tirto.id - Ancaman banjir, jalan berlubang, dan pohon-pohon tumbang bisa menghinggapi siapa saja termasuk bagi mereka yang tinggal di ibukota saat musim hujan. Untuk mereka yang mengalaminya, pastinya jadi pengalaman tak menyenangkan karena mengorbankan materi, seperti kendaraan yang tertimpa pohon di kala hujan dan angin kencang.
Pohon tumbang misalnya, baru seminggu lalu sebanyak 33 pohon tumbang terjadi di wilayah Jakarta Timur saja. Musibah itu sudah membuat lima mobil dan dua rumah warga rusak karena tertimpa pohon. Kerugian yang ditaksir akibat tumbangnya pohon tersebut diperkirakan mencapai Rp3 miliar. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.
Berkaitan dengan musibah ini, tidak banyak yang mengetahui bahwa korban yang apes dari kejatuhan pohon dapat mengklaim ganti rugi kepada Pemprov DKI Jakarta. Berdasar Peraturan Gubernur No 232 tahun 2014 tentang Organisasi perangkat daerah, disebutkan Pemprov DKI Jakarta secara khusus menyiapkan anggaran pada Dinas Pertamanan dan Pemakaman untuk santunan pohon tumbang bagi warga.
Hanya saja, harus dibedakan pengertian pohon tumbang haruslah pada ruang terbuka hijau. Dalam Pasal 1 angka 31 UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah ataupun sengaja ditanam.
“Jadi, harus berada dalam wilayah Dinas Pertamanan Kota ya, bukan wilayah privat,” tegas Budi Wibowo, Kepala Bidang Jalur Hijau Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta kepada tirto.id, Selasa (22/11/2016).
Syarat pengurusannya relatif mudah, warga yang merasa menjadi korban cukup hanya membawa sejumlah persyaratan ke kantor Dinas Pertamanan di Jalan KS Tubun, Tanah Abang, Jakarta Pusat dan nantinya Dinas Pertamanan akan mengurus pencairan santunan ke asuransi PT Bumi Putera Muda.
Situs resmi Pemprov DKI Jakarta menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain foto visual kejadian, surat keterangan dari pihak kepolisian, fotokopi KTP, surat kuasa dibubuhi materai dan foto kopi KTP. Sementara itu, untuk santunan kendaraan dapat menambahkan syarat berupa fotokopi STNK atau BPKB, surat pernyataan bahwa kendaraan yang tertimpa pohon tumbang tidak diasuransikan dibubuhi materai, dan estimasi biaya bengkel.
Untuk kerusakan pada bangunan harus ditambah surat keterangan dari RT/ RW dan Kelurahan dan untuk korban jiwa dengan lampiran tambahan surat kematian atau visum dari rumah sakit serta surat keterangan dari RT/ RW dan Kelurahan, apabila korban sampai meninggal dunia serta surat keterangan rekam medis dari dokter atau pihak rumah sakit, bagi korban rawat jalan atau rawat inap.
Santunan yang dapat diterima besarnya maksimal Rp15 juta untuk semua jenis kerusakan. Jumlah ini baru direncanakan bertambah di tahun depan sebesar Rp50 juta, namun hanya untuk santunan kematian.
“Setelahnya akan ada pengecekan dari pihak asuransi, tidak sampai sebulan santunan cair,” kata Budi.
Pada tahun ini, Pemprov DKI Jakarta telah meneken anggaran sebesar Rp620 juta dengan pihak asuransi Bumi Putera Muda. Jumlah tersebut, sebanyak Rp250 juta telah dikucurkan untuk menyantuni sebanyak 28 kendaraan bermotor, 5 bangunan, 2 orang luka fisik, dan 1 orang meninggal dunia.
“Santunan ini sudah kita jalankan kira-kira 7 tahunan, setiap tahun kisaran yang klaim ya berkisar itu, kendaraan bermotor sekitar 20-an, bangunan dan luka fisik di bawah 10, meninggal dunia jarang,” ungkap Yunitya Sari, Seksi Kerjasama dan Kemitraan Dinas Pertamanan dan Pemakaman kepada tirto.id, Selasa (22/11/2016).
Guna mengamankan pohon-pohon yang sudah tak kuat menyangga beban, Dinas Pertamanan DKI Jakarta telah mengerahkan 170 personel untuk bersiaga dan berpatroli menghalau kemungkinan ada pohon yang harus segera ditebang sebelum memakan korban. Para personel tersebut disiagakan sebanyak 33 orang di dinas, 45 orang di kawasan timur, 30 orang di selatan, 22 orang di barat, 26 orang di pusat, dan 14 orang di utara.
“Kita menerima surat yang masuk, nanti kita lihat sebelum eksekusi kalau ada pohon kurang sehat langsung kita eksekusi,” ujarnya.
Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas
Selain tertimpa musibah pohon tumbang, kemungkinan kejadian nahas lain saat melintas di jalanan adalah kecelakaan di jalan raya. Kecelakaan lalu lintas telah memegang peringkat ketiga sebagai penyebab tertinggi kematian, menurut data dari Korlantas Polri pada 2014, terdapat tiga korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas per jamnya. Namun, sama hal dengan santunan musibah pohon tumbang, bantuan atau santunan kecelakaan lalu lintas yang telah dijamin oleh negara diketahui oleh banyak orang.
Sedikitnya informasi membuat publik tak mengetahui, bahwa sebenarnya saat seseorang tertimpa kecelakaan di jalan maka mereka dapat mengklaim santunan kepada asuransi Jasa Raharja. Pada UU No 33 tahun 1964 dijelaskan tentang iuran wajib dana pertanggungan bagi penumpang angkutan umum baik darat laut, udara, feri atau penyeberangan antar kota. Penumpang yang telah membeli karcis angkutan umum telah membayar premi termasuk dalam ongkos mereka. Dalam UU ini terdapat pengecualian yang mana angkutan dalam kota dibebaskan dalam iuran wajib premi.
“Hanya saja jika terjadi kecelakaan maka Jasa Raharja tetap memberi santunan sebesar yang diberikan pada penumpang antar kota,” kata Kepala Urusan Humas Jasa Raharja, M. Ferhat kepada tirto.id, Selasa (22/11/2016).
Para penumpang angkutan umum, sejatinya sudah terlindungi karena telah diasuransikan secara tidak langsung sebesar Rp60 per orang dalam sekali perjalanan. Besar santunan yang dapat diterima untuk korban meninggal mencapai maksimal Rp25 juta, untuk biaya perawatan maksimal Rp10 juta, dan untuk cacat tetap maksimalnya Rp25 juta.
Tak hanya kendaraan umum yang mendapat santunan, bagi pengguna kendaraan pribadi, setiap tahunnya juga telah membayarkan asuransi lewat pembayaran pajak STNK di Samsat setempat. Berdasarkan UU 34 Tahun 1964 tentang Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) berdasar ketetapan Menteri Keuangan RI No 36/PMK. 010/2008 dan 37/PMK. 010/2008 tanggal 26 Februari 2008, premi dikutip kepada siapapun yang mempunyai kendaraan baik umum maupun pribadi dibayarkan untuk pihak ketiga dalam hal ini korban tabrakan.
Asuransi di sini bukanlah asuransi untuk diri sendiri, melainkan untuk pihak ketiga yang menjadi korban apabila Anda lalai dan menimbulkan kecelakaan. Jasa Raharja, akan membayarkan santunan kepada korban tabrak, jika kecelakaan sama-sama menimpa dua kendaraan, maka santunan akan diberikan kepada keduanya.
“Kalau korban dirawat di RS ya akan ditanggung maksimal Rp10 juta, korban meninggal akan diberikan kepada ahli waris maksimal Rp25 juta. Tapi jika tak ada ahli waris maka hanya dibayarkan biaya kubur saja,” jelas Ferhat.
Untuk pencairan santunan, korban hanya cukup membawa surat keterangan dari Polres setempat, maka pencairan dapat ditunggu dalam hitungan jam. Namun klaim ini tak berlaku apabila yang terjadi adalah kecelakaan tunggal, misal terjatuh lantaran jalan berlubang, pihak Jasa Raharja tak bertanggung jawab memberikan santunan. Hanya saja, berdasar Pasal 1 angka 12 UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Para korban dapat mengajukan ganti rugi berdasar Pasal 236 ayat 1 UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasar putusan pengadilan.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, Pasal 15 dan 16 yang dimaksud penyelenggara di sini adalah: (1) Pemerintah (Kementerian Pekerjaan Umum) yaitu Jalan Nasional (2) Pemerintah Provinsi (Dinas Pekerjaan Umum) yaitu Jalan Provinsi, (3) Pemerintah Kabupaten (Dinas Pekerjaan Umum) yaitu Jalan Kabupaten dan Jalan Desa, (4) Pemerintah Kota (Dinas Pekerjaan Umum) yaitu Jalan Kota.
Jadi, meski telah ditanggung asuransi, ada baiknya tak berurusan dengan klaim-klaim musibah yang terjadi di ranah publik. Alasannya, masalah mengurus proses birokrasi Indonesia tak semudah dari kenyataannya di lapangan. Barangkali imbauan kepolisian di berbagai spanduk, papan peringatan di jalan umum masih sangat relevan. “Jatuh di Aspal Tak Semanis Jatuh Cinta.” Seseorang harus sadar terhadap haknya saat mengalami musibah di ranah publik, dan tentunya membuka mata untuk lebih berhati-hati demi terhindar dari kecelakaan.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Suhendra