Menuju konten utama
11 Juli 2013

Bloomberg TV Indonesia: Kanal Informasi Bisnis yang Berumur Pendek

Sempat mengudara selama selama dua tahun, Bloomberg TV Indonesia akhirnya berhenti beroperasi pada Agustus 2015. 

Bloomberg TV Indonesia: Kanal Informasi Bisnis yang Berumur Pendek
Header mozaik Bloomberg TV Indonesia. tirto/Quita

tirto.id - Perkembangan stasiun televisi di Indonesia terjadi pada tahun 1987. Saat itu muncul stasiun televisi swasta pertama yang menandingi eksistensi TVRI, yakni Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI). Meski pada awalnya masih siaran berbayar dan terbatas di Jakarta, kehadiran RCTI menjadi alternatif bagi masyarakat.

Setelah itu, muncul pula Surya Citra Televisi (SCTV) pada 1990, Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) pada 1991, dan Andalas Televisi (ANTV) pada 1993. Pada tahun yang sama dengan kehadiran ANTV, RCTI diberi izin untuk mengudara secara nasional dan tidak lagi berbayar. Serial Si Doel Anak Sekolahan (1994) kelak menjadi daya tarik kuat yang dimiliki RCTI untuk menarik penonton pada tahun-tahun awalnya.

Memasuki tahun 2000, kebebasan pers era reformasi mendorong banyak pengusaha mendirikan stasiun televisi swasta. Baik skala nasional maupun lokal. Isinya pun beragam. Ada yang umum dengan menyiarkan berita, sinetron, acara musik, komedi, dan reality show, contohnya Trans TV (2001). Ada pula yang fokus pada berita ihwal isu-isu nasional dan internasional seperti Metro TV (2001) dan TVOne (2008).

Kedua stasiun TV itu merajai sektor televisi berita di Indonesia. Sampai akhirnya muncul pendatang baru yang hendak menandingi keduanya, yakni Bloomberg TV Indonesia pada 2013.

Dalam industri penyiaran internasional, Bloomberg TV bukan pemain baru. Berdiri para 1994 di Amerika Serikat, Bloomberg TV menjadi pelopor media yang berfokus pada liputan ekonomi, bisnis, dan investasi. Hal ini membuatnya cepat menarik perhatian masyarakat hingga mengalahkan popularitas sejumah media ternama seperti CNN dan BBC. Bloomberg TV kemudian melakukan ekspansi ke beberapa negara, termasuk Indonesia pada 2013.

Bagi Bloomberg, Indonesia adalah pasar potensial. Selain masyarakatnya gemar menonton televisi untuk mendapatkan informasi, kala itu Indonesia juga adalah negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia yang diprediksi akan terus melesat pada beberapa tahun ke depan. Maka itu, diperlukan satu media khusus yang membagikan informasi tentang dinamika pasar, investasi, dan bisnis kepada masyarakat Indonesia, khususnya para pengusaha dan pemilik UMKM.

Mengutip Tempo (7/3/2013), Bloomberg TV Indonesia rencananya akan siaran selama 24 jam non-stop dalam bahasa Indonesia dengan proporsi siaran 80 persen perihal ekonomi makro dan sisanya tentang bursa efek. Kebijakan ini menjadikannya sebagai stasiun TV yang melakukan penyiaran satu hari penuh tanpa henti.

Bloomberg Indonesia juga tetap mengadopsi ciri khas dan standar dari Bloomberg International, yakni “menggunakan kekuatan teknologi untuk menghubungkan dunia terkait informasi akurat, cepat, dan memengaruhi pasar di sektor finansial.”

Pada 11 Juli 2013, tepat hari ini sembilan tahun lalu, Bloomberg TV Indonesia resmi mengudara dan meramaikan pasar industri penyiaran nasional. Pemegang lisensi dari perusahaan Bloomberg LP adalah Idea Karya Indonesia selama lima tahun. Sementara pemegang saham mayoritasnya adalah pengusaha-pengusaha besar, salah satunya Sandiaga Uno dan Rosan Roeslani.

Namun, Bloomberg TV Indonesia berbeda dengan media lain perihal distribusi siaran yang memiliki saluran sendiri. Dalam pewartaan Kompas (12/7/2013), media ini menggunakan saluran televisi berbayar, First Media, untuk mendistribusikan siaran. Keputusan menjadi stasiun televisi berbayar karena Bloomberg TV Indonesia menyasar pemirsa dari kalangan menengah ke atas atau pengusaha, yang memang tertarik pada isu-isu ekonomi untuk keberlangsungan usahanya dan terbiasa berlangganan TV. Selain itu, sempat pula direncanakan bekerja sama dengan stasiun televisi lokal untuk perluasan jaringan.

Diawaki oleh para jurnalis dan pewarta senior, Bloomberg TV Indonesia yakin akan berumur panjang. Kepercayaan tinggi ini muncul karena media ini jadi satu-satunya televisi berita ekonomi dan bisnis yang jadi sumber utama bagi para investor dan pembisnis.

Salah satu program mereka bernama Start Up yang menginformasikan bagaimana langkah-langkah pendirian perusahaan rintisan dan kisah sukses orang Indonesia mendirikan startup. Ini menjadi satu-satunya program televisi di Indonesia pada zamannya yang sudah mengenalkan istilah startup kepada publik.

Infografik Mozaik Bloomberg TV Indonesia

Infografik mozaik Bloomberg TV Indonesia. tirto/Quita

Selain itu, belum genap setahun mengudara, Bloomberg TV Indonesia menjadi salah satu kandidat kuat stasiun televisi yang menyiarkan debat calon presiden 2014 tentang pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Namun, kesempatan ini tidak mereka ambil karena khawatir memengaruhi independensi, demikian disampaikan Endah Saptorini, Pemimpin Redaksi Bloomberg TV Indonesia, dikutip Tempo (10/6/2014).

Perkiraan Bloomberg TV Indonesia yang akan tumbuh besar merajai sektor televisi bisnis di Indonesia nyatanya sirna. Memasuki akhir tahun 2014, media baru ini goyah. Pewarta, jurnalis senior, dan awak redaksi satu per satu hengkang. Tidak diketahui pasti alasannya. Tapi yang pasti peristiwa ini membuat masa depan Bloomberg TV Indonesia menjadi suram. Akibatnya dinamika produksi pun terganggu. Dampaknya, mengutip Ross Tapsel dalam Media Power in Indonesia (2017: 34), hanya sekitar 20 persen konten yang diproduksi di Indonesia. Sisanya, hanya memproduksi ulang konten Bloomberg International yang kemudian diterjemahkan atau ditambahkan teks berbahasa Indonesia.

Pada saat bersamaan, muncul wacana akuisisi saham Bloomberg TV Indonesia oleh Bosowa Group, perusahaan swasta nasional yang berbasis di Makassar dan berdiri pada 1973. Memasuki tahun 2015, media ini mulai terseok-seok. Sampai akhirnya pada 31 Agustus 2015 Bloomberg TV Indonesia secara resmi berhenti beroperasi. Berbagai spekulasi pun bermunculan. Mulai dari kerugian yang terus menerus melanda perusahaan sampai kalah popularitas dengan media lain. Terlepas dari spekulasi itu, dua tahun adalah waktu yang singkat bagi perjalanan stasiun TV, khususnya bagi stasiun TV yang memiliki jaringan internasional cukup baik.

Baca juga artikel terkait TELEVISI atau tulisan lainnya dari Muhammad Fakhriansyah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Muhammad Fakhriansyah
Penulis: Muhammad Fakhriansyah
Editor: Irfan Teguh Pribadi