tirto.id - Peringatan Hari Ibu atau Mother’s Day tahun ini jatuh pada Rabu, tanggal 22 Desember 2021. Dalam sejarahnya, Peringatan Hari Ibu di Indonesia telah dilaksanakan sejak masa pemerintahan Presiden Pertama RI Soekarno.
Namun, pemilihan tanggal 22 Desember sebagai Peringatan Hari Ibu merujuk kepada peristiwa yang lebih lampau, yakni Kongres Perempuan Indonesia I yang dihelat tanggal 22-25 Desember 1928. Kongres Perempuan Indonesia I dilaksanakan tepat beberapa pekan setelah Kongres Pemuda II digelar.
Dikutip dari Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama (1991) karya Suratmin dan Sri Sutjiatiningsih, Kongres Perempuan Indonesia I dilangsungkan di Yogyakarta, tepatnya di Ndalem Joyodipuran. Sekarang, gedung di Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta itu menjadi Kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional.
Peringatan Hari Ibu pada setiap tanggal 22 Desember diresmikan untuk pertama kalinya oleh Presiden Soekarno, yakni melalui penerbitan Dekrit Presiden RI Nomor 316 Tahun 1953. Peraturan tersebut yang menjadi landasan pelaksanaan Peringatan Hari Ibu di Indonesia sampai saat ini.
Contoh Puisi untuk Peringatan Hari Ibu
Peringatan Hari Ibu 2021 dapat dilaksanakan, salah satunya dengan pembacaan serta penghayatan terhadap puisi dengan tema ibu. Hal tersebut untuk mengingatkan jasa-jasa para ibu yang amat begitu besar.
Berikut ini beberapa contoh puisi untuk peringatan Hari Ibu:
1. Puisi tentang ibu karya K.H.A Mustofa Bisri (Gus Mus)
Ibu
Kaulah gua teduh
tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama
Kaulah kawah
dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
mata air yang tak brenti mengalir
membasahi dahagaku
telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam
Kaulah, ibu, laut dan langit
yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu
(Tuhan,
aku bersaksi
ibuku telah melaksanakan amantMu
menyampaikan kasihsayangMu
maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi
kekasih-kekasihMu
Amin).
2. Puisi tentang ibu karya Amir Hamzah
Ibuku Dehulu
Ibuku dehulu marah padaku
diam ia tiada berkata
akupun lalu merajuk pilu
tiada peduli apa terjadi
matanya terus mengawas daku
walaupun bibirnya tiada bergerak
mukanya masam menahan sedan
hatinya pedih kerana lakuku
Terus aku berkesal hati
menurutkan setan, mengkacau-balau
jurang celaka terpandang di muka
kusongsong juga - biar cedera
Bangkit ibu dipegangnya aku
dirangkumnya segera dikecupnya serta
dahiku berapi pancaran neraka
sejuk sentosa turun ke kalbu
Demikian engkau;
ibu, bapa, kekasih pula
berpadu satu dalam dirimu
mengawas daku dalam dunia.
3. Puisi tentang ibu karya Zawawi Imron
IBU
Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
Bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
Ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
Bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu
Bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku.
---------------
Catatan Redaksi:
Judul dan sebagian isi artikel ini mengalami revisi pada 28 Desember 2022.
Sebelumnya artikel ini mencantumkan puisi berjudul "Ibu" yang disebut karya Chairil Anwar, berdasarkan tulisan Dian Anggraini berjudul “Wanita Istimewa: Kajian Intertekstual terhadap Puisi-Puisi Tentang Ibu” dalam Jurnal Sirok Bastra (Volume 5, Nomor 2, Edisi Desember 2017, hlm. 174) terbitan Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung. Namun, ada keraguan yang menyimpulkan bahwa puisi ini bukan karya Chairil Anwar.
Redaksi berterima kasih atas pihak-pihak yang telah memberikan masukan dan meminta maaf untuk hal ini.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom