tirto.id - Bermain selama 15 tahun di National Basketball Association (NBA), Michael Jordan sukses membawa Chicago Bulls memenangi liga basket Amerika sebanyak enam kali. Sedikit yang mampu menghalangi Jordan dan Bulls menjadi juara, tapi yang paling konsisten adalah Detroit Pistons: tim asal kota Detroit yang pada era Jordan dijuluki Bad Boys.
Jordan tidak menjadi juara saat pertama kali menginjakan kaki di NBA: tahun 1984. Di tahun berikutnya, dia bergulat dengan cidera dan harapannya memenangi liga kandas, meski dia sempat bermain pada babak playoff. Pada tahun ketiga dan keempat, Jordan mendapat halangan dari Boston Celtics yang dimotori oleh legenda basket Amerika lainnya: Larry Bird.
Setelah Celtics mengalahkan Bulls pada babak playoff tahun 1986 di game kedua, Bird mendeskripsikan Jordan sebagai “Tuhan” yang menyamar dalam bentuk manusia.
“Aku tidak akan pernah memanggilnya pemain terhebat jika tidak sungguh-sungguh,” ujar Bird. “Itu 'Tuhan' yang menyamar sebagai Jordan.”
Lantas apa yang menghalangi Jordan bersinar di antara tahun 1988-1990? Salah satu penyebabnya: kebangkitan dan kejayaan “bocah nakal” dari Detroit.
Jordan Rules
Dalam salah satu babak playoff antara Bulls melawan Pistons, pembawa acara CBS, Pat O’Brien, mengintip persiapan tim di ruang loker. Dia mendapati, pelatih Pistons Chuck Daly mengirimkan instruksi terakhir pada timnya jelang laga. Salah satu instruksi Daly adalah: IKUTI JORDAN RULES. Huruf kapital yang ditulis Daly di papan menunjukan betapa seriusnya perintah itu.
“Apa itu Jordan Rules? Dia [Daly] mengatakan, ketika Jordan pergi ke kamar mandi, kita ikut pergi dengannya,” kata Brien menjelaskan, yang kemudian disambut tawa temannya.
Pada kenyataannya, Jordan Rules dan Bad Boys tidak selucu itu bagi Jordan.
Awal mula Jordan Rules disampaikan oleh Daly dalam wawancaranya bersama Sports Illustrated tahun 1989 silam. Menjaga Jordan dengan ketat sudah dilakukan Pistons berkali-kali. Namun, tidak selamanya berhasil. Dalam babak playoff tahun 1988, Jordan mencetak 59 poin dan membawa kemenangan 112-110 bagi Bulls.
Ini membuat Daly frustasi. Maka bersama asisten pelatih, Ron Rothstein dan Dick Versace, Daly membuat strategi pertahanan Pistons khusus Jordan Rules.
“Kami membulatkan tekad saat itu. Kami tidak akan membiarkan Michael Jordan mengalahkan kami lagi sendirian,” ucap Daly.
Konsepnya: memaksa Jordan untuk memberikan operan.
Dua pemain Pistons ditugaskan khusus untuk menjaga sekaligus mengantisipasi Jordan. Ketika bergerak ke bagian sayap kiri lapangan, dia akan digiring ke bagian kanan, di mana ada pemain Pistons lainnya. Begitu pun sebaliknya, terus menerus.
Meski pemain Piston harus bekerja lebih keras demi menjaga satu orang Bulls lain yang kosong akibat penjagaan ketat terhadap Jordan, hal itu dirasa lebih baik ketimbang melulu kecolongan angka dari pemain nomor 23.
Ketika Jordan mengambil bola dari posisi setengah lapangan, Pistons akan menyiagakan dua orang untuk menjaganya. Jika dua orang itu tak berhasil dan membuat Jordan berada di bawah keranjang, maka tiga orang sisanya akan menghalanginya. Tidak peduli Jordan mengoper ke empat rekan yang lain.
“Piston selalu menginginkan orang lain yang membawa bola, bukan Jordan. Bukan terkadang, tapi selalu,” tulis jurnalis Sports Illustrated, Jack McCallum dalam artikelnya tahun 1989.
Joe Dumars, guard Pistons yang kebagian menjaga Jordanterus menekankan konseptidak membiarkan Jordan melakukan apapun dengan mudah. Dumars tidak peduli bila pada akhirnya sang pemain akan mempermalukannya dengan dunk atau gerakan spektakular lainnya.
Yang penting, Jordan tahu dia butuh usaha keras untuk itu.
Dalam kesempatan lain, Daly menegaskan, konsep Jordan Rules adalah: “Jika dia melewatimu, jatuhkan dia. Jika dia dibantu temannya, jatuhkan dia. Kami tidak mau dianggap licik-–aku tau sebagian orang berpikir demikian-–tapi kami harus membuat kontak fisik yang keras.”
Hasil dari strategi super ketat tersebut adalah: Jordan tidak berhasil membawa Bulls menjadi juara selama tiga tahun. Sebaliknya, Pistons terus melaju. Tahun 1989 dan tahun 1990, di mana dua tahun Bulls berhasil mereka hancurkan, Pistons mendapatkan dua piala berturut-turut. Tahun 1989 adalah sejarah tersendiri bagi Pistons.
Untuk pertama kalinya, mereka berhasil masuk dalam Final NBA
Bagaimana Bad Boys Terbentuk
Jurnalis ESPN, Kevin Pelton, sempat membuat daftar 50 tim terbaik sepanjang sejarah NBA. Hanya dua kali Pistons tercatat sebagai tim terbaik dan keduanya lahir dari era Bad Boys. Tak diragukan lagi, “bocah nakal” memang masih menjadi tim terbaik yang pernah dibentuk Pistons.
Jurnalis olahraga Perry A. Farrell dalam Tales From the Detroit Pistons (2004) mencatat, muasal era Bad Boys dimulai tahun 1981 ketika Pistons mendapatkan guard Isiah Thomas. Setahun kemudian, Pistons mendapatkan center Bill Laimbeer dari Cleveland Cavaliers.
Chuck Dali datang tahun 1983 sebagai pelatih. Dengan kombinasi ketiga orang itu, Pistons masih belum mendapatkan prestasi yang diharapkan. Warsa 1985, giliran Joe Dumars dan Rick Mahorn yang bergabung dengan Pistons. Dennis Rodman dan John Salley baru bergabung dengan Pistons di tahun 1986.
Sekilas tidak ada pemain bintang yang berhasil didapat Pistons untuk melengkapi permainan Isiah Thomas.
Dumars didapat Pistons dari NBA Draft dengan urutan 18. Rodman lebih parah lagi. Dia dipilih Pistons pada fase 2 NBA Draft di urutan 27. Biasanya, pemain yang dipilih lebih dulu dianggap punya kualitas tinggi. Misal saja Hakeem Olajuwon (urutan 1 NBA Draft 1984) dan Michael Jordan (urutan 3 NBA Draft 1984).
Namun, dengan anggota inilah, pada tahun 1987, Pistons berhasil mengalahkan Bulls dan masuk ke babak final wilayah Timur. Dengan Dumars bertugas menjaga Jordan, ditemani Rodman di belakang, lalu Laimbeer dan Mahorn yang siap menghadang.
Rodman menjadi pemain penting dalam hal ini. Selain sangat lincah, ia juga sangat ketat menjaga Jordan, hingga sang bintang yang gagal melewati dirinya justru melakukan pelanggaran. Adapun Laimbeer bertugas memprovokasi dan menghentikan Jordan bagaimanapun caranya. Dia tidak ragu melakukan pelanggaran dan beberapa kali terlibat keributan di dalam lapangan dengan Jordan.
Pelanggaran dan permainan fisik keras inilah yang kemudian membuat sebutan Bad Boys melekat pada Pistons.
“Laimbeer punya lompatan bagus dan Mahorn bisa diandalkan untuk bola pantul. Tapi yang paling dikenal publik adalah kemampuan mereka dalam mengintimidasi lawan,” tulis jurnalis olahraga Joanne Gerster dalam buku Detroit Pistons (2012).
Tahun 1991 dominasi Pistons akhirnya berhenti. Mereka dikalahkan oleh Bulls dalam babak playoff tanpa berhasil menang satu kalipun dalam empat pertandingan. Pada musim itu, Isiah Thomas yang menjadi penggerak Pistons mengalami cedera pada pergelangan tangan kanan. Media Orlando Sentinel memperkirakan era Bad Boys akan berakhir tidak lama lagi.
Di tahun yang sama pula NBA mulai memberlakukan aturan baru di mana orang yang melakukan pelanggaran jenis flagrant foul (tidak perlu) sebanyak dua kali, maka akan dikeluarkan dari permainan.
Perkiraan berakhirnya era Bad Boys benar adanya. Tahun-tahun berikutnya, para penggawa di era Bad Boys mulai lengser satu persatu. Laimbeer pensiun tahun 1993, Thomas di tahun 1994, John Salley keluar di tahun 1992, dan Rodman pindah ke Chicago Bulls tahun 1995 untuk bergabung bersama Jordan.
Jordan berhasil bekerjasama dengan Rodman. Namun, yang jelas tindakan dari Bad Boys Pistons bakal terus ia kenang sebagai penghalang kariernya selama di NBA. Dalam sebuah pernyataan di ChicagoTribune, Jordan secara tegas mengatakan permainan Pistons “kotor”.
“Permainan kotor dan pelanggaran yang tidak perlu, serta tindakan tidak sportif. Semoga mereka dikeluarkan dari permainan,” kata Jordan. “Saya pikir kami bermain basket yang bersih. Kami tidak bermain menyakiti orang lain dan mengotori permainan.”
Editor: Eddward S Kennedy