Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Cara Maskapai Bertahan saat Corona & Lambatnya Bantuan Pemerintah

Maskapai penerbangan menyiapkan berbagai strategi untuk bisa bertahan di tengah pandemi COVID-19, bahkan hingga pemangkasan gaji karyawan. Bantuan pemerintah dinilai lamban.

Cara Maskapai Bertahan saat Corona & Lambatnya Bantuan Pemerintah
Siluet seorang mekanik saat ia melakukan pekerjaan pemeliharaan di pesawat di Hangar 4 Fasilitas Pemeliharaan Garuda AeroAsia, unit pemeliharaan dan perbaikan kapal induk Indonesia Garuda Indonesia di Tangerang, Indonesia, Senin, 9 Oktober 2017. AP Photo / Dita Alangkara

tirto.id -

Maskapai penerbangan mulai melakukan efisiensi besar-besaran demi bisa bertahan hidup di tengah pandemi COVID-19. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), misalnya, memangkas gaji karyawan mulai dari level direksi, komisaris, hingga staf demi menjaga arus kas perusahaan tetap lancar.

Pemangkasan gaji itu tertuang dalam Surat Edaran Garuda Indonesia Nomor JKTDZ/SE/70010/2020 tentang Ketentuan Pembayaran Take Home Pay Terkait Pandemi COVID-19.

Pemotongan gaji (take home pay) sebesar 10 hingga 50 persen yang berlaku mulai April hingga Juni 2020 menyasar seluruh karyawan mulai dari level direksi, komisaris hingga staf perusahaan.

Selain pemangkasan gaji,Garuda Indonesia juga melakukan negosiasi dengan lessor untuk penundaan pembayaran sewa pesawat (lease holiday) serta memperpanjang masa sewa pesawat untuk mengurangi biaya sewa per bulan.

Setelah itu pihak Garuda juga akan mengusahakan refinancing utang baik dengan bank dalam negeri maupun luar negeri.

Berdasarkan data Tirto, per Januari 2020, utang Garuda Indonesia tercatat akan jatuh tempo pada Mei 2020. Nilainya diperkirakan mencapai 500 juta dolar AS atau setara Rp7,8 triliun (kurs Rp15.691).

"Garuda akan menegosiasikan kewajiban Perseroan yang akan jatuh tempo dengan pihak ketiga," tulis manajemen Garuda dalam keterbukaan Informasi di Bursa Efek Indonesia, Selasa (21/4/2020) malam.

Emiten berkode GIAA itu juga menurunkan biaya variabel penerbangan yang kami lakukan dengan mengoptimalkan frekuensi dan kapasitas penerbangan baik penerbangan domestik maupun internasional.

Rute-rute yang tak menghasilkan profit akan ditutup, sementara layanan charter pesawat akan dioptimalkan untuk evakuasi WNI yang berada di luar negeri serta membantu proses pemulangan WNA ke negara masing-masing.

Strategi lainnya adalah mengoptimalkan layanan kargo dengan mengoptimalkan proyek pemerintah, khususnya yang terkait dengan penanganan COVID 19 melalui pengangkutan bantuan kemanusiaan, APD, obat-obatan, alat kesehatan.

Terakhir, menunda kedatangan 4 pesawat Airbus A 330–900 di tahun 2020 dan mengembangkan internasional hub Amsterdam dan Jepang agar layanan Garuda Indonesia menjangkau seluruh dunia dengan mengoptimalkan layanan interline.

Strategi serupa juga dilakukan oleh Lion Air Group. Maskapai yang didirikan Rusdi Kirana itu mengambil kebijakan untuk meliburkan karyawannya tanpa gaji.

Corporate Communications Strategic, Danang Mandala Prihantoro mengatakan, kebijakan ini terpaksa diambil untuk mengurangi beban operasional maskapai selama masa krisis. Apalagi, jadwal terbang rute domestik maupun internasional dikurangi dan dihentikan sementara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan menyebutkan, sekitar 12.803 penerbangan di 15 bandara telah dibatalkan sepanjang Januari-Februari 2020. Rinciannya 11.680 penerbangan domestik dan 1.023 penerbangan internasional.

"Akibat produksi menurun, sebagai salah satu upaya mengurangi beban perusahaan, maka kami menawarkan kepada karyawan termasuk pilot untuk cuti di luar tanggungan perusahaan secara sukarela," ujar Danang kepada Tirto Kemarin, Selasa (21/4/2020).

Stimulus Belum Jalan?

Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan, bantuan pemerintah kepada industri cenderung lambat. Stimulus yang sudah dijanjikan hingga saat ini belum turun padahal maskapai di dalam negeri sudah kepayahan.

Padahal, sejak awal bulan Maret 2020, kata Denon, anjloknya jumlah penumpang transportasi udara telah memukul industri penerbangan secara keseluruhan.

"Kalau tunda bayar sudah dilakukan dari stakeholders bandara, Airnav, itu B to B. sudah dilakukan. Tapi kalau stimulus, saya masih terus intens dengan beberapa kementerian terkait dengan biaya navigasi dan lainnya," kata dia pada Tirto.id.

Stimulus yang dimaksud adalah insentif pajak berupa penundaan pembayaraan PPh serta penangguhan bea masuk impor suku cadang pesawat, pemberlakuan diskon biaya bandara yang dikelola Kementerian Perhubungan, hingga perpanjangan jangka waktu berlakunya pelatihan simulator maupun pemeriksaan kesehatan bagi awak pesawat.

Lantaran itu lah, menurutnya, wajar jika maskapai penerbangan bertahan dengan berbaga cara termasuk pemangkasan gaji karyawan.

"Kalau di penerbangan saya kira agak jauh dari PHK karena hampir semua crew dan managemen itu karyawan yang skill full. Artinya PHK ini akan memberikan kesulitan di kemudian hari kalau maskapai harus merekrut ulang dengan biaya yang besar dan jumlahnya ribuan," tandasnya.

Baca juga artikel terkait MASKAPAI PENERBANGAN atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana