tirto.id - Keberadaan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sempat menjadi bahan perdebatan dalam Rapat Paripurna DPR RI. Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa mengklaim Badan Legislasi (Baleg) mempertahankan keberadaan lembaganya.
"Hasil Badan Legislatif (Baleg) setelah pembahasan di pasal 48 dengan tegas dinyatakan BPH Migas tetap dipertahankan bahkan ada penguatan," ucap Asa di Gedung BPH Migas pada Selasa (11/12/2018).
Asa menyebutkan bahwa keputusan mempertahankan BPH Migas telah disampaikan di rapat paripurna oleh Baleg dan Komisi VII. Ia juga mengatakan telah ada kesamaan aspirasi antara keduanya.
Meskipun demikian, Asa mengaku masih menunggu jawaban atau tanggapan dari sisi pemerintah pusat. Dalam hal ini, Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM).
"Karena BPH Migas dari pemerintah. Kami hanya menunggu bagaimana kebijakan pemerintah terutama Menteri ESDM untuk menjawab," ucap Asa.
Selain keberadaan BPH Migas, RUU Migas juga menyisakan poin lain yaitu kuota impor migas yang berada dalam pengawasan BPH Migas.
Sebelumnya, Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Nasional Demokrat dalam Komisi VII DPR menyatakan BPH Migas sebaiknya ditiadakan dan dilebur menjadi satu dengan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM.
Sementara itu, fraksi Golongan Karya (Golkar) sempat mengusulkan sebaliknya bahkan meminta penambahan kewenangan dalam BPH Migas.
Hingga Senin (3/12/2018), draf revisi UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi telah disahkan sebagai rancangan undang-undang usulan DPR.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri