tirto.id - Berbagai cara dilakukan orang tua untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Mulai dari mendaftarkan anaknya di sekolah unggulan, mengikuti berbagai kursus, mulai dari bahasa sampai life skill, hingga meminta bantuan bimbingan belajar untuk meningkatkan pemahaman pelajaran yang sudah diberikan di sekolah. Tak ayal, bisnis industri pendidikan pun semakin diminati. Misalnya kursus dan bimbingan belajar.
Berdasarkan data Sensus Ekonomi 2016 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah usaha/perusahaan pendidikan di Indonesia mencapai 619.947 usaha. Jumlah ini setara dengan 2,32 persen dari jumlah usaha/perusahaan di Indonesia. Usaha/perusahaan pendidikan yang dimaksudkan dalam sensus ini mencakup kegiatan pendidikan pada berbagai tingkatan dan untuk berbagai pekerjaan, baik secara lisan atau tertulis seperti halnya dengan berbagai cara komunikasi.
Pulau Jawa menjadi daerah dengan usaha pendidikan terbanyak di Indonesia. Jumlah usaha/perusahaan pendidikan yang berada di Pulau Jawa mencapai 350.665 atau setara dengan 56,56 persen dari total usaha pendidikan. Sedangkan, daerah timur Indonesia, Pulau Maluku dan Papua, hanya memiliki 13.677 usaha pendidikan. Tingginya proporsi usaha/perusahaan di Pulau Jawa dipengaruhi oleh jumlah penduduk muda yang lebih banyak dibandingkan pulau lainnya.
Mayoritas perusahaan pendidikan masuk dalam kategori mikro dan kecil. Pada 2016, tercatat, jumlah usaha mikro dan kecil (UMK) pada industri pendidikan mencapai 607.283 usaha atau setara dengan 97,96 persen. Sedangkan, pada kategori menengah dan besar hanya berjumlah 12.664 perusahaan. Banyaknya usaha berskala UMK ini karena umumnya berupa usaha nirlaba dan merupakan bagian dari pelayanan dasar pemerintah.
Salah satu usaha pendidikan yang mayoritas masuk dalam skala mikro kecil adalah lembaga kursus dan pelatihan. Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional, Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) yang merupakan satuan pendidikan luar sekolah atau nonformal. Lembaga kursus maupun pelatihan merupakan satuan pendidikan nonformal yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal masyarakat.
Berdasarkan data Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada 2011, jumlah LKP di Indonesia sebanyak 16.353 lembaga. Jumlah ini menunjukkan tren yang meningkat. Hingga April 2017, jumlah LKP yang tercatat, baik sudah terdaftar maupun masih dalam proses pendaftaran, sebanyak 29.283. Dengan kata lain, tumbuh (CAGR) sekitar 10,2 persen mulai dari 2011 hingga 2017.
Bila dibandingkan dengan sekolah formal, jumlah LKP ini hanya sekitar 1/10 (satu per sepuluh) dari jumlah sekolah formal. Tercatat, jumlah sekolah formal mulai dari TK hingga menengah atas per tahun ajaran 2016/2017 mencapai 302.097 institusi.
Kursus komputer merupakan yang lembaga yang paling banyak di Indonesia. Per April 2017, jumlahnya tercatat sebanyak 6.057 lembaga. Selain komputer, lembaga kursus lain yang menjamur adalah bahasa inggris dengan jumlah 4.728 lembaga pada periode yang sama. Hal ini menjadi indikasi bahwa kedua keahlian tersebut masih menjadi primadona masyarakat, khususnya siswa sekolah dalam menunjang pendidikan formalnya.
Menariknya, kursus yang menunjang keterampilan hidup juga menjamur di bisnis pendidikan. Menjahit dan tata kecantikan menempati posisi ke-3 dan ke-4 sebagai jumlah LKP terbanyak di Indonesia. Jumlah kursus menjahit sebanyak 3.283 lembaga dan tata kecantikan rambut sebanyak 1.940 lembaga.
Selain komputer dan bahasa inggris, LPK lain yang juga menjadi primadona dalam menunjang pendidikan formal adalah bimbingan belajar (Bimbel). Dalam kurun waktu tujuh tahun, jumlah Bimbel di Indonesia tumbuh (CAGR) sebesar 7,36 persen. Tercatat, jumlah Bimbel pada 2016 mencapai 1.866 usaha, meningkat dari 1.135 usaha pada 2009. Tumbuh suburnya bimbel ini dipengaruhi oleh ketakutan serta kurangnya rasa percaya diri pelajar ketika menghadapi ujian. Tak hanya itu, harapan yang tinggi untuk diterima di tingkat pendidikan yang tinggi serta peranan orang tua juga menjadi dapat pemicu meningkat permintaan akan bimbel.
Seperti yang terlihat pada hasil sensus ekonomi 2016, sebaran LKP pun dominan berada di pulau Jawa. Sebanyak 50,19 persen lembaga bahasa inggris berada di Pulau Jawa dengan jumlah terbesar berada di Jawa Timur, yaitu 851 lembaga. Demikian pula dengan kursus menjahit yang mencapai 53,27 persen di pulau Jawa dengan jumlah terbanyak berada di Jawa Tengah, yaitu sebanyak 578 lembaga.
Meningkatnya tren kursus dan pelatihan menjadi indikasi bahwa masyarakat semakin memiliki kesadaran untuk mengembangkan tak hanya kemampuan akademisnya, juga keterampilan dan kecakapan hidup. Mengikuti kursus dan pelatihan memerlukan biaya yang kadang tidak sedikit, maka perlu memahami kebutuhan dan mencari tahu seluk-beluk tempat kursus –mulai dari rekam jejak tempat kursus, biaya, waktu, materi, dan pemateri. Meski demikian, hasil pelatihan yang maksimal ditentukan oleh diri sendiri.
Penulis: Dinda Purnamasari
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti