tirto.id - Presiden Jokowi menjadi penerima vaksin pertama dalam vaksinasi Covid-19 perdana yang digelar di Istana Merdeka, Jakarta pada Rabu, 13 Januari 2021. Penyuntikan vaksin virus corona pada Presiden Joko Widodo pada hari ini mengawali program vaksinasi Covid-19 yang bakal digelar secara massal dan gratis di Indonesia.
Penyuntikan vaksin Covid-19 untuk Jokowi dilakukan oleh Wakil Ketua Dokter Kepresidenan, Prof. dr. Abdul Muthalib dengan dibantu seorang asisten yang mempersiapkan peralatan. Adapun vaksin Covid-19 yang disuntikkan kepada Jokowi adalah CoronaVac, vaksin buatan Sinovac Life Science, perusahaan farmasi asal Tiongkok yang bekerja sama dengan BUMN, PT. Bio Farma (Persero).
Vaksin tersebut telah melalui sejumlah uji klinis, hingga fase 3, yang melibatkan 1.620 relawan di Bandung, sekaligus sudah mendapatkan izin penggunaan darurat [EUA] dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta telah dinyatakan suci dan halal oleh MUI, demikian dikutip dari rilis resmi Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden.
"Saya telah menerima suntikan vaksin Sinovac. Evaluasi BPOM, efikasinya 65,3%, di atas standar WHO yang 50%. MUI juga menyatakan vaksin Sinovac halal. Saya telah memerintahkan agar vaksinasi Covid-19 segera dilaksanakan di seluruh Tanah Air," tulis Jokowi di unggahan akun twitter resmi miliknya, pada hari ini.
"Saya ditanya: pernah terkonfirmasi positif Covid-19, pernah batuk atau pilek, mengidap penyakit jantung, atau penyakit lain seperti ginjal? Dll. Semua saya jawab tidak. Pukul 9.42 WIB ini, saya memulai ikhtiar besar untuk terbebas dari pandemi dengan menerima vaksin Covid-19," begitu unggahan Jokowi lainya pada hari yang sama.
Setelah menjalani penyuntikan vaksin, Presiden Jokowi mengikuti proses observasi kemungkinan Kejadian Ikutan Pascaimunasisi (KIPI) di Ruang Oval, Istana Merdeka, selama sekitar 30 menit. Presiden tampak berkegiatan seperti biasa setelah proses vaksinasi.
Daftar Penerima Vaksin Sinovac Pertama Hari Ini
Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 perdana di Istana Negara Jakarta pada hari ini disiarkan secara langsung melalui live streaming di kanal Youtube Sekretariat Presiden. Siaran langsung tersebut merekam proses penyuntikan vaksin Sinovac kepada Presiden Jokowi.
Selain itu, ada sejumlah orang lain yang juga disuntik vaksin Sinovac di Istana Negara, setelah Jokowi. Mereka terdiri atas pejabat pemerintahan, perwakilan beberapa organisasi, dan termasuk pula pesohor yang mewakili generasi milenial.
Mengutip rilis resmi Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, daftar nama peserta vaksinasi Covid-19 perdana di Istana Negara, selain Jokowi adalah sebagai berikut.
1. Daeng Mohammad Faqih (Ketua Umum PB IDI)
2. Amirsyah Tambunan (Sekjen MUI dan perwakilan Muhammadiyah)
3. Ahmad Ngisomudin (Rois Syuriah PBNU/Dosen UIN Raden Intan Lampung)
4. Marsekal Hadi Tjahjanto (Panglima TNI)
5. Jenderal Pol. Idham Azis (Kapolri)
6. Raffi Ahmad (perwakilan milenial)
7. Budi Gunadi Sadikin (Menteri Kesehatan)
8. Unifah Rosyidi (Ketua Umum PGRI)
9. Ronald Rischard Tapilatu (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia)
10. Romo Agustinus Heri Wibowo (Konferensi Waligereja Indonesia)
11. I Nyoman Suarthani (Parisada Hindu Dharma Indonesia)
12. Partono Nyanasuryanadi (Persatuan Umat Buddha Indonesia)
13. Peter Lesmana (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia).
14. Penny Kusumastuti Lukito (Kepala BPOM)
15. Rosan Perkasa Roeslani (Ketua Kadin)
16. Ade Zubaidah (Sekjen Ikatan Bidan Indonesia)
17. Harif Fadhillah (Ketua Umum DPP PPNI)
18. Nur Fauzah (perwakilan perawat/pegawai Dinkes DKI Jakarta)
19. Lusy Noviani (Wasekjen Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia)
20. Agustini Setiyorini (perwakilan buruh)
21. Narti (perwakilan pedagang).
22. Wiku Adisasmito (Juru Bicara Satgas Covid-19)
23. Reisa Asmo Subroto (Juru Bicara Satgas Covid-19)
Namun, sesuai penjelasan Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden, di antara nama-nama di atas, ada calon penerima vaksin yang belum dapat memperoleh vaksin Covid-19 kali ini, berdasarkan ketentuan medis. Jadi, mereka hanya sempat mengikuti pemeriksaan medis, sebelum proses vaksinasi.
"Hal tersebut merupakan bentuk kehati-hatian demi memastikan keamanan dan keselamatan para penerima vaksin," tulis Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden.
Sebagai informasi, vaksin Sinovac membutuhkan dua kali penyuntikan masing-masing sebanyak 0,5 mililiter dengan jarak waktu 14 hari. Untuk itu, para penerima vaksin akan mendapatkan kartu vaksinasi dan diingatkan untuk kembali menerima vaksin yang kedua kalinya.
Terkait aspek keamanan vaksin ini, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menegaskan bahwa hal itu sudah dipastikan. Sebab, BPOM sudah mengeluarkan sertifikasi Emergency Use of Authorization (EUA) dan MUI pun telah menerbitkan sertifikasi Halal berdasarkan fatwa No. 2 Tahun 2021.
"Kedua sertifikasi ini telah memenuhi standar medis, sehingga berkhasiat, minim efek samping dan juga halal," kata Wiku pada Selasa (12/1/2021) kemarin.
Izin penggunaan darurat (EUA) untuk vaksin Simovac diterbitkan BPOM karena vaksin itu dinilai sudah memenuhi standar medis, terkait keamanan, dosis, efek samping, dan kemanjurannya atau tingkat efikasinya. Dasar pemberian EUA itu: data keamanan subjek uji klinis, data imunogenisitas dan data efikasi vaksin berdasarkan hasil uji klinis tahap I, II, dan III.
"Lalu, untuk sertifikat halal, pun dikeluarkan berdasarkan kajian kehalalan vaksin melalui beberapa tahapan termasuk kunjungan ke fasilitas pembuatan vaksin Sinovac di China," ujar Wiku.
Wiku menjelaskan, berdasarkan data dalam laporan hasil uji klinis di Indonesia, diketahui bahwa efikasi vaksin mencapai 65,3 persen. Ini berarti terjadi penurunan 65,3 persen kemunculan kasus positif Covid-19 pada kelompok yang divaksinasi.
Besaran angka efikasi ini didapatkan dari perbandingan kelompok yang divaksin dan tidak divaksin. Tentang hal ini, sudah dibuktikan pada saat masa uji klinik yang terkontrol di Bandung.
Oleh karena itu, Wiku meminta masyarakat tidak perlu ragu terhadap efektivitas vaksin ini, karena standar efikasinya telah melampaui standar minimal yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia atau WHO, yakni 50 persen.
Editor: Agung DH