tirto.id - Lia Amelia, seorang pelajar asal Pringsewu, Lampung, resah mendengar kabar kalau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sebelumnya bernama Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi) menghapus program beasiswa Bidikmisi. Tanpa beasiswa itu, kecil kemungkinan dia bisa mengenyam bangku sekolah tinggi.
Lia berencana melanjutkan studi ke Universitas Gadjah Mada (UGM) atau Universitas Padjajaran.
“Saya dari keluarga tidak mampu, bukan dari keluarga berada,” kata Lia kepada reporter Tirto, Senin (17/2/2020).
Informasi penghapusan Bidikmisi pertama kali disampaikan oleh Mohamad Nasir saat menjabat Menristekdikti, Oktober tahun lalu. Saat itu Nasir mengatakan Bidikmisi akan diganti dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan berlaku tahun ini.
Besaran bantuan tidak berubah, yakni sebesar Rp650 ribu per bulan ke rekening mahasiswa dan Rp2,4 juta per semester yang ditransfer ke rekening kampus--sebagai biaya semesteran.
Bedanya dengan Bidikmisi, tahap awal KIP Kuliah diprioritaskan untuk mahasiswa yang kuliah di bidang eksakta dan vokasi. Mereka yang mau mengambil jurusan sosial dinomorduakan.
Masalahnya, kata siswa kelas 12 jurusan IPS itu, hingga saat ini lowongan untuk mendaftar KIP Kuliah belum tersedia. Mereka jadi ragu dibuatnya. “Padahal pendaftaran SNMPTN (14-27 Februari) sudah berjalan,” katanya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Lia, Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) juga bukan lagi syarat administratif mendaftar KIP Kuliah sebagaimana Bidikmisi. Kondisi ini semakin membuatnya bingung. “Saya hanya ingin kepastian untuk kebijakan KIP Kuliah yang sampai sekarang tidak beredar kabar sama sekali.”
'Lia-Lia lain' ada di luar sana, dan jumlahnya tidak sedikit. Mereka semua sepakat menuntut pemerintah mengembalikan Bidikmisi dengan cara menandatangani petisi online di change.org dengan seruan '#KembalikanBIDIKMISI (Bantuan Pendidikan Miskin Berprestasi)'. Hingga Selasa (18/2/2020) pukul 14.07, sebanyak 3.478 orang telah menandatangani petisi ini.
Selain petisi online, warganet pun ramai mencuit di Twitter dengan tagar #kembalikanBidikMisi dan #SaveSKTM.
Petisi itu dibuat sendiri oleh Lia. “Saya menulis ini bukan semata-mata untuk menjatuhkan atau sebagainya,” katanya. “Saya hanya resah dan terpanggil untuk membuat petisi ini untuk mewakili teman-teman yang berjuang bersama saya tahun ini.”
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) semester 8 dan penerima Bidikmisi sejak 2016, Alfie Novriansyah, mengatakan sebaiknya pemerintah lebih cermat dan tidak terburu-buru saat menyusun peraturan baru ini.
Meski Bidikmisi hanya berlaku sampai semester 8 dan itu artinya dia tidak bakal mendapatkannya lagi semester depan, Alfie mengatakan kebijakan ini semestinya tetap diundur karena itu membuat bingung para juniornya yang mendapat beasiswa juga.
“Sosialisasinya lebih digencarkan dulu. Ketika semuanya siap, baru ganti. Untuk sekarang, kan, kesannya mendadak,” kata dia.
21 Februari
Plt. Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Direktorat Pendidikan Tinggi Kemdikbud Paristiyanti Nurwardani mengatakan peraturan menteri soal KIP Kuliah belum terbit. Meski begitu, dia memastikan pendaftarannya dibuka “tanggal 21 Februari, sambil paralel dengan Permendikbud KlP Kuliah.
Saat dikonfirmasi Senin (17/2/2020) lalu, Paristiyanti mengatakan Kemdikbud masih mengkaji poin-poin yang akan diatur dalam peraturan menteri. Ia juga mengaku Kemdikbud tengah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM agar peraturan ini sesegera mungkin terbit.
Nantinya, pendaftaran KIP Kuliah dapat dilakukan di laman kip-kuliah.kemdikbud.go.id.
Ia lantas mengatakan agar calon mahasiswa tak perlu khawatir. Beasiswa ini terbuka untuk mereka yang bahkan belum mempunyai KIP Sekolah dan Kartu Keluarga Sejahtera. Mereka tinggal melengkapi sejumlah syarat lain.
“Dengan dokumen valid yang akan divalidasi oleh perguruan tinggi. Apakah memang betul calon mahasiswa kurang mampu [tapi] berpotensi akademik,” Paristiyanti meyakinkan.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz