Menuju konten utama

Cabor Paralympic Tokyo & Klasifikasi: Badminton hingga Powerlifting

Berikut ini daftar cabor Paralympic (Paralimpiade) Tokyo 2020 & klasifikasi dari atletik, badminton, balap sepeda, dayung, sepak bola, hingga powerlifting.

Cabor Paralympic Tokyo & Klasifikasi: Badminton hingga Powerlifting
Simbol Paralimpik (The Agitos) di Jeongseon Alpine Center, Pyeongchang, Korea Selatan, 8 Maret 2018. REUTERS/ Simon Bruty

tirto.id - Paralimpiade Tokyo 2020 yang digelar pada 24 Agustus hingga 5 September 2021 akan melibatkan total 22 cabang olahraga (cabor). Setiap cabor terdiri dari berbagai nomor dan klasifikasi impairmentatau kelas disabilitas para atlet. Apa saja klasifikasinya?

Daftar cabor yang masuk dalam Paralimpiade Tokyo 2020 adalah panahan, atletik, badminton, boccia, balap sepeda, equestrian (berkuda), sepak bola 5 vs 5, goalball, judo, dan paracanoe

Selain itu, terdapat paratriathlon, powerlifting, dayung (rowing), menembak (shooting), voli duduk, renang, tenis meja, taekwondo, basket kursi roda, anggar kursi ronda, rugby kursi roda, dan tenis kursi roda.

Berikut klasifikasi cabor Paralimpiade Tokyo 2020 untuk atletik, badminton, boccia, kano, balap sepeda, berkuda, dayung, goalball, sepak bola, judo, dan powerlifting.

Atletik

Cabor atletik terbuka untuk atlet yang memiliki hambatan intelektual, penglihatan, dan gerak fisik. Kelas atlet diklasifikasikan berdasarkan kode yang terdiri dari satu huruf, lalu diikuti oleh dua digit angka.

Ada 2 huruf yang dipakai, yakni “T” yang merujuk pada track, marathon, dan disiplin atletik lompat serta “F” yang merujuk pada disiplin atletik lapangan. Kode huruf itu yang kemudian diikuti oleh dua digit angka. Digit pertama menjelaskan tipe disabilitas atlet. Sementara digit kedua menjelaskan derajat disabilitas atlet.

Kelas T/F11, T/F/12, dan T/F13 merupakan klasifikasi atlet yang memiliki hambatan penglihatan. Sementara kode T/F20 diberikan untuk atlet yang memiliki hambatan intelektual.

T/F30 adalah kode kelas yang diberikan untuk atlet yang memiliki hambatan koordinasi yang disebabkan karena cerebral palsy atau cedera otak.

Khusus T/F31, T/F32, T/F33 dan T/F34, atlet bertanding dengan menggunakan kursi roda. Sementara T/F35, T/F36, T/F37 dan T/F38 untuk atlet yang berkompetisi dengan posisi berdiri.

Kelas T/F40 dan T/F41 diperuntukkan bagi atlet yang memiliki ukuran tubuh kecil akibat mengalami gangguan patofisiologi saat masa pertumbuhan.

T/F42, T/F43 dan T/F44 diberikan kepada atlet dengan kekurangan pada anggota gerak bagian bawah, mulai dari perbedaan panjang tungkai, gangguan kekuatan otot tungkai, gangguan pergerakan tungkai. Atlet yang memiliki kode ini bertanding dengan posisi berdiri.

Kelas T/F45, T/F46 dan T/F47 diberikan sebagai klasifikasi untuk atlet dengan dengan kekurangan pada anggota gerak bagian atas, seperti gangguan kekuatan otot lengan dan gangguan pergerakan lengan. Atlet dengan kode ini berkompetisi dengan posisi berdiri.

Kelas T/F51, T/F52, T/F53, T/F54, T/F55, T/F56 dan T/F57 adalah klasifikasi kelas atlet yang memiliki gangguan kekuatan otot, pergerakan bagian tubuh yang terbatas, perbedaan panjang lengan dan tungkai. Atlet dengan kode ini berkompetisi dengan posisi duduk, contohnya atlet yang mengidap gangguan neurologis dan penginderaan, cedera spinal, amputasi, dan gangguan fungsional lainnya.

Kelas T/F61, T/F62, T/F63 dan T/F64 diperuntukkan bagi atlet yang pernah menjalani amputasi pada bagian kaki. Atlet dengan kode ini berkompetisi dalam posisi berdiri menggunakan kaki prostetik.

Bulu Tangkis (Badminton)

Cabor bulu tangkis dalam gelaran Paralimpiade memiliki 6 kelas atlet. Tiap-tiap kelas ditandai dengan kode yang terdiri dari 2 huruf, lalu diikuti oleh 1 digit angka. Dua huruf pertama menjelaskan posisi atlet saat bertanding. Sementara angka menandakan derajat disabilitas atlet.

Kelas WH1 diperuntukkan bagi atlet yang mengalami disabilitas anggota gerak tubuh bagian bawah, sehingga tidak memungkinkan bagi atlet untuk berdiri. Atlet di kelas ini berkompetisi dengan menggunakan kursi roda.

Kelas WH2 nyaris sama seperti WH1. Keduanya sama-sama berkompetisi dengan kursi roda. Perbedaannya terletak pada derajat disabilitas. Kelas WH2 diperuntukkan bagi atlet yang memiliki kekurangan pada satu atau dua tungkai, tetapi dengan gangguan gerak tubuh yang minimal.

Kelas SL3 merupakan klasifikasi untuk atlet yang memiliki hambatan berjalan dan keseimbangan karena mengalami gangguan pada satu atau kedua kaki. Atlet dengan kode ini bertanding dalam posisi berdiri. Biasanya, ada atlet yang dilengkapi dengan kaki prostetik.

Sementara SL4 nyaris persis dengan SL3. SL4 juga memiliki klasifikasi atlet dengan gangguan pada kaki, tetapi memiliki derajat hambatan berjalan dan gangguan keseimbangan yang lebih sedikit. Atlet dengan kode ini juga harus bertanding dengan posisi berdiri.

Kelas SU5 diperuntukkan untul atlet dengan hambatan gerak tubuh bagian atas. Hambatan itu juga meliputi tangan yang digunakan maupun tidak digunakan untuk bertanding.

Kelas SU6 adalah kode untuk atlet dengan ukuran tubuh kecil atau dwarfism.

Boccia

Cabor boccia terbuka bagi atlet dengan disabilitas fisik. Pada cabor ini, ada 4 kelas atlet yang terdiri dari BC1, BC2, BC3, dan BC4. Klasifikasi kelas ini ditentukan berdasarkan derajat disabilitas atlet.

Tiap-tiap kelas memiliki perbedaan peraturan permainan yang menyesuikan dengan kondisi fisik atlet. Misalnya, diperbolehkannya menendang bola khusus atlet boccia yang tidak memungkinkan melempar bola dengan tangan, pemberitan bantuan dari tim penyelenggara pertandingan, atau penggunaan incline ramp atau sebuah bidang datar yang dapat membantu menggelindingkan bola.

Kelas BC1 diperuntukkan bagi atlet yang memiliki keterbatasan gerak lengan, kaki, dan tubuh karena adanya gangguan koordinasi. Atlet pada kelas ini biasanya menggunakan kursi roda saat berkompetisi. Mereka dapat mencengkram dan melempar bola tanpa bantuan alat. Sementara, atlet dengan kontrol kaki diperbolehkan mendorong bola dengan kaki.

Kelas BC2 diperuntukkan bagi atlet dengan kendali tubuh dan lengan yang lebih baik dari atlet kelas BC1. Kondisi ini memungkinkan mereka melakukan cengkraman dan lemparan, baik secara overhand maupun underhand tanpa bantuan dari asisten.

Kelas BC3 diperuntukkan bagi atlet yang memiliki hambatan fungsi lengan dan kaki, serta kurangnya kemampuan kendali tubuh karena mengidap gangguan otak maupun gangguan lain. Kondisi fisik ini tidak memungkinkan atlet untuk menggenggam, melempar, ataupun mendoron bola ke lapangan. Oleh karenanya, atlet ini diperbolehkan menggunakan incline ramp atau bantuan asisten untuk mendorong bola.

Kelas BC4 diperuntukkan bagi atlet yang memiliki gejala ketegangan otot, gerakan tubuh yang tidak disengaja, juga pergerakan tubuh yang tidak terkoordinasi. Kelas ini mensyaratkan atlet yang tidak memiliki gangguan otak.

Kelas ini sering diikuti oleh atlet yang memiliki muscular dystrophy atau massa otot yang kurang, cedera spinal, dan amputasi pada anggota gerak tubuh. Untuk melempar bola, atlet biasanya melakukan gerakan ayunan tangan ataupun menggunakan kedua tangan. Sering juga ditemukan atlet yang menggunakan sarung tangan untuk menjaga genggaman bola.

Kano (Paracanoe)

Cabor kano atau balap kayak terbuka untuk atlet yang memiliki gangguan fisik. Atlet kano dibagi menjadi tiga kelas, yakni KL1, KL2, dan KL3.

KL1 dikhususkan untuk atlet dengan fungsi batang tubuh dan tungkai yang terbatas. Gerakan mendayung kano sepenuhnya mengandalkan bahu dan tangan.

KL2 dikhususkan untuk atlet yang dapat menggerakan maupun menggunakan tubuh serta kaki secara sebagian.

KL3 dikhususkan untuk atlet yang dapat memanfaatkan fungsi kaki dan batang tubuh. Kondisi fisik ini memungkinkan para atlet untuk duduk dengan mencondongkan tubuh ke depan serta mendayung dengan menguatkan kaki dan pinggul.

Balap Sepeda

Cabor balap sepeda dalam perhelatan Paralimpiade dibagi dalam 4 kelas, yakni C (sepeda roda dua), H (sepeda tangan), T (sepeda roda tiga), dan B (sepeda tandem). Masing-masing kelas masih dibagi lagi menurut derajat disabilitas atlet.

Kelas C diperuntukkan bagi atlet yang memiliki disabilitas pada lengan, hambatan kekuatan otot, hambatan gerak tubuh, serta hambatan lain yang memengaruhi koordinasi gerak tubuh. Kelas C dibagi lagi menjadi 5 sub-kelas menurut derajat disabilitas atlet, mulai dari C1, C2, C3, C4 dan C5.

Kelas H dipertandingkan untuk atlet yang memiliki gangguan fungsi tungkai atau mengalami amputasi pada anggota gerak tubuh bagian bawah, sehingga tidak memungkinkan untuk mengayuh sepeda menggunakan kaki. Sebagai gantinya, sepeda pun dimodifikasi agar dapat dikayuh menggunakan tangan. Kelas H dibagi lagi menjadi lima sub-kelas berdasarkan derajat disabilitas yang dimiliki atlet, mulai dari H1, H2, H3, H4 dan H5.

Kelas T terdiri dari dua sub-kelas, yakni T1 dan T2. Kelas ini diikuti oleh atlet dengan gangguan keseimbangan atau hambatan mengayuh pedal sepeda karena memiliki gejala ketegangan otot hingga pergerakan tubuh yang tak terkoodinasi.

Kelas B merupakan kelas sepeda tandem yang diikuti oleh satu tim yang terdiri dari satu orang atlet dengan hambatan penglihatan dan satu orang atlet dengan penglihatan. Kelas ini dibagi lagi menjadi 3 sub-kelas, yakni B1, B2, dan B3.

Berkuda (Equestrian)

Cabor berkuda atau juga dikenal dengan istilah equestrian terbuka untuk atlet yang memiliki gangguan penglihatan ataupun yang memenuhi syarat fisik.

Atlet-atlet berkuda bertanding pada lima grade yang berbeda, yang ditentukan berdasarkan kondisi medis atlet, seperti aspek kemampuan fisik dan penglihatan.

Grade 1 dikhususkan untuk atlet yang memiliki sedikit keterbatasan pada anggota gerak dan batang tubuh.

Grade 2 dikhususkan untuk atlet dengan beberapa keterbatasan pada batang tubuh dan sedikit gangguan pada anggota gerak bagian bawah maupun atas.

Grade 3 dikhususkan untuk atlet yang mempunyai beberapa kekurangan pada kedua lengan dan kaki. Grade ini juga diperuntukkan bagi atlet dengan ukuran tubuh yang kecil.

Grade 4 dikhususkan untuk atlet yang memiliki gangguan gerak tubuh dan kebutaan.

Grade 5 dikhususkan untuk atlet yang memiliki keterbatasan gerak tubuh, gangguan kekuatan otot, dan kebutaan.

Dayung

Cabor dayung dapat diikuti oleh atlet dengan gangguan penglihatan dan memenuhi syarat fisik lainnya. Cabor dayung dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan kondisi fisik atlet, yakni PR1, PR2, dan PR3.

PR1 diikuti oleh pendayung yang memiliki gangguan fungsi batang tubuh, sehingga sulit untuk mempertahankan keseimbangan ketika duduk di atas perahu.

Atlet pada kelas ini mengandalkan kekuatan bahu dan lengan untuk mendayung. Mereka dilengkapi dudukan dan pengikat yang melingkari bagian tengah tubuh. Kelas ini dipertandingkan secara single sculls atau tunggal dalam 2 nomor, yakni nomor putra dan putri.

PR2 diikuti oleh pendayung yang dapat menggunakan fungsi batang tubuh, bahu, dan lengan, tetapi tidak mampu menggunakan dudukan seluncur untuk mendorong perahu karena keterbatasan fungsi maupun mobilitas pada tungkai. Kelas ini dipertandingkan secara double sculls yang terdiri dari atlet laki-laki dan perempuan.

PR3 diikuti oleh atlet yang mampu menggunakan fungsi kaki, batang tubuh, bahu, dan lengan, serta bisa menggunakan dudukan seluncur. Kelas ini mempertandingkan tim-tim dayung yang terdiri dari empat atlet dalam satu perahu atau coxed four secara campuran. Setiap tim dapat beranggotakan dua atau lebih atlet yang memiliki gangguan penglihatan.

Goalball

Cabor goalball hanya diikuti oleh atlet dengan hambatan penglihatan (kebutaan). Atlet cabor ini dibagi dalam tiga kelas berdasarkan derajat kebutaan (buta parsial hingga buta total), yakni B1, B2, dan B3.

Namun demikian, semua atlet wajib memakai penutup mata tanpa mempertimbangkan derajat kebutaan. Tujuannya agar semua atlet dapat saling berkompetisi secara adil.

Sepak Bola

Cabor sepak bola dalam Paralimpiade dipertandingkan dengan format football 5-a-side atau 5 vs 5. Cabor ini diikuti oleh atlet yang memiliki gangguan penglihatan kelas B1, mulai dari kebutaan parsial hingga buta total. Semua pemain, kecuali penjaga gawang, diwajibkan memakai penutup mata agar pertandingan berlangsung adil.

Judo

Cabor judo dipertandingkan untuk atlet yang memiliki gangguan penglihatan. Cabor ini dapat diikuti oleh 3 kelas atlet, mulai dari B1 (kebutaan total) hingga B3 (penglihatan minimal). Kelas B1, B2, dan B3 dapat saling bertanding dalam sebuah pertandingan.

Powerlifting

Cabor powerlifting hanya diperuntukkan bagi atlet dengan kekurangan pada anggota gerak tubuh bagian bawah dan pinggul. Sebab, powerlifting berbeda dengan angkat besi atau weightlifting.

Atlet powerlifting tidak diperkenankan mengangkat beban dalam posisi berdiri atau bertumpu pada tungkai kaki. Oleh karenanya, cabor ini hanya ada satu kelas atlet saja, tapi atlet dapat berkompetisi pada kategori berat yang berbeda.

Di Paralimpiade Tokyo 2020, kelas powerlifting pria dibedakan jadi kelas 49 kg, 54 kg, 59 kg, 65 kg, 72 kg, 80 kg, 88 kg, 97 kg, 107 kg, dan +107 kg. Sementara itu, di kategori putri, pembagiannya adalah 4kg, 45 kg, 50 kg, 55 kg, 61 kg, 67 kg, 73 kg, 79 kg, 86 kg, dan +86 kg.

Baca juga artikel terkait PARALIMPIK atau tulisan lainnya dari Hery Setiawan

tirto.id - Olahraga
Kontributor: Hery Setiawan
Penulis: Hery Setiawan
Editor: Fitra Firdaus