tirto.id -
"Saya kira tidak bisa melihat suatu keputusan itu hanya tinjauannya secara kuantitatif saja. Harus ada pertimbangan-pertimbangan lain yang harus dilakukan oleh hakim konstitusi," kata Hesti dalam fit and proper test calon hakim MK di Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Pendekatan yang harus dilakukan, kata Hesti, ialah kualitatif, fakta-fakta hukum lain, dan penjelasan dari para saksi yang ada. "Jadi menilai sebuah putusan itu tidak bisa hanya seperti sebuah penelitian. Ini penelitian kualitatif atau kuantitatif," tutur dia.
Dengan metode seperti itu menurut Hesti, hakim MK akan memutuskan dengan pertimbangan komprehensif. Hasilnya adalah keputusan yang adil dan tidak diskriminatif.
Jawaban Hesti tersebut untuk merespons pertanyaan dari Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Faisal Muharrami Saragih. Menurut Faisal, selama ini penanganan perselisihan hasil Pemilu hanya berdasarkan berapa jumlah barang bukti.
Misalnya, kata Faisal, jika diduga ada seribu surat suara yang dianggap curang, namun barang bukti yang ditemukan hanya seratus surat suara, "Seratus itu dianggap tidak mencukupi untuk yang seribu. Sehingga pencurian itu dianggap tidak ada sama sekali."
Hesti adalah mantan Caleg dari Partai Golkar. Ia gagal dalam Pileg 2014 lalu. Ia adalah satu dari 11 calon Hakim MK yang hari ini mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR RI.
11 calon hakim Konstitusi itu antara lain, Hesti Armiwulan Sochmawardiah, Aidul Fitriciads Azhari, Bahrul Ilmi Yakup, M Galang Asmara, Wahiduddin Adams, Refly Harun, Aswanto, Ichsan Anwary, Askari Razak, Umbu Rauta dan Sugianto.
Jabatan Hakim MK yang terpilih penting lantaran akan menangani sengketa Pemilu 2019, dari Pileg hingga Pilpres. Namun proses seleksi Hakim MK ini dikritik sejumlah aktivis hukum yang tergabung dalam Masyarakat Sipil Untuk Selamatkan MK. Mereka mempertanyakan jangka waktu seleksi Hakim MK terlalu singkat karena dilakukan dalam 5 hari kerja.
"Dalam sejarah seleksi hakim MK yang dilakukan secara terbuka dari ketiga lembaga negara pengusul (DPR, Presiden, dan MA), baru kali ini jangka waktu seleksi dilakukan dengan sangat pendek yaitu hari kerja," ujar peneliti Indonesian Legal Rountable, Erwin Natosmal Oemar, seperti dikabarkan Antara.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Agung DH