Menuju konten utama

Buruh Tidak Antidialog dengan Pengusaha dan Pemerintah

Asosiasi buruh menyebutkan, pihaknya tidak antidialog, justru pihak lain yang antidialog dengan para pekerja.

Buruh Tidak Antidialog dengan Pengusaha dan Pemerintah
Ribuan buruh yang tergabung dalam sejumlah aliansi melakukan unjuk rasa di kawasan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Minggu (1/5). Aksi tersebut dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional pada 1 Mei. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Meskipun merencanakan aksi turun ke jalan pada peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2017 atau "May Day", buruh tidak menolak melakukan dialog sosial dengan pihak manapun, baik pengusaha maupun pemerintah.

"Kami tidak antidialog, termasuk dengan pengusaha maupun pemerintah. Justru tampaknya pihak lain yang antidialog dengan kami," kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Mirah Sumirat di Jakarta, Selasa (25/4/2017).

Seperti dilansir dari Antara, Wakil Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional itu juga menyebutkan sejumlah kebijakan yang berkaitan dengan buruh dikeluarkan tanpa dialog dengan kalangan buruh seperti Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Tidak hanya tanpa melibatkan buruh, peraturan tersebut menurut Mirah, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena menghilangkan hak buruh untuk merundingkan kenaikan upah.

"Kalangan pengusaha juga masih sangat banyak yang antidialog, terbukti dengan masih banyak yang antiserikat pekerja, padahal hak berserikat adalah hak dasar pekerja yang dijamin undang-undang," tuturnya.

Mirah menilai banyak pengusaha yang antiserikat pekerja karena takut kebijakan-kebijakan di perusahaan yang bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan terbongkar, seperti upah di bawah upah minimum, upah lembur yang tidak sesuai, praktik alih daya yang tidak sesuai dan lain-lain.

"Yang terjadi kemudian pengusaha melakukan pemberangusan serikat pekerja atau union busting," ujarnya.

Karena itu, Mirah mengajak seluruh pekerja di Indonesia untuk bersikap kritis melihat permasalahan ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi serta bergandengan tangan memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan.

"Apa pun sebutan Anda, pekerja, buruh, karyawan, pegawai, selama masih menerima upah dan gaji, sesungguhnya adalah buruh. Sebagai sesama buruh, mari bergandeng tangan memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan," tuturnya.

Mirah mengajak golongan pekerja dan buruh untuk bersama-sama turun ke jalan dan berkumpul di Istana Kepresidenan pada Peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2017 atau kerap disebut "May Day".

Aksi tersebut untuk mengingatkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang selama tiga tahun memerintah masih belum berhasil menyelesaikan permasalahan ketimpangan di Indonesia. Bahkan, ketimpangan ekonomi di Indonesia semakin tinggi.

Baca juga artikel terkait HARI BURUH INTERNASIONAL atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari