tirto.id - Penyakit tuberkulosis (TBC) bisa menyerang orang dewasa maupun anak-anak. Orang tua perlu mengetahui ciri-ciri anak yang terkena tuberkulosis agar dapat memberikan tindakan pengobatan yang tepat.
Tuberkulosis menduduki peringkat ke-13 sebagai penyakit paling membunuh di dunia. Menurut data terakhir dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2021 ada sebanyak 1,6 juta orang meninggal karena TBC.
Temuan kasus TBC paling banyak ditemukan di Asia dan Asia Tenggara. Bahkan menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di tahun 2022 Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan kasus tuberkulosis tertinggi di dunia.
Total kasus tuberkulosis di Indonesia mencapai 824 ribu pada 2022, hanya selisih sedikit dari India dan China yang menempati posisi 1 dan 2. Oleh karena itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan penyakit TBC tereliminasi dari Indonesia pada 2030.
Target ini nyatanya sesuai dengan gerakan Hari Tuberkulosis Sedunia 2023. Berdasarkan tema yang dirilis oleh WHO, kampanye Hari Tuberkulosis Sedunia atau World Tuberculosis Day 24 Maret 2023 adalah "Yes! We can end TB!"
Melalui tema ini diharapkan para pemangku kebijakan dapat mendukung berbagai upaya dalam memerangi epidemi tuberkulosis.
Cara Mengetahui Anak Terkena Tuberkulosis Menurut Dokter
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mengetahui anak terkena tuberkulosis menurut dokter, sebagai berikut:
1. Cek tanda-tanda tuberkulosis pada anak
Cara paling utama untuk mengetahui apakah anak terkena tuberkulosis adalah dengan cek tanda-tanda atau gejala TBC pada anak.
Dokter spesialis anak dari RSAB Harapan Kita Jakarta, Dimas Dwi Saputro menyebutkan setidaknya ada 4 tanda utama anak terkena tuberkulosis.
Dua tanda paling umum adalah anak demam dan batuk-batuk dalam waktu lama, setidaknya lebih dari dua pekan.
"Demam lama lebih dari dua pekan. Demamnya tidak tinggi tapi lebih dari dua pekan. Yang kedua batuk lebih dari dua pekan sudah diobati tapi tidak kelar-kelar," kata Dimas seperti yang dikutip dari Antara, Jumat (24/3/2023).
Tanda ketiga adalah berat badan anak terus turun dalam periode dua bulan. Selain itu, orang tua juga harus mencurigai jika berat badan anak tidak kunjung meningkat meskipun sudah dilakukan perbaikan gizi.
Lalu, tanda keempat adalah anak mudah lemas, lesu, dan kurang beraktivitas. Gejala ini bisa terjadi karena anak selalu mengalami demam dan penurunan berat badan.
"Kalau ada empat gejala ini, sudah coba diintervensi tapi tidak ada hasilnya, kita harus berpikir jangan-jangan ada TBC pada anak ini," lanjut Dimas.
2. Cari tahu kondisi lingkungan sekitar rumah
Selain mencurigai tanda-tanda TBC pada anak, orang tua perlu mencari tahu kondisi lingkungan di sekitar anak. Hal ini karena TBC adalah penyakit menular yang bisa disebarkan lewat droplet atau cairan air liur.
Bakteri tuberkulosis diketahui bisa bertahan di udara selama empat jam sejak dikeluarkan penderitanya lewat batuk, bicara, atau bersin. Menurut Dimas, penularan TBC kebanyakan terjadi dari orang dewasa kepada anak.
Penting untuk menelusuri siapa-siapa saja yang pernah kontak dengan anak sebelum gejala muncul. Jika ditemukan orang dengan kondisi TBC pernah kontak pada anak, maka anak berisiko tertular kondisi serupa.
3. Segera dapatkan diagnosis
Kondisi tuberkulosis bisa diketahui dengan pasti melalui diagnosis dari dokter dan tes TBC. Salah satu metode tes TBC yang umum diterapkan pada anak bernama tes mantoux, yaitu berupa penyuntikan cairan tuberkulin.
Diagnosis diperlukan untuk memastikan kondisi anak benar-benar terkena tuberkulosis. Selain itu, diagnosis juga dilakukan agar anak dapat menerima pengobatan sesegera mungkin.
Apa yang Harus Dilakukan Jika Anak Terkena Tuberkulosis?
Menurut Kemenkes ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua ketika anak terkena tuberkulosis, sebagai berikut:
1. Lakukan pengobatan secara rutin tanpa terputus
Setelah diagnosis dikeluarkan, dokter akan merekomendasikan anak untuk menjalani pengobatan tertentu sesuai kondisinya. Selain itu, anak juga disarankan untuk mengonsumsi obat-obatan secara rutin.
Hal ini karena jika obat tidak diminum secara rutin dan tepat waktu dapat menyebabkan tuberkulosis resistensi obat (TB-RO).
Jika terjadi resistensi, maka pengobatan yang harus dijalani anak akan semakin panjang dan berat. Selain harus diminum secara rutin, pengobatan tuberkulosis juga tidak boleh terputus.
Ketua Perhimpunan Organisasi Pasien (POP) TB Indonesia sekaligus penyitas TB-RO, Budi Hermawan salah satu pemicu resisten obat adalah karena menghentikan proses pengobatan secara sepihak.
"Pengobatan TBC itu perlu konsisten atau dilakukan secara terus menerus," kata Budi, dalam media briefing Hari Tuberkulosis Dunia 2023 yang dilaksanakan pada Senin (20/3/2023).
2. Jaga asupan gizi anak selalu seimbang
Anak dengan kondisi tuberkulosis membutuhkan nutrisi banyak nutrisi untuk memperkuat imunitasnya. Menurut dokter sekaligus pakar nutrisi, Ida Gunawan peningkatan imunitas ini bisa dicapai dengan memenuhi kebutuhan protein anak.
"Diet yang berfokus pada perbaikan jenis dan jumlah protein, membantu meningkatkan masa otot dan imunitas pasien TBC," kata Ida seperti yang dikutip dari Antara.
Selain itu, menurut Ida, penderita TBC juga harus memperoleh asupan mikronutrisi seperti vitamin dan mineral.
"Tak kalah penting pula, peran mikronutrisi seperti vitamin C, D, E, dan mineral, seperti selenium dan zinc juga berpengaruh pada fungsi paru dan membantu proses pemulihan," kata dia.
Kebutuhan protein sendiri bisa dipenuhi dengan mengonsumsi produk makanan hewani seperti daging sapi, ayam, telur, ikan, keju, dan susu. Ada juga produk protein nabati seperti tahu, tempe, dan kacang-kacangan.
Sementara itu, vitamin dan mineral bisa diperoleh dengan mengonsumsi banyak buah dan sayur.
3. Pastikan lingkungan rumah bersih dan sehat
Pastikan anak yang menderita TBC tinggal di lingkungan rumah yang bersih dan sehat. Ini bisa dilakukan dengan cara berikut:
- rutin membersihkan setiap ruangan rumah dan kamar mandi setiap hari;
- hindari ruangan lembab dengan rutin membuka jendela setiap pagi agar dapat dimasuki sinar matahari;
- jaga agar rumah bisa dimasuki angin segar dan memiliki sirkulasi udara yang baik;
- tidak merokok di dekat anak atau di sekitar rumah yang disinggahi anak;
- ganti peralatan tidur anak, seperti seprei, sarung bantal, dan selimut secara rutin minimal seminggu sekali.
Masih menurut Kemenkes lingkungan penting juga untuk menyelediki orang-orang di sekitar anak yang berisiko menularkan penyakit pada orang lain.
Apabila anak ternyata tertular TBC dari keluarga atau orang-orang di lingkungannya, maka penting untuk merekomendasikan orang tersebut agar memperoleh pengobatan.
4. Ajarkan anak untuk menerapkan gaya hidup sehat
Selama masa pengobatan TBC, orang tua dapat mendukung anak-anak untuk menerapkan gaya hidup sehat. Ini dilakukan untuk mendorong proses penyembuhan yang lebih baik.
Gaya hidup sehat yang dapat diterapkan termasuk:
- rutin berolahraga;
- makan makanan sehat dan gizi seimbang;
- minum banyak air putih;
- tidur dan istirahat cukup.
5. Dukung anak menjalani pengobatannya
Pengobatan TBC pada anak-anak umumnya berlangsung selama berbulan-bulan hingga satu tahun. Ini merupakan proses yang panjang dan lama sehingga bisa jadi memengaruhi keseharian anak, termasuk aktivitas sekolahnya.
Selain itu, efek samping pengobatan TBC tidak hanya bisa memengaruhi anak secara fisik, tetapi juga psikis. Oleh karena itu, diperlukan dukungan penuh dari keluarga khususnya orang tua agar anak dapat menjalani pengobatannya dengan baik dan tepat waktu.
Jika perlu, minta bantuan profesional untuk mendiskusikan kondisi psikis anak selama masa pengobatan.
Editor: Yantina Debora