tirto.id -
"Rupiah tidak akan menguat cukup signifikan. Jadi mungkin tidak berpengaruh," ucap Piter pada Jumat (7/12/2018).
Piter menjelaskan penggunaan Yuan dalam perdagangan akan berkaitan dengan ekspor-impor. Saat perdagangan itu terjadi, dampak perubahan nilai tukar yang terlebih dahulu terjadi adalah rupiah terhadap Yuan. Bila perdagangan Indonesia dengan Cina mengalami surplus maka nilai tukar rupiah terhadap Yuan akan menguat dan sebaliknya.
Berbeda halnya dengan yang akan terjadi pada dolar AS. Piter menilai bila kegiatan ekspor-impor Indonesia menggunakan Yuan maka yang dapat terjadi suplai dan permintaan dolar AS juga akan turut menurun.
Dengan demikian, efek penguatan rupiah yang diharapkan terjadi melalui pengurangan permintaan dolar AS malah dinegasikan dengan pengurangan suplai dolar di dalam negeri.
"Kalau kita surplus terhadap Yuan ya malah rupiah menguat terhadap Yuan saja bukannya dolar karena suplai dan permintaan dolar juga menurun," ucap Piter.
Belum lagi, kata Piter, realisasi ini juga memerlukan kesepakatan sejumlah negara untuk turut menggunakan Yuan. Sebab sejumlah kebutuhan komoditas Indonesia masih membutuhkan impor yang tidak menutup kemungkinan penyelesaiannya bergantung dengan dolar.
Karena itu, Piter menilai Indonesia sebaiknya memfokuskan diri pada pembenahan defisit neraca perdagangan. Walaupun defisit itu terjadi dalam nilai tukar dolar, hal itu ia pandang dapat menyelesaikan masalah nilai tukar rupiah dibanding beralih ke Yuan dalam perdagangan.
"Penting untuk memperbaiki current account defisit kita. Perbaikan kerentanan rupiah tidak bisa dengan jalan pintas," ucap Piter.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri