tirto.id - Teori Yunan menjadi salah satu pendapat yang menyuguhkan penjelasan tentang asal-usul nenek moyang Bangsa Indonesia. Simak pengertian Teori Yunan, nama tokoh yang mengemukakan, dan bukti sejarahnya di dalam artikel ini.
Dalam studi sejarah, terdapat sejumlah pendapat yang membahas perihal asal nenek moyang orang-orang Indonesia. Teori Yunan alias Out of Yunan Theory merupakan satu dari empat teori besar yang menjelaskan tentang hal tersebut.
Berbagai pendapat ini, termasuk Teori Yunan, menjadi bahan acuan untuk pengkajian ilmu sejarah. Misalnya ketika ingin meneliti sejarah budaya dan gaya kehidupan sosial masyarakat Nusantara pada masa lalu.
Apa Itu Teori Yunan?
Dalam buku bertajuk Guru Ilmu Pengetahuan Sosial Tema Sejarah SMP/MTs Kelas 7, isi teori Out of Yunan mengemukakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan. Daerah Yunan sendiri ada di wilayah China bagian selatan (atau tenggara) dan tidak jauh dari Vietnam.
Melalui artikel berjudul "Prehistoric Research in The Netherlands Indies" yang terbit pertama kali di buku Science and Scientists in the Netherlands Indies (1945), kemudian dirilis ulang dalam The Journal of the Polynesian Society (Vol. 60, 1951), Robert von Heine Geildern menerangkan hipotesis yang menjadi dasar Teori Yunan.
Menurut Geldern, tradisi Megalitik yang menyebar di kepulauan Indonesia dibawa oleh pendatang dari wilayah daratan China bagian tenggara, yakni Yunan. Orang-orang dari Yunan itu merupakan pendukung budaya beliung persegi (alat batu masa neolitik).
Isi teori Yunan menyimpulkan migrasi orang-orang dari Yunan ke Nusantara terpilah dalam 2 gelombang besar. Gelombang migrasi pertama berlangsung kira-kira sejak 2500 Sebelum Masehi (SM), kemudian gelombang migrasi kedua terjadi sekitar tahun 500 SM.
Imigran Yunan di gelombang pertama tidak hanya mengusung tradisi Megalitik, tetapi juga budaya Neolitik. Penemuan berupa tinggalan beliung persegi dan gerabah slip merah di berbagai wilayah Indonesia membuktikan jejak budaya Neolitik tersebut.
Kemudian, Teori Yunan menduga para imigran gelombang kedua telah mengenal alat perkakas rumah tangga berbahan logam, terutama besi dan perunggu. Mereka meninggalkan berbagai barang di sejumlah wilayah Indonesia, seperti candrasa (mirip kapak corong), nekara, manik-manik, hingga bejana perunggu.
Tokoh yang Mengemukakan Teori Yunan
Gunadi Kasnowiharjo dalam buku Manusia dan Ranu: Kajian Arkeologi Permukiman (2017:49-50), menjelaskan Robert von Heine Geldern termasuk perintis riset prasejarah di kepulauan Indonesia. Di antara fokus kajiannya, budaya Megalitik masyarakat Nusantara masa lalu.
Adapun tokoh yang mengemukakan Teori Yunan adalah Robert Barron von Heine Geldern (1885-1968), seorang ahli studi prasejarah sekaligus arkeolog yang berasal dari Austria. Semasa hidupnya, tokoh tersebut menghabiskan waktu untuk meneliti kebudayaan dan peradaban di kawasan Asia Tenggara.
Penelitian dia kerap mengintegrasikan teori dari ranah pengetahuan prasejarah, etnologi, dan arkeologi. Bahkan, pernah menjadi pelopor bidang antropologi Asia Tenggara melalui tulisan bertajuk "Sudostasien" (1923).
Ia sempat mengajar sebagai dosen di Universitas Wina mulai tahun 1927. Pada masa Perang Dunia II tersebut, Geldern harus melakukan pengungsian ke daerah New York, Amerika Serikat.
Geldern pernah mengajar studi Antropologi di AS, yaitu di New York University dan Columbia University. Kemudian, mendapatkan gelar profesornya di Asia Institute yang berlokasi di New York.
Ia baru kembali ke Austria mulai tahun 1949, kemudian memberikan kontribusi lagi untuk Universitas Wina. Bahkan, wafat ketika masih menjalankan pekerjaannya di instansi tersebut pada 1968.
Penelitian Robert von Heine Geildern tentang asal nenek moyang bangsa Indonesia mendapatkan inspirasi dari penemuan Johan Hendrik Caspar Kern atau J.H.C. Kern (1833-1917), seorang ahli filologi asal Belanda. J.H.C. Kern menekuni riset yang melacak akar bahasa masyarakat rumpun Austronesia.
Mengutip artikel bertajuk "Temuan Rangka Manusia Austronesia di Pantura Jawa Tengah: Sebuah Studi Awal" dalam Jurnal Berkala Arkeologi (Vol. 33, 2013), J.H.C. Kern merumuskan teori bahwa rumpun bahasa Austronesia berakar dari bahasa Austrik.
Adapun penutur awal bahasa Austrik ialah suku bangsa yang mendiami kawasan Yunan, Tiongkok bagian selatan. Dalam perkembangannya, bahasa Austrik bercabang menjadi 2.
Masyarakat di wilayah daratan Asia Tenggara dan Selatan, seperti bangsa Mon-Khmer dan Suku Munda di India, menggunakan bahasa cabang pertama yang disebut bahasa Austro-Asiatik. Kemudian, nama cabang kedua ialah bahasa Austronesia.
Berbeda dari cabang pertama, bahasa Austronesia menjadi tuturan suku bangsa yang mendiami kawasan kepulauan sangat luas. Pengguna rumpun bahasa Austronesia mulai dari penduduk Pulau Formosa di batas paling utara, masyarakat Pulau Madagaskar di batas paling barat, hingga bangsa penghuni Kepulauan Pasifik di batas paling timur, kecuali Halmahera utara dan Papua.
Kern menduga bahasa Melayu, bahasa Jawa, dan sejumlah bahasa lain di wilayah Indonesia sebagai turunan dari bahasa Austronesia. Oleh sebab itu, J.H.C. Kern masuk dalam daftar tokoh pendukung teori Yunan.
Bukti Sejarah Teori Yunan
Berdasarkan penjelasan di atas, bukti sejarah Teori Yunan mencakup peninggalan kebudayaan dan bahasa (linguistik). Berikut penjelasan mengenai dua bukti sejarah Out of Yunan Theory.
1. Bukti dari Peninggalan
Robert Barron von Heine Geldern menjadikan beberapa peninggalan kebudayaan masa lalu untuk membuktikan Teori Yunan. Misalnya peninggalan berupa kapak lonjong dan persegi yang ada di Indonesia.Dua alat bantu kehidupan sehari-hari masyarakat Nusantara terdahulu ini memiliki keserupaan dengan berbagai kapak di kawasan Asia Tengah. Khususnya pada bagian barat Indonesia, ada yang menemukan sejumlah kapak Asia.
Adapun penemuan di bagian timur Nusantara mencakup sejumlah kapak dengan bentuknya yang lonjong. Kendati sedikit berbeda, kedua alat ini sama-sama terinspirasi dari kebudayaan Yunan.
2. Bukti dari Bahasa
Ahli sejarah Indonesia Slamet Muljana mendukung Teori Yunan. Dalam buku Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara, yang pertama kali terbit 1964 serta dirilis ulang tahun 2017, Slamet Muljana menerangkan bukti-bukti Teori Yunan dari segi kebahasaan.Muljana berpendapat, satu-satunya jalur utama yang memungkinkan penyebaran penutur bahasa Austronesia purba dari Yunan. Di antaranya adalah Semenanjung Malaya dan Pulau Sumatera (2017:122).
Pelbagai bahasa di dataran tinggi Yunan, daratan Asia Tenggara, maupun selatan memiliki kaitan dengan bahasa Nusantara (2017:135). Hal ini sesuai dengan pendapat mengenai bahasa Nusantara, yakni dianggap sebagai bahasa Austronesia atau Melayu-Polinesia asli.
Ingin mengakses lebih banyak materi pembelajaran sejarah atau mata pelajaran lainnya? Pastikan untuk terus mengikuti berbagai informasi terbaru tentang materi ajar dan kebutuhan pembelajaran di sini.
Penulis: Mohamad Ichsanudin Adnan
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Yuda Prinada
Masuk tirto.id






































