Menuju konten utama

Dasar & Pencetus Teori Yunan Asal Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Berikut ini dasar dan pencetus teori Yunan sebagai asal-usul nenek moyang Bangsa Indonesia.

Dasar & Pencetus Teori Yunan Asal Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Ilustrasi Peta Indonesia. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Teori Yunan merupakan salah satu teori tentang asal-usul nenek moyang Bangsa Indonesia yang paling awal muncul. Salah seorang tokoh pencetus Teori Yunan adalah Robert Barron von Heine Geldern (1885-1968), ahli studi prasejarah dan arkeolog dari Austria.

Teori ini sering kali disebut teori "Out of Yunan." Berdasarkan Teori Yunan, nenek moyang Bangsa Indonesia berasal dari Yunan, wilayah China selatan (atau tenggara) yang tidak jauh dari Vietnam.

Gunadi Kasnowiharjo dalam buku Manusia dan Ranu: Kajian Arkeologi Permukiman (2017:49-50), menjelaskan Robert von Heine Geildern termasuk perintis riset prasejarah di kepulauan Indonesia. Di antara fokus kajiannya, budaya Megalitik masyarakat Nusantara masa lalu.

Melalui artikel bertajuk "Prehistoric Research in The Netherlands Indies" yang terbit pertama kali di buku Science and Scientists in the Netherlands Indies (1945), dan dirilis ulang dalam The Journal of the Polynesian Society (Vol. 60, 1951), Robert von Heine Geildern menerangkan hipotesis yang menjadi dasar Teori Yunan.

Menurut Geldern, tradisi Megalitik yang menyebar di kepulauan Indonesia dibawa oleh pendatang dari wilayah daratan China bagian tenggara, yakni Yunan. Orang-orang dari Yunan itu merupakan pendukung budaya beliung persegi (alat batu masa neolitik).

Hasil kajian Geldern menyimpulkan migrasi orang-orang dari Yunan ke nusantara terpilah dalam 2 gelombang besar. Gelombang migrasi pertama berlangsung kira-kira sejak 2500 Sebelum Masehi (SM). Adapun gelombang migrasi kedua terjadi sekitar tahun 500 SM.

Imigran Yunan di gelombang pertama tidak hanya mengusung tradisi Megalitik, tetapi juga budaya Neolitik. Jejak budaya Neolitik itu dibuktikan dengan penemuan berupa tinggalan beliung persegi dan gerabah slip merah di berbagai wilayah Indonesia.

Sementara itu, para imigran Yunan dari gelombang kedua disinyalir telah mengenal alat perkakas rumah tangga berbahan logam, terutama besi dan perunggu. Benda peninggalan mereka yang bisa ditemukan di wilayah Indonesia ialah candrasa (mirip kapak corong), nekara, manik-manik, hingga bejana perunggu.

Penelitian Robert von Heine Geildern terinspirasi penemuan Johan Hendrik Caspar Kern atau J.H.C. Kern (1833-1917), ahli filologi asal Belanda. J.H.C. Kern menekuni riset yang melacak akar bahasa masyarakat rumpun austronesia.

Mengutip artikel bertajuk "Temuan Rangka Manusia Austronesia di Pantura Jawa Tengah: Sebuah Studi Awal" dalam Jurnal Berkala Arkeologi (Vol. 33, 2013), J.H.C. Kern merumuskan teori bahwa rumpun bahasa Austronesia berakar dari bahasa Austrik.

Adapun penutur awal bahasa Austrik ialah suku bangsa yang mendiami kawasan Yunan, Tiongkok bagian selatan. Dalam perkembangannya, bahasa Austrik bercabang menjadi 2.

Cabang pertama disebut bahasa Austro-Asiatik dan digunakan oleh masyarakat di wilayah daratan Asia Tenggara dan Selatan, seperti bangsa Mon-Khmer dan Suku Munda di India. Kemudian, nama cabang kedua ialah bahasa Austronesia.

Berbeda dari cabang pertama, bahasa Austronesia itu dituturkan oleh suku bangsa yang mendiami kawasan kepulauan sangat luas. Pengguna rumpun bahasa Austronesia mulai dari penduduk Pulau Formosa di batas paling utara, masyarakat Pulau Madagaskar di batas paling barat, hingga bangsa penghuni Kepulauan Pasifik di batas paling timur, kecuali Halmahera utara dan Papua.

Bahasa Melayu dan sejumlah bahasa lain di wilayah Indonesia disinyalir oleh Kern sebagai turunan dari bahasa Austronesia. Maka dari itu, J.H.C. Kern pun dimasukkan dalam daftar tokoh pendukung teori Yunan. Ahli lainnya yang dianggap mendukung Teori Yunan adalah J.R Foster, J.R Logan, Moh. Ali, hingga Asmah Haji Omar.

Ahli sejarah Indonesia Slamet Muljana juga dihitung sebagai pendukung Teori Yunan. Dalam buku Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara, yang pertama kali terbit 1964 serta dirilis ulang tahun 2017, Slamet Muljana menerangkan bukti-bukti Teori Yunan dari segi kebahasaan.

Muljana berpendapat, satu-satunya jalur utama yang memungkinkan penyebaran penutur bahasa Austronesia purba dari Yunan adalah semenanjung Malaya dan Pulau Sumatera (2017:122).

Apalagi, sejumlah unsur bahasa Nusantara yang hingga kini dianggap sebagai Austronesia asli atau Melayu-Polinesia asli memiliki kaitan dengan pelbagai bahasa di dataran tinggi Yunan, dan daratan Asia Tenggara maupun selatan (2017:135).

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Mohamad Ichsanudin Adnan

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Mohamad Ichsanudin Adnan
Penulis: Mohamad Ichsanudin Adnan
Editor: Addi M Idhom