Menuju konten utama

Covid-19 Bukan Kutukan dan Bukan Akhir Perjalanan Hidup

COVID-19 bisa disembuhkan, masyarakat tak perlu panik atau memberikan stigma. Yang perlu dilakukan adalah menjaga jarak, cuci tangan, dan pakai masker.

Covid-19 Bukan Kutukan dan Bukan Akhir Perjalanan Hidup
Warga berjalan di dekat mural berisi pesan ajakan menggunakan masker dan replika peti mati COVID-19 di Cikoko, Pancoran, Jakarta, Jumat (2/10/2020). l. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pras.

tirto.id - COVID-19 itu bukan merupakan penyakit kutukan dan tidak berarti akhir dari perjalanan hidup seseorang yang menderitanya. COVID-19 seperti penyakit lain yang bisa disembuhkan.

Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19 (Satgas COVID-19) Dr. Turro Wongkare menyatakan hal tersebut saat berbicara di Media Center Satgas COVID-19 di rGaha BNPB Jakarta pada Kamis (1/10) siang.

Turro menyatakan penderita COVID-19 sama seperti orang mengindap penyakit TBC yang wajib menggunakan masker dan membutuhkan dukungan dari keluarga dan lingkungan.

"COVID-19 itu bukan kutukan. COVID-19 penyakit biasa yang menular sama dengan TBC, cacar, dan flu. Hanya ini mematikan kalau tidak ikuti protokol bisa terpapar," ujar Turro dalam talkshow bertema "Pencegahan COVID-19: Beda Masyarakat, Beda Startegi?”

Bukan Akhir Perjalanan Hidup

Turro menegaskan penderita COVID-19 bukan berarti akhir dari perjalanan hidup. Seperti penderita TBC, mereka yang positif COVID-19 juga berpotensi sembuh.

Masyarakat, kata Turro, tidak memberikan stigma negatif terhadap penderita COVID-19. Kehidupan bermasyarakat harus tetap berlanjut dengan membiasakan hidup sesuai protokol kesehatan, baik saat bekerja maupun di rumah.

"Ini sesuatu yang biasa, mengubah hidup secara keseluruhan. Ini (COVID-19) sama dengan penyakit lainnya. Jangan dijauhi, apalagi sampai dikucilkan," ujar dia.

Turro menyoroti hasil survei BPS pertengahan September 2020 lalu. Dalam survei disebutkan 7 persen masyarakat memberikan stigma pada penderita COVID-19. "Harus ada keseimbangan dalam menyampaikan informasi tanpa menakut-nakuti," ujarnya.

Tetap Memakai Masker dan Mensterilkan Rumah

Dalam diskusi yang sama, Dr (DMB) dr Norman Zainal, SpOt mengatakan pemakaian masker menjadi alat mencegah penularan atau tertular virus corona. Masker secara ilmiah diyakini mencegah penularan melalui droplet. Pemerintah memproduksi masker agar harganya terjangkau bagi masyarakat.

Selain menggunakan masker, masyarakat perlu membuat zonasi di rumah. Zonasi di rumah berarti melakukan pemetaan terhadap ruangan-ruangan yang berpotensi menjadi tempat virus berada.

Zonasi itu misalnya halaman depan rumah, tempat menyimpan sepatu atau sandar bisa dianggah zona merah. Alasannya di tempat tersebut berpotensi membawa paparan dari luar. Zonasi lain misalnya ruang tamu bisa dianggap zona kuning, dan kamar tidur zona hijau.

"Zona hijau dan kuning itu harus dipertahankan dan dibersihkan menggunakan cairan sehingga bisa mengusir kuman," ujarnya.

Norman menyebutkan sosialisasi patuh protokol kesehatan perlu sarana pendukung untuk mempermudah. Sebagai contoh, “Siapkan keran atau ember mencuci tangan di setiap rumah guna mempermudah," ujarnya.

----------------------------------------

Artikel ini diterbitkan atas kerja sama Tirto.id dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Baca juga artikel terkait KAMPANYE COVID-19 atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Agung DH
Editor: Iswara N Raditya