tirto.id - World Health Organization (WHO) dan BPOM RI bekerja sama untuk mencegah maraknya peredaran obat ilegal dan obat palsu dengan cara mengembangkan WHO pilot project pelaporan obat palsu dan substandar melalui aplikasi smartphone.
Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito mengatakan, peredaran obat palsu ini tidak hanya mengancam kesehatan, tetapi juga berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem jaminan kesehatan nasional.
“Kami berupaya meningkatkan budaya pelaporan oleh tenaga kesehatan terkait dugaan obat palsu dan obat substandar di lingkup kerja mereka ke BPOM RI melalui aplikasi khusus yang mudah diakses. Selanjutnya BPOM RI dengan timeline tertentu harus menanggapi dan menindaklanjuti laporan tersebut,” kata Penny melalui keterangan tertulisnya, Kamis (8/11/2018).
Menurut dia, pelaporan obat palsu dan obat substandar itu bisa berperan penting dalam menanggulangi peredaran obat palsu dan obat substandar di suatu negara.
“Karena dengan pelaporan tersebut, diharapkan dapat menjadi sinyal awal untuk mengatasi peredaran obat palsu dan obat substandar di tempat lain,” kata Penny.
Proyek ini, kata dia, merupakan terobosan pemanfaatan teknologi informasi dari BPOM RI untuk melakukan sinergitas dengan WHO, lintas sektor dan tenaga kesehatan.
“Pelaporan ini diharapkan dapat menjadi deteksi dan respons cepat terhadap adanya dugaan obat palsu dan substandar yang beredar. Hasil pilot project ini juga diharapkan menjadi masukan bagi kementerian atau lintas sektor terkait untuk mengambil kebijakan terkait pengawasan obat.” tambah Penny.
WHO pilot project ini telah dilaksanakan di 6 provinsi di Pulau Jawa, antara lain: Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur, diikuti oleh 129 tenaga kesehatan dari 53 rumah sakit dan 9 puskesmas.
Editor: Alexander Haryanto