oleh lembaganya,” katanya.

Karena DevOps hanya menekankan pada kolaborasi semua bagian di tim IT dan tim lainnya dan tidak mengkhususkan satu perangkat khusus, baginya DevOps berlebihan.

Apa yang diungkap Jaka senada dengan perkataan Kelsey Hightower, tim pengembangan Google Cloud Platform. Katanya, “CI atau DevOps telah usai. Tidak ada yang perlu diperdalam lebih lanjut soal ini.”

Lebih lanjut, Hightower menegaskan bahwa perkara manajemen tim IT bukanlah perkara yang harus diurus semua orang, hanyalah mereka para pengambil keputusan di tiap-tiap perusahaan.

“Lupakan DevOps atau CI atau lainnya. Lalu katakan pada tim IT, ‘pergi, kerjalah dengan tim lain di luar perusahaan ini,’” tegasnya.

Baca juga artikel terkait SOFTWARE atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Maulida Sri Handayani