tirto.id -
Penyebabnya pun berbagai macam, mulai dari tarik ulur kepentingan politik hingga resistensi atau penolakan dari masyarakat akibat buruknya komunikasi pemerintah.
"Perasaan gamang dan galau ini menuntut adanya leadership proyek yang kuat. Harus ada pernyataan otoritatif yang jelas dari pemerintah, serta terkomunikasikan dengan baik ke pihak publik," terang dia.
Kedua, rendahnya kemampuan kerjasama pemerintah dan swasta yang disebabkan oleh ketidakjelasan pola bisnis hingga minimnya regulasi.
"Sering kali peluang investasi baru terbatas pada daftar proyek. Proses pengadaannya kedodoran karena tidak dilengkapi perundang-undangan yang tegas: kepastian model kerjasama dan model kontrak bisnisnya, serta keberadaan dan kapasitas contracting agency yang memadai," jelasnya
Permasalahan lainnya, adalah kurangnya swasta lokal yang memiliki reputasi bisnis dan tata kelola perusahaan yang baik serta dominasi BUMN karya dalam proyek-proyek pemerintah.
Padahal, investor luar negeri butuh pemain lokal yang kompeten dan punya reputasi bisnis baik untuk bekerjasama dalam menggarap proyek pemerintah.
Ketiga, daya tarik proyek infrastruktur.
Lantaran itu lah, menurutnya, harus ada strategi portfolio dan tingkat ekspektasi pengembalian investasi yang menjanjikan.
"Valuasi proyek infrastruktur harus dijaga, tidak mengalami over pricing yang bisa menurunkan minat para investor menanamkan investasinya. Biaya proyek yang mahal, maupun tingginya cost of fund pembiayaan proyek, harus termitigasi dan dicegah sejak dari awal proyek," pungkasnya.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana