tirto.id - Jembatan penyeberangan multiguna (skybridge) di Tanah Abang, Jakarta Pusat, tampak ramai, Selasa (11/12/2018). Sejumlah pedagang mulai menata kios yang baru mereka tempati, awal pekan ini.
Armen (30) adalah salah satunya. Pria yang mengaku berasal dari Pulau Sumatera ini baru pindah ke Skybridge, Senin kemarin. Armen sebelumnya merupakan pedagang kaki lima (PKL) di sekitar Stasiun Tanah Abang.
“Proses pindah ke sini enggak ribet, sih. Udah dikasih tahu dari jauh-jauh hari,” kata Armen kepada reporter Tirto, Selasa siang.
Armen ikut dipindahkan ke skybridge lantaran sudah terdaftar sebagai PKL di kawasan Stasiun Tanah Abang, sejak dua tahun terakhir. Lelaki yang mengaku sudah 10 tahun menjadi PKL ini sebelumnya berpindah-pindah tempat untuk berjualan.
Kios yang ditempati Armen berukuran 1,5 meter x 2 meter. Meski tak terlalu besar, Armen menyebut kios yang disediakan PD Pembangunan Sarana Jaya ini jauh lebih bagus dari lapak yang ia tempati sebelumnya.
Iuran yang harus ia bayar juga dianggap tidak terlalu mahal. “Sekitar Rp500 ribu,” imbuh Armen.
Kini, Armen mengaku lebih tenang. Selain karena berjualan di tempat yang diperuntukkan, Armen tak perlu kucing-kucingan dengan Satpol PP atau dipalak iuran keamanan oleh preman.
“Sekarang sudah difasilitasi, sangat membantu,” kata Armen menambahkan.
Sementara soal omzet, Armen mengaku belum bisa ambil kesimpulan rugi atau untung. Sebagai perbandingan, Armen menyebut, dirinya biasa mendapat untung hingga Rp1 juta per hari saat berjualan di kawasan stasiun. Namun kemarin, ia hanya dapat untung Rp300 ribu hingga Rp400 ribu.
“Tapi belum tahu juga, kan, ke depannya,” kata lelaki yang biasa menjual kaos dan jaket ini.
Armen adalah satu dari 446 PKL yang dipindahkan ke skybridge. Berdasarkan data yang dimiliki Pemerintah Kota Administratif Jakarta Pusat, jumlah PKL di sekitaran Stasiun Tanah Abang yang terdaftar ada 650 PKL.
Jika 446 PKL berdagang di skybridge, PKL sisanya harus dipindahkan ke Blok F Pasar Tanah Abang. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi PKL di bawah skybridge yang menyebabkan kesemrawutan jalan.
Sementara itu, Tiara yang juga berjualan di skybrigde, mengaku ongkos berjualan jadi lebih murah dibanding saat berjualan di lapak dekat stasiun.
“Kalau di bawah, kan, kami bayar untuk gudangnya, lalu kuli panggulnya. Sementara di sini sudah ada tempat, paling iuran bulanannya saja,” kata Tiara.
Meski begitu, para pedagang tak bisa memilih kios mana yang bakal mereka huni. Penempatan kios sudah ditentukan lewat undian yang digelar beberapa waktu lalu. Mereka juga harus taat pada aturan yang diterapkan PD Pembangunan Sarana Jaya selaku pengelola lokasi.
Aturan paling utamanya ialah pemberian name tag bagi pedagang yang terdaftar dan mendapatkan kios di skybridge. Lapak dagangan juga tidak diperkenankan melintasi garis kuning di depan kios. Selain itu, satu kios hanya boleh dijaga dua orang.
Penempatan pedagang di skybrigde ini disambut baik penumpang KRL. Nurlaela salah satunya. Ia mengaku senang melihat pedagang jadi tertata dan tak membikin kawasan Tanah Abang tampak kumuh.
“Memang jadi lebih bagus dan nyaman. Kalau bawa anak kecil pun tidak masalah. Semoga ini tidak menjadi kumuh nantinya,” kata Nurlaela yang baru turun KRL dari BSD itu.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Mufti Sholih