tirto.id - Ribuan siswa sekolah menengah Hong Kong bergabung dengan reli di jantung kota pada Senin (2/9/2019) di tengah hujan deras.
"Aku bisa tidak mengerjakan PR hari ini, tapi kalau saya kehilangan Hong Kong? Apa yang tersisa untuk saya?" kata Pearl Wong (16), dikutip Aljazeera. "Itulah kenapa penting bagi kami untuk menyuarakan dukungan untuk demokrasi." tambahnya.
Wong bersama empat teman dekat serta siswa-siswa lainnya menggunakan masker untuk menutupi identitas mereka, meskipun kumpulan kecil mereka nampaknya tidak akan menarik perhatian polisi.
Di sisi lain lokasi demonstrasi, terdapat spanduk bertuliskan "Tanpa masa depan, kenapa susah-susah sekolah?" dalam bahasa Cina.
"Hong Kong masih bebas, tapi kalau saya tidak memperjuangkan kemerdekaan sekarang, saya akan menyesal suatu hari nanti," kata Thomas Tsang (15).
Universitas juga seharusnya sudah memulai kegiatan belajar mengajar usai liburan musim panas, namun beberapa mahasiswanya bergabung dengan unjuk rasa di jantung kota, dan berencanan akan melakukan boikot selama dua minggu.
South China Morning Post melansir, organisator perkumpulan siswa ini menyebut ada sekitar 13 ribu orang, terdiri dari guru, murid sekolah menengah, dan masyarakat sipil, serta siswa pertukaran asal China bergabung.
"Ini tidak hanya penting bagi para siswa, tapi juga Hong Kong secara menyeluruh," kata Alex Chow Yong, ketua perkumpulan ini.
Puluhan ribu orang tersebut memperjuangkan demokrasi di negaranya, dan menuntut agar negara China tidak terlalu mencampuri politik Hong Kong. Salah seorang demonstran mengatakan bahwa ketika Hong Kong terbelah, ia tidak ingin membela yang salah, karena itulah ia mengikuti demonstrasi tersebut.
Pemerintah, di sisi lain, mengatakan bahwa mereka menghormati siswa-siswi yang mengejar demokrasi namun menyatakan bahwa mereka percaya perkembangan politik akan terselesaikan dengan mengambil langkah, bukan dengan berdiri di jalan-jalan.
Senin pagi, para pengunjuk rasa telah memadati jalanan dan menyebabkan kemacetan di jam berangkat kerja yang padat. Mereka membawa plakat menuntut demokrasi dan beberapa mengindikasikan reli tersebut akan terjadi selama dua hari.
Pihak Chinese University of Hong Kong (CHUK), yang mana mahasiswanya juga berunjuk rasa di sekitar kampus berupaya menghentikan reli, meminta agar perserikatan tersebut dibubarkan, namun perkumpulan mahasiswa tersebut ingin mempertahankan rencana yang telah dirancangnya sejak awal, BBC mewartakan.
"Saya akan ambil segala konsekuensi," kata seorang mahasiswa Sham Shui Po. "Hong Kong adalah rumah kami [...] kami adalah masa depannya dan harus bertanggung jawab menyelamatkannya."
Banyak dari para demonstran juga mengenakan tutup pada sebelah matanya untuk menunjukkan solidaritas kepada salah seorang pengunjuk rasa yang kehilangan matanya saat demonstrasi karena terkena salah satu senjata dari polisi, yaitu bean-bag.
Minggu lalu, dua aktivis demokrasi, Joshua Wong dan Agnes Chow ditangkap oleh pihak berwajib tapi kemudian dilepas kembali dengan jaminan. Joshua Wong dan Agnes Chow tergabung dalam suatu partai pro demokrasi, Demosisto.
Pengadilan memberikan keputusan untuk mendiskualifikasi Chow yang terpilih dalam pemilihan parlementer tahun lalu, karena ia berdiri untuk Demosisto, yang juga diduga mengorganisir kelompok siswa untuk berunjuk rasa melawan pemerintahan.
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Agung DH