Menuju konten utama

Dalih Polda Papua Soal Penangkapan Aktivis KNPB Saat Gelar Diskusi

Juru Bicara KNPB Ones Suhuniap mengatakan diskusi yang mereka gelar dilindungi Undang-undang.

Dalih Polda Papua Soal Penangkapan Aktivis KNPB Saat Gelar Diskusi
Perusakan Sekretariat Pusat Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Kampung Vietnam, Waena, Papua dan pembubaran diskusi di Asrama Mahasiswa Pegunungan Bintang, Jayapura, Papua, Senin (19/11/2018). Diduga dilakukan aparat gabungan TNI dan Polri. Polres Jayapura Kota menangkap 107 aktivis yang menjadi peserta diskusi. FOTO/Dok.KNPB

tirto.id - Kepolisian Resor Jayapura Kota memeriksa ratusan orang terkait diskusi yang diadakan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Kampung Vietnam, Waena, Papua, Senin (19/11/2018), sekitar pukul 10.16.

Polisi bersikeras mengatakan tak ada penangkapan atas peristiwa tersebut. Padahal, ada sekitar 126 orang (versi polisi: 107) yang dibawa ke Polres Jayapura Kota. Namun, Kabid Humas Polda Papua Ahmad Mustofa Kamal menegaskan, tindakan polisi hanya mengacu pada aturan yang berlaku.

"Kelompok yang menamakan dirinya KNPB, bukan ditangkap, tapi kegiatan mereka dibubarkan karena tidak ada pemberitahuan kepada Polresta Jayapura," jelas Kamal kepada Tirto, Selasa (20/11/2018).

Kamal menjelaskan bahwa ratusan orang itu hanya dimintai keterangan. Menurutnya, kelompok ini ilegal karena belum terdaftar secara resmi di Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri (Kesbangpol).

"Kelompok KNPB ini tidak terdaftar di Kesbangpol Provinsi Papua. Kegiatan mereka mengarah giat politik separatis sehingga dibubarkan dan mereka dimintai keterangan di Polresta Jayapura," tegas Kamal lagi.

Polres Jayapura Kota juga menyita berbagai barang dari panitia diskusi KNPB. Seluruh barang itu diangkut menggunakan dua truk. Beberapa di antara, dua spanduk bertuliskan "Kongres Ke-II KNPB, Sadar dan Lawan: Membangun Kesadaran dan Kekuatan Perlawanan Dalam Negeri untuk Mengusir Praktek Militerisme, Kolonialisme, Kapitalisme, dan Imprealisme".

Kemudian satu unit printer, satu baju bermotif bintang kejora, dua noken bercorak bintang kejora, dan 17 unit sepeda motor tanpa surat resmi.

Penjelasan Juru Bicara KNPB Soal Pembubaran Diskusi

Saat dihubungi Tirto, Juru Bicara KNPB Ones Suhuniap mengatakan ada sekitar 150 orang personel gabungan TNI dan Polri yang mendatangi sekretariat mereka. Personel gabungan itu diduga melakukan kekerasan di sekretariat itu.

"Polisi mendatangi sekretariat, melakukan perusakan semua fasilitas kantor, pintu dibongkar, lemari dan alat-alat yang ada di sekretariat dirusak," kata Ones saat dihubungi reporter Tirto melalui sambungan telepon, Senin (19/11/2018).

Ones menjelaskan, saat itu KNPB tengah memperingati hari kelahiran organisasi yang ke-10. Salah satu rangkaian kegiatannya ialah diskusi publik di Asrama Mahasiswa, Pegunungan Bintang, Jayapura. Beberapa pemateri yang diundang dari akademisi, peneliti, dan pemerhati HAM.

Ones menjelaskan, diskusi yang mereka gelar dilindungi Undang-undang. Menurutnya negara wajib menjamin hak berserikat, berkumpul, berpendapat, dan berorganisasi. Apalagi jika negara Indonesia mematuhi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.

"KNPB sebenarnya hanya menyampaikan solusi untuk mengakhiri segala konflik di Papua," lanjut Ones. "Rakyat yang menentukan apakah Papua mau tetap dengan Indonesia atau mau merdeka."

Namun sayang sekali, kata Ones, pemerintahan Jokowi mengabaikan solusi KNPB yang demokratis dan tanpa kekerasan itu. Indonesia justru alergi dengan kata "referendum".

Terkait pembubaran diskusi KNPB dan penangkapan tersebut, Peneliti Indonesia di Human Rights Watch (HRW) Andreas Harsono menegaskan, Polda Jayapura harus bertanggung jawab memberikan penjelasan. Sebab, ada dugaan, terjadinya pencabutan hak kebebasan berkumpul, berpendapat, serta rasialisme terhadap orang Papua.

"Saya kadang heran apa polisi-polisi rambut lurus, polisi Indonesia, tak capek melanggengkan rasialisme terhadap orang kulit hitam, rambut keriting di Tanah Papua? Mengapa tak mencoba jadi polisi yang lebih ramah terhadap orang Papua?" ujar Andreas kepada reporter Tirto, Senin (19/11/2018).

Baca juga artikel terkait PENANGKAPAN AKTIVIS atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto