tirto.id - Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah berharap tekanan kurs dolar AS terhadap rupiah tak mengganggu investasi PLN.
Menurutnya, investasi diperlukan untuk mendorong percepatan pembangunan proyek listrik (Fast Track Program/FTP) perusahaan plat merah tersebut. Selain itu, investasi juga dibutuhkan untuk mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga biodiesel (PLTB) guna mendorong pelaksanaan Mandatori B20.
"Tapi kita perlu lihat juga, FTP kan ada program yang memang masih belum jalan karena Perubahan RUPLT, kita (harus) prioritaskan yang mana," ujarnya saat dihubungi Tirto, Jumat (26/10/2018).
Saat ditemui di kompleks parlemen Senayan, Rabu lalu (24/10/2018), Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto menyebut bahwa realisasi investasi PLN baru mencapai sekitar 48,78 persen--masih jauh di bawah target Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2018 yang dipatok sebesar Rp123 triliun.
Ia memprediksi, capaian realisasi investasi sampai akhir tahun ini tidak akan melebihi dari Rp100 triliun. "Proyeksi investasi sampai akhir tahun sekitar Rp80 triliun—Rp90 triliun. Kami tidak tahu persisnya, lihat saja nanti,” kata Sarwono.
Sampai dengan kuartal III/2018, kata Sarwono, perseroan masih mengalami kerugian secara pembukaan akibat pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang menembus level Rp15.000 per dolar AS.
Pada semester I/2018 lalu, PLN mencatatkan kerugian hingga Rp5,35 triliun akibat melemahnya rupiah. PLN mengalami rugi kurs sebesar Rp11,57 triliun. Laba operasional perseroan semester I/2018 mencapai sekitar Rp7 triliun.
Kendati demikian, Sarwono memastikan rugi kurs yang dialami perseroan sama sekali tidak akan mengganggu investasi PLN. “Sekarang rugi kurs lebih tinggi karena rupiah Rp15.000. Tapi tidak usah khawatir karena cuma pembukuan, tidak ganggu investasi.”
Penulis: Hendra Friana
Editor: Irwan Syambudi