Menuju konten utama

Daftar Insentif Pajak Baru yang Segera Diberikan Pemerintah

Kemenkeu sedang melakukan finalisasi terhadap sejumlah rancangan PMK yang mengatur pemberian beberapa insentif baru terkait perpajakan.

Daftar Insentif Pajak Baru yang Segera Diberikan Pemerintah
Menkeu Sri Mulyani Indrawati (kiri) bersama Wakil Menteri Mardiasmo (Kanan) menyampaikan paparan dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (15/11/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan kementeriannya sedang menyiapkan sejumlah regulasi baru soal insentif perpajakan. Finalisasi sejumlah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur beberapa insentif baru itu sedang dilakukan.

Berdasar penjelasan Sri Mulyani, ada tujuh jenis insentif baru yang akan diberikan oleh pemerintah ke dunia usaha di sejumlah sektor. Insentif-insentif itu diberikan untuk mengerek investasi dan peningkatan ekspor.

Pertama, insentif pajak terkait dengan sektor hulu migas. Sri Mulyani mengatakan regulasi soal insentif ini akan segera diterbitkan.

“Pertama adalah fasilitas pajak tidak langsung untuk bidang Hulu Migas dan pengalihan Participating Interest dan Uplift. Itu sedang kita selesaikan bersama-sama dengan Kementerian ESDM,” kata dia usai rapat terbatas di Istana Bogor, pada Rabu (21/11/2018) seperti dilansir laman Sekretariat Kabinet.

Kedua, pemerintah berencana menambah jumlah kegiatan ekspor jasa yang bisa mendapat insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 0 persen.

“Sekarang ini kita masukkan [sektor baru] jasa teknologi dan informasi, jasa untuk penelitian dan pengembangan, jasa hukum, jasa akuntansi pembukuan (jasa audit), jasa perdagangan, jasa interkoneksi, jasa sewa alat angkut dan jasa pengurusan alat transportasi (freight forward),” kata Sri.

Ketiga, insentif terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari sumber daya alam. PMK baru akan mengatur insentif untuk mendorong eksportir lebih lama menempatkan devisa di dalam negeri. Misalnya, untuk penempatan 1 bulan, PPh final deposito turun jadi 10 persen; selama 3 bulan sebesar 7,5 persen; dan jika lebih dari 6 bulan, 0 persen.

“Apabila devisa hasil ekspor diletakkan dalam deposito rupiah [dalam 1 bulan] maka PPh-nya hanya 7,5 persen. Apabila 3 bulan dalam bentuk rupiah, PPh-nya hanya 5 persen,” kata Sri Mulyani.

Keempat, Kemenkeu juga segera merampungkan PMK tentang Penggunaan Nilai Buku dalam rangka Penggabungan, Peleburan, dan Pemekaran Usaha. Sri Mulyani menjelaskan PMK itu disiapkan untuk meningkatkan kapasitas perusahaan-perusahaan dalam merger akuisisi maupun pembentukan holding.

Kelima, insentif terkait Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk rumah dan apartemen. Ia mengatakan batas bawah harga hunian yang terkena PPnBM akan dinaikkan dari Rp20 miliar menjadi Rp30 miliar. PPh pasal 22 untuk pembelian hunian kategori tersebut juga akan turun dari 5 persen menjadi 1 persen.

Keenam, insentif terkait bea keluar minerba dan kewajiban untuk membangun smelter. Kemenkeu masih berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk membahas perpajakan dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) batubara.

“Ini untuk mengatur berbagai macam perusahaan yang bekerja di industri batubara generasi pertama. Ini sedang diselesaikan bersama-sama dengan Menteri ESDM dari revisi PP 23 Tahun 2010,” kata dia.

Ketujuh, menurut Sri Mulyani, pemerintah akan merevisi PP Nomor 69 Tahun 2015 yang terkait PPN impor kendaraan angkutan, terutama untuk sewa pesawat dari luar negeri. “Agar Indonesia, dibanding negara-negara ASEAN, bisa sama dari segi rezim PPN, terutama di bidang angkutan udara, dalam bentuk sewa pesawat dari luar negeri,” ujar dia.

Baca juga artikel terkait PAJAK atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom