tirto.id - Gubernur Jambi non-aktif Zumi Zola dituduh menerima gratifikasi sekitar Rp40 miliar lebih dan satu unit Toyota Alphard dengan nomor polisi D 1043 VBM. Ia juga didakwa menerima dolar AS dan Singapura, masing-masing berjumlah USD177.300, dan SGD100.000.
Pernyataan ini tertuang dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum dari KPK, Rini Triningsih, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/8/2018) kemarin. Perbuatan Zumi Zola dinilai bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 serta UU Nomor 28 Tahun 1999.
"Selaku gubernur telah melakukan atau ikut serta menerima gratifikasi," kata Rini dalam persidangan.
Dalam surat dakwaan, Zumi Zola ditulis menerima gratifikasi dari tiga orang dekatnya, Apif Firmansyah sebesar Rp34,639 miliar dan Asrul Pandapotan Sihotang sebesar Rp2,770 miliar, USD147.300 serta satu unit Alphard. Sementara melalui Arfan, Zumi Zola menerima Rp3,068 miliar, USD30 ribu, dan SGD100 ribu.
Jaksa juga mendakwa Zumi Zola melakukan atau ikut serta memberikan janji uang antara Rp200 juta - Rp250 juta bagi setiap anggota DPRD Jambi. Uang itu diduga untuk mengesahkan RAPBD Provinsi Jambi.
Pria kelahiran 31 Maret 1980 itu diancam pidana seperti yang diatur Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Sementara untuk uang ketok palu pengesahan RAPBD Jambi, Zumi Zola disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf A UU 31/1999 juncto Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
Uang Gratifikasi Zumi Zola Diduga Mengalir ke PAN
Dalam surat dakwaan, Jaksa KPK juga menjelaskan secara detail bagaimana Zumi Zola mendapatkan uang gratifikasi dan ke mana itu mengalir.
Berdasarkan dakwaan jaksa, selepas dilantik pada Februari 2016, Zumi Zola langsung membentuk tim yang diketuai Apif Firmansyah. Apif adalah teman lama yang pernah menjabat Bendahara Tim Sukses Zumi Zola di Pilgub Jambi 2016.
Salah satu anggota tim ini adalah Muhammad Imaduddin, rekanan untuk mengerjakan proyek tahun anggaran 2016 yang belum dilelangkan, sekaligus mengumpulkan fee proyek dari rekanan maupun kepala dinas Pemprov Jambi.
Atas persetujuan Zumi, Apif pun meminta Imaduddin membiayai kebutuhan sang kepala daerah yang baru saja dilantik.
Sejak Februari 2016, Imaduddin membantu Zumi Zola hingga mencapai jumlah Rp1,235 miliar. Uang yang diberikan Imaduddin itu pun digunakan Zumi Zola untuk sejumlah kebutuhan, mulai dari kepentingan parpol hingga kurban Iduladha 2016.
Berdasarkan surat dakwaan KPK, dana gratifikasi Zumi Zola yang mengalir ke partai mencapai ratusan juta, antara lain: Rp75 juta untuk biaya akomodasi pengurus DPD PAN Kota Jambi untuk menghadiri pelantikan Zumi Zola di Jakarta pada Februari 2016.
Zumi Zola kembali menggunakan uang gratifikasi Rp274 juta untuk biaya pembelian dua unit mobil ambulans pada Maret 2016. Mobil itu akan dihibahkan kepada DPD PAN Kota Jambi agar saudaranya, Zumi Laza, dapat terpilih menjadi Ketua DPD PAN Kota Jambi dan dicalonkan sebagai Wali Kota Jambi 2018.
Untuk keperluan pencalonan Zumi Laza sebagai Walikota Jambi 2018, Zumi Zola juga menggunakan dana gratifikasi sebesar Rp70 juta untuk pembayaran pembuatan 10 spanduk dan sewa 10 titik lokasi billboard pada Maret 2016.
Pada April 2016, Zumi Zola kembali menggunakan uang gratifikasi sebesar Rp60 juta untuk keperluan kekurangan sewa kantor DPD PAN Kota Jambi selama dua tahun.
Zumi Zola juga pernah menggunakan uang dari Imaduddin ini untuk membeli 10 hewan kurban pada Iduladha 2016. Kesepuluh hewan kurban ini nilai totalnya mencapai Rp156 juta. Sementara sekitar Rp500 juta lainnya digunakan untuk menggelar acara pisah sambut Muspida, pada Mei 2016.
Sumber Penerimaan Lain
Uang hasil gratifikasi Zola ini tidak hanya berasal dari Imaduddin. Pada Agustus 2016, atas saran Apif, ia menunjuk Dody Irawan menjadi Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi. Selepas dilantik, Zumi menyampaikan pesan agar Dody selalu loyal, royal, dan total.
Sebagai perintah pertama, Zumi meminta Dody untuk berkoordinasi dengan Apif soal pengaturan proyek di Dinas PUPR Jambi tahun anggaran 2017. Untuk itu, Apif meminta Dody dan Imaduddin untuk mulai menarik uang fee ijon kepada para rekanan.
Apif, Dody dan Imanuddin mulai bekerja dari September 2016 hingga Mei 2017. Akhirnya ketiganya berhasil mengumpulkan fee ijon sebesar Rp33,4 miliar dengan rincian Apif mengumpulkan Rp13 miliar dan Imanuddin Rp19,4 Miliar.
Uang ini pun dipakai Zumi Zola untuk beragam hal, antara lain: Rp3 miliar dialirkan untuk menyokong kampanye calon Bupati Muaro Jambi yang diusung PAN, Masnah Busro-Bambang Bayu Suseno.
Selain itu, Zumi Zola juga mengambil Rp300 juta untuk pergi umrah bersama keluarganya. Zumi pun memberikan uang sejumlah Rp600 juta kepada anggota DPRD Jambi agar laporan pertanggungjawabannya selaku Gubernur Jambi dapat diterima.
Zumi Zola juga pernah mengambil Rp1 miliar untuk keperluan ibunya. Uang disetorkan oleh Dody kepada seorang asisten Zumi Zola bernama Asrul Pandapotan Sihotang di Hotel Mega Proklamasi, Menteng, Jakarta. Oleh Asrul kemudian uang ini diserahkan kepada Zumi Laza.
Tak hanya itu, Zumi Zola beberapa kali meminta uang kepada ketiga rekannya itu untuk keperluan pribadinya. Pada Februari 2017, misalnya, melalui Apif, Zumi meminta uang sebesar Rp10 miliar kepada Imanuddin. Namun, Imanuddin hanya dapat memberikan Rp3 miliar yang ditarik Apif dalam bentuk dolar Singapura pada 10 Maret.
Hubungan Zumi Zola dengan Apif mulai tidak harmonis sejak Mei 2017. Zumi dan keluarganya akhirnya tidak lagi menjadikan Apif sebagai orang kepercayaan. Zumi kemudian menunjuk Asrul Pandapotan Sihotang, mantan timsesnya saat Pilgub.
Asrul diperintahkan untuk mengumpulkan fee dari para rekanan dan Kepala Dinas Organisasi Pemerintah Daerah (OPD). Selain itu, Zumi juga memerintahkan Kepala Bidang Bina Marga Provinsi Jambi Arfan untuk menjalankan hal yang sama.
Keduanya berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp6,83 miliar, USD177.300 dan SGD100.000. Selain itu, Asrul juga mendapatkan Toyota Alphard dari Joe Fandy Yusman alias Asiang. Mobil itu diberikan kepada Zumi Zola pada Agustus 2017.
Skandal korupsi Zumi Zola terbongkar setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan di Jambi, akhir November 2017. KPK lantas mengembangkan kasus hingga akhirnya menetapkan Zumi Zola sebagai tersangka pada Januari 2018.
Zumi Zola resmi menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/8/2018) kemarin.
"Nanti kami tinjau"
Aliran dana korupsi direspons oleh PAN, bekas partai Zumi Zola yang berkali-kali disebut dalam dakwaan. Eddy Soeparno, Sekjen PAN, mengaku belum tahu apa disampaikan KPK. Ia meminta wantu untuk mempelajari dulu masalahnya.
"Kalau itu memang benar [ada aliran dana], tentu akan mendapat perhatian tersendiri dari DPP PAN," katanya kepada Tirto di Jakarta, tadi malam.
"Nanti akan kami tinjau," Eddy menegaskan.
Zumi Zola sendiri enggan bicara banyak soal dakwaan ini. "Pada intinya saya ikuti dan hormati proses hukum yang berlaku. Tadi sudah sama-sama dengar, kami berharap bisa berjalan dengan lancar," Kata Zumi setelah sidang.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz