Menuju konten utama

Desa Adat Bali Inginkan Izin Reklamasi Dihentikan

Ketua Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi, Wayan Swarsa meminta kepada pemerintah agar izin reklamasi PT TWBI dihentikan dan tidak diperpanjang. Hal ini diungkapkan Swarsa pada Kamis (14/7/2016) di kantor Wahana Lingkungan (Walhi), Jakarta

Desa Adat Bali Inginkan Izin Reklamasi Dihentikan
(Ilustrasi) Warga menghadiri aksi damai turun ke jalan menolak rencana reklamasi Teluk Benoa di Nusa Dua, Bali. Antara Foto/Wira Suryantala.

tirto.id - Ketua Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi, Wayan Swarsa meminta kepada pemerintah agar izin reklamasi PT TWBI dihentikan dan tidak diperpanjang. Hal ini diungkapkan Swarsa pada Kamis (14/7/2016) di kantor Wahana Lingkungan (Walhi), Jakarta

Dengan didampingi ForBali dan Walhi, pihaknya telah mendatangi Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Rabu (13/7) dan setelahnya bertemu Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki untuk membicarakan penghentian reklamasi tersebut.

"Masa izin lokasi reklamasi Teluk Benoa akan berakhir pada 25 Agustus 2016, dan PT TWBI telah mengajukan perpanjangan izin lokasi kepada KKP. Kami mohon pemerintah tidak memperpanjang izin tersebut," kata Swarsa.

Dia mengatakan ada 38 desa adat dari Kabupaten Karangasem, Gianyar, Denpasar dan Badung menolak reklamasi tersebut dan kini masyarakat Bali menunggu ketegasan Presiden untuk tidak memperpanjang izin reklamasi Teluk Benoa.

Jumlah itu sedikit jika dibandingkan jumlah keseluruhan desa adat di Bali yaitu 1.453 desa adat, namun menurut Wayan jumlah yang kecil itu tidak boleh disepelekan.

"Dari 38 desa itu ada 83.565 Kepala Keluarga yang menyatakan menolak reklamasi, desa lain memang belum secara keras menolak tetapi mereka juga tidak menyatakan setuju akan adanya reklamasi tersebut," kata dia.

Dia mengakui banyak desa yang belum teredukasi dengan baik mengenai dampak reklamasi.

Namun yang jelas, teluk, sungai, gunung, hutan, danau bagi masyarakat Bali adalah tempat yang suci, adanya reklamasi telah menodai tempat suci tersebut.

"Pemerintah pusat tidak paham akan nilai-nilai spiritual yang kami junjung. Mestinya suara kami didengar," kata dia.

Menurut dia, reklamasi itu tidak untuk membangun ekonomi rakyat melainkan hanya untuk kepentingan pemodal.

Oleh sebab itu masyarakat Bali telah melakukan aksi ke jalan demi menyuarakan penolakan terhadap reklamasi.

"Perlawanan masyarakat semakin besar, jika Presiden (Joko Widodo) tidak menghentikan reklamasi, nanti pasti akan ada perlawanan massa yang lebih besar. Ini bukan ancaman," kata dia.

Menurut Direktur Walhi Bali Suriadi Darmoko, selama ini pemerintah hanya menggunakan alasan-alasan teknis bahwa reklamasi Teluk Benoa perlu dilakukan, Walhi menganggap pemerintah telah mengabaikan aspek sosial budaya masyarakat Bali.

"Reklamasi Teluk Benoa memang legal karena ada payung hukumnya yaitu Perpres nomor 51 tahun 2014, namun reklamasi itu tidak legitimasi karena rakyat Bali menolak. Mereka berbicara reklamasi ini demi kepentingan rakyat. Rakyat yang mana? Jelas-jelas rakyat Bali menolak," kata dia.

Baca juga artikel terkait

Sumber: Antara
Penulis: Rima Suliastini
Editor: Rima Suliastini