Menuju konten utama

Cori "Coco" Gauff, Sang Pemberi Kejutan di Wimbledon 2019

Coco bisa tampil di Wimbledon 2019 karena kejutan dari penyelenggara turnamen grand slam paling tua di dunia itu. Kini, ia balik memberikan kejutan untuk para penikmat tenis.

Cori
Cori "Coco" Amerika Serikat kembali ke Venus Williams Amerika Serikat dalam pertandingan tunggal putri di hari pertama Wimbledon Tennis Championships di London, Senin, 1 Juli 2019. Tim Irlandia/AP

tirto.id - Cori “Coco” Gauff, petenis berusia 15 tahun asal Amerika, setidaknya berhasil bikin dua kejuatan dalam gelaran Wimbledon 2019. Kejutan pertama, meski hanya bisa bermain di Wimbledon dengan status wild card, ia ternyata berhasil melewati babak kualifikasi dengan mudah. Ia langsung mencatatkan sejarah baru dengan menyandang status sebagai petenis paling muda yang akan bertarung dalam babak utama Wimbledon.

Pada Senin (1/7/19) waktu Inggris, Gauff bikin kejutan tambahan kala tampil pada babak pertama turnamen Grand Slam paling tua di dunia itu: Gauff berhasil mengalahkan Venus Williams, juara tunggal putri Wimbledon lima kali. Tak main-main, dalam laga yang digelar di Court 1 itu, Gauff menang dua set langsung atas petenis idolanya itu, 6-4, 6-4.

Dalam laga yang ia anggap sebagai “mimpi yang menjadi nyata” itu, Gauff bahkan tak hanya mengalahkan Venus. Dengan kombinasi antara kekuatan, tubuh atletis, kecerdasan pengambilan keputusan, serta jiwa kompetitif yang tampak jauh di atas usianya, Gauff berhasil membuat Venus pontang-panting.

Statistik mencatat Gauff unggul di segala sisi atas Venus. Pukulan winner Gauff mencapai 18 kali, sementara Venus hanya 16 kali. Ia juga memenangi angka lebih banyak daripada Venus, 63 angka berbanding 52 angka. Dan yang terakhir, Gauff mampu melesakkan empat kali ace, sementara Venus hanya mampu mencatatkan dua ace.

John McEnroe, juara Wimbledon dua kali di nomor tunggal pria, lantas menandaskan hitung-hitungan statistik tersebut dengan sebuah pujian. “Aku melihat bagaimana caran Gauff bermain. Seandainya ia tidak mampu menjadi petenis nomor 1 dunia saat usianya menginjak 20 tahun, aku akan sangat terkejut, ” kata McEnroe kepada BBC.

Dan, setelah memberikan dua kejutan serta memikat para penikmat tenis tersebut, Gauff ternyata tak luput memberikan kejutan untuk dirinya sendiri. Setelah menang atas Venus, ia menangis.

“Ini adalah pertama kalinya aku menangis sesudah pertandingan. Sebelum ini, aku terakhir kali menangis saat menonton adegan Iron Man mati dalam film Avengers: Endgames. Mataku selalu berkaca-kaca setiap kali mengingatnya.“ kata Gauff sesudah pertandingan.

Turunan Atlet

Gauff lahir di Florida, Amerika, pada 13 Maret 2004, dengan membawa DNA olahraga dari kedua orang tuanya. Corey, ayah Gauff, adalah mantan point guard basket dari Georgia. Sedangkan ibunya, Candi, dulunya adalah atlet lompat gawang dari Florida.

Meski begitu, seandainya Serena Williams dan Venus Williams tidak menggegerkan kancah tenis dunia kala Gauff masih kecil, ia barangkali tak akan memilih tenis untuk menyalurkan DNA olahraganya. Sejak usianya baru menginjak 7 tahun, Gauff pun hanya punya dua kegiatan: sekolah dan berlatih tenis untuk mengikuti jejak idolanya.

Sebelum Gauff bikin kejutan di Wimbledon, ia sudah menjadi buah bibir di Amerika terlebih dahulu. Hal ini dibenarkan oleh Tracy Austin, mantan petenis Amerika, yang pernah menyebut Gauff “dilahirkan untuk sesuatu yang besar.” Alasan Tracy: di level junior, Gauff mampu menorehkan prestasi sangat membanggakan.

Saat usia Gauff baru menginjak 10 tahun, Patrick Mouratoglou, pemilik Mouratoglou Tennis Academy sekaligus pelatih Serena Williams, menyebut Gauff sebagai “sebuah harapan yang luar biasa.” Tiga tahun kemudian, Coco, sapaan akrab Gauff, sudah mampu menembus babak final Amerika Terbuka Junior 2017. Terakhir, pada saat berusia 14 tahun, ia bahkan berhasil menggenggam juara Prancis Terbuka Junior 2018 sekaligus menjadi peraih gelar paling muda kedua dalam sejarah kejuaraan junior di lapangan tanah liat tersebut.

Dari prestasinya di level junior itu, pintu kejuaraan tenis senior pun langsung terbuka lebar untuk Coco. Pada tahun 2018, ia mulai ambil bagian dalam turnamen yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, dari Amerika Terbuka 2018, Australia Terbuka 2019, hingga Miami Terbuka 2019. Sayangnya, dalam tiga turnamen tersebut, prestasi Coco ternyata berantakan.

Di Amerika Terbuka 2018, Coco langsung gugur pada babak kualifikasi pertama. Dalam gelaran Australia Terbuka 2019, prestasinya hanya naik satu tingkat, yakni menembus babak kualifikasi putaran kedua. Dan terakhir, Coco juga kalah pada babak kedua Miami Terbuka 2019.

Meski kegagalan-kegagalan Coco tersebut tersebut membuat peringkat terlempar ke posisi 313 dunia, Coco ternyata tak mau melempar handuk. Sadar bahwa peringkatnya itu tidak akan membuatnya lolos ke Wimbledon 2019, ia memutuskan untuk berlatih di Prancis selama Wimbledon digelar.

Namun, bakat Coco ternyata tak dapat berbohong. Di balik kekalahannya dalam tiga turnamen tersebut, tak sedikit yang menilai bahwa Coco mengalami perkembangan signifikan. Alhasil, ia pun mendapatkan kabar mengejutkan menjelang keberangkatannya ke Prancis yakni penyelenggara Wimbledon menghubungi ayahnya. Coco bisa tampil di Wimbledon 2019 dengan status wild card.

Dari sini, kejutan panitia Wimbledon pun berbalas kejutan dari Coco.

Menuju Venus

Menurut laporan Christopher Clarey dari New York Times, sebelum hari Senin yang mengejutkan itu, Coco sebetulnya hanya sekali bertatap muka dengan Venus Willams. Saat itu, pada Februari 2018, Coco menghadiri acara makan malam tim Fed Amerika yang diperkuat oleh Venus. Namun, ia ternyata sama sekali tak berinteraksi dengan idolanya itu. Malahan, saat Venus bertanding di atas lapangan, Coco hanya menjadi tim sorak dari bangku penonton.

Kemudian, dunia ternyata berputar begitu cepat. Sekitar 16 bulan setelah pertemuan itu, Coco berhasil melewati babak kualifikasi Wimbledon 2019 secara meyakinkan. Aliona Bolsova, Valentina Ivakhenko, dan Greet Minnen, lawan-lawan Coco pada babak kualifikasi, berhasil dilewati dengan mudah. Setelah itu datanglah undian babak utama yang tampak seperti mimpi di siang bolong bagi petenis berusia 15 tahun tersebut: pada babak pertama, Coco akan menjadi lawan Venus.

Pada akhirnya, Coco pun tidak hanya bertegur sapa dengan Venus. Ia bisa bertanding melawan Venus, mengalahkannya, sekaligus mendapatkan pujian dari sang Idola.

"Langit akan menjadi batasnya," puji Venus setelah pertandingan. "Ia [Coco] berhasil melakukan segalanya dengan baik hari ini... Ini adalah pertandingan yang bagus untuknya."

Lantas, apa kunci kemenangan Coco dalam pertandingan tersebut?

Coco hanya mempunyai satu mantra yang selalu ia pegang teguh sejak jauh hari, yakni menjadi yang terhebat. Maka, saat berada di atas lapangan, ia pun hanya mempunyai satu keyakinan.

“Di atas lapangan, aku tidak berpikir tentang Venus,” kata Coco. “Aku hanya memainkan pertandinganku. Siapa pun lawannya, aku ingin menang. Maka hal itulah yang aku pikirkan di sepanjang pertandingan.”

Baca juga artikel terkait WIMBLEDON atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan