tirto.id - Konsul Kepolisian RI di Hong Kong meminta warga Indonesia untuk berhati-hati terhadap tiga modus yang biasa dilakukan sindikat narkoba internasional untuk "menjerat" masyarakat Indonesia, dalam hal ini terutama para Buruh Migran Indonesia (BMI).
"Terkait itu, kami tidak henti-hentinya mengingatkan dan meminta para BMI untuk berhati-hati dan waspada kepada siapa pun yang berniat menitipkan barang atau bungkusan tertentu ke suatu tempat atau bahkan ke Indonesia," kata Konsul Kepolisian KJRI Hong Kong Kompol Danur Lientara di Beijing, Kamis (11/8/2016).
Danur mengungkapkan, para anggota sindikat tersebut biasanya menargetkan para BMI yang telah habis masa ijin tinggalnya, yang tidak bisa memiliki pekerjaan legal dan membutuhkan uang.
"Mereka mengajak berkenalan di media sosial, berkenalan dan pacaran jarak jauh, dan setelah semakin dekat dititipi narkoba. Modus ini biasanya dilakukan sindikat dari Afrika dan Amerika Latin," tuturnya.
Modus kedua, para anggota sindikat tersebut mendekati langsung, berteman dan menjadikan BMI sebagai kekasihnya untuk kemudian menjadi kurir barang haram tersebut. Apalagi sebagian BMI juga berteman dengan warga Pakistan yang merupakan salah satu negara segi tiga emas sindikat narkoba.
"Modus lainnya membujuk BMI yang sudah akan pulang ke Tanah Air, agar mau dititipkan barang ke Indonesia," kata Danur menekankan.
Ia menambahkan saat ini terdapat 36 WNI yang ditahan di Hong Kong karena terlibat kasus narkoba. Sementara itu, berdasarkan data dari Biro Narkotika Kepolisian Hong Kong, tindak kejahatan narkoba pada enam bulan pertama 2016 di wilayah tersebut tercatat 871 kasus atau lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai 956 kasus.
Danur menambahkan, Hong Kong, yang merupakan kota penghubung terbesar di Asia, juga menjadi tempat yang potensial untuk persinggahan narkoba oleh para sindikat internasional, untuk kemudian mengedarkan narkoba dari dan ke Cina daratan atau ke negara lain.
Ia mengatakan, hal tersebut karena letak Hong Kong yang berbatasan langsung dengan Provinsi Guangdong dan Yunnan, yang merupakan daerah produsen prekusor dan bahan kimia pembuat narkoba.
Berdasarkan catatan Komisi Nasional Pengendalian Narkotika Cina (NNCC), hampir 13,7 ton methamphetamine kristal diproduksi di Cina pada 2014. Dari jumlah tersebut, sekitar 75 persen diproduksi di Provinsi Guangdong dan sekitar enam persen dari Sichuan. Selain diedarkan di dalam negeri, produksi methamphetamine kristal juga dijual di luar negeri antara lain Indonesia.
Untuk jenis ketamine, Cina telah mengungkap produksi ketamine negara tersebut berjumlah 11,2 ton, di mana 70 persen diproduksi di Guangdong dan 10 persen dari Guangxi.
Tak hanya itu, di Cina juga berkembang industri rumah yang memproduksi heroin serta jenis obat terlarang lainnya. Cina mengklaim negara tersebut juga telah berada dalam kondisi darurat narkoba, mengingat banyak peredaran narkoba juga berlangsung di negara itu, di mana sebagian berasal dari jaringan internasional.
Sementara pada 2015, otoritas setempat berhasil menyita sekitar 79 ton beragam jenis narkoba, khususnya kristal dan ketamine, yang merupakan produksi dalam negeri.
"Selain untuk konsumsi dalam negeri, juga diedarkan ke luar negeri untuk racikan bahan obat-obatan terlarang tersebut," demikian sebut laporan NNCC.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara