tirto.id - Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tiba-tiba blak-blakan bicara tentang hambatan transformasi internal di PT Pertamina (persero), 9 bulan setelah dia menjabat sebagai komisaris utama di BUMN migas tersebut.
Pernyataan yang ia sampaikan dalam dialog bersama WNI di Amerika Serikat di kanal Youtube Amerika Bersatu pekan lalu ini lekas memicu kontroversi.
Salah satunya tentang permintaan agar Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), induk Pertamina, dibubarkan saja. Eks Gubernur DKI Jakarta ini beralasan besarnya bidang cakupan bisnis sulit terpantau menteri.
Sebagai gantinya dibentuklah super holding. “Keputusan RUPS menentukan KPI (key performance indicator) di Kementerian BUMN. Harusnya Kementerian BUMN dibubarkan. Kita harus membangun semacam Temasek (BUMN Singapura). Semacam Indonesia Incorporations,” kata Ahok.
“Ini BUMN sudah beranak, cucu, cicit, canggah, seenaknya itu di bawah. Bagi bonus seenaknya. Kami enggak bisa kontrol lagi karena enggak punya orang,” katanya. Seorang Presiden pun, menurutnya, tak dapat mengontrol BUMN.
Satu contoh, salah satu direksi anak usaha Pertamina disebut mengalokasikan bonus hingga Rp230 miliar untuk empat orang. Baginya, meski direksi tak perlu izin komisaris, ada asas kepatutan yang dilanggar. Bonus direksi Pertamina Rp20 miliar saja membuat berang, katanya, apalagi yang lebih banyak dari itu.
Ahok juga bicara programnya sebagai komisaris: transparansi. Salah satunya lewat digitalisasi tanda tangan. Dengan begitu, Ahok bisa mengaudit setiap surat-menyurat perusahaan. Namun ide ini terhambat karena PT Peruri, perusahaan rekanan, meminta biaya tinggi hingga Rp500 miliar.
Masalah lain yang menurutnya menghambat transparansi adalah panjangnya jenjang kepegawaian agar mencapai level supervisor vice president (SVP)--hingga 20 tahun. Menurutnya, ini membuat tidak ada pekerja yang dapat sejalan dengannya.
Kendala sumber daya manusia lain di Pertamina adalah ‘status quo’. Ia menyadari kehadirannya akan mengganggu orang-orang yang sudah nyaman. Ia memberi contoh, ada yang memancing amarahnya untuk lapor polisi atas sebuah ucapan tak patut dari pegawai. Namun, Ahok berusaha tetap ‘dingin’.
Untuk duduk sebagai direksi dan mulus menjalankan usaha, Ahok juga mendapati ada lobi-lobi dengan kementerian. “Jadi direksi-direksi semua lobinya ke menteri, kan yang menentukan menteri. Dan menurut saya, ada komisaris-komisaris ini titipan dari kementerian-kementerian,” katanya.
Ahok mengendus adanya kepentingan dari dewan eksekutif untuk mencari komisi atau fee dari aksi korporasi. Antara lain ketika membeli ladang minyak di luar negeri atau membeli LNG dengan harga mahal ketika harga pasar tengah menukik.
“Kalau menilai mereka (direksi) itu, ada tiga kemungkinan. Dia punya conflict interest. Ikut main. Ada dapat komisi, dapat fee. Kedua, dia enggak ikut main tapi juga takut mengganggu bawahnya, takut terjungkal dari posisi. Ini kan kursi nyaman,” imbuhnya.
Perkara direksi pula yang membuatnya sulit merealisasikan program, kendati Pertamina menyewa konsultan dengan biaya Rp1,5 triliun setahun. Salah satunya adalah membangun ‘satu desa satu SPBU’, program yang menurutnya bagus. Lewat program ini ia berharap Pertamina berperan besar di masyarakat perdesaan lewat Pertashop agar rantai pasokan sampai langsung ke rakyat.
Program ini terhambat karena perkara duit. “Enggak bisa dikerjakan. Alasannya duit. Sekarang sudah ngutang 16 miliar dolar AS. Saya sudah kesel ini. Minjem duit terus mau akuisisi,” imbuhnya.
Menteri BUMN Erick Thohir mengumumkan nama Ahok sebagai Komut pada November 2019. Ahok diangkat karena dia merupakan “pendobrak, bukan pendobrak marah-marah, figur pendobrak supaya ini sesuai dengan target,” kata Erick.
Respons BUMN dan Pertamina
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menanggapi pernyataan-pernyataan Ahok dengan mengatakan sebaiknya ia bicara di dalam. “Kami berikan ruang untuk direksi dan komisaris melakukan komunikasi dengan baik,” kata Arya Sinulingga.
Soal pernyataan terkait lobi-lobi direksi ke kementerian dan ada komisaris titipan, Arya mengatakan, “soal komisaris di BUMN ya semua berasal dari Kementerian BUMN, termasuk pak Ahok juga dari kita.” Arya melanjutkan penjelasan, “namanya juga BUMN, penugasannya dari Kementerian BUMN, gitu lho.”
Sementara VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan perseroan terus berupaya agar tiap langkah yang diambil merupakan keputusan yang bijak dan profesional seturut kemampuan perusahaan.
“Hal-hal yang bersifat corporate action dilakukan manajemen dalam rangka pertumbuhan perusahaan dan juga memastikan ketahanan energi nasional. Tentu saja akan mempertimbangkan internal resources dan dilakukan secara prudent dan profesional,” ucap Fajriyah, Rabu (16/9/2020).
Fajriyah mengatakan saat ini Pertamina tengah melakukan restrukturisasi. Direksi sedang berupaya agar Pertamina bisa lebih adaptif dan kompetitif.
Editor: Rio Apinino