tirto.id - Saat baru naik kelas XI di SMA Negeri 2 Kota Magelang, Ulva memutuskan untuk mengikuti bimbingan belajar (bimbel) mata pelajaran eksak. Keputusan itu ia ambil berdasarkan keinginan pribadi, bukan paksaan orang tuanya. Ia berharap dengan masuk bimbel bisa cepat memahami pelajaran, terutama Matematika dan Fisika.
“Dulu sih ingin bisa mata pelajaran eksak, karena memang sadar enggak begitu menguasai Matematika sama Fisika. Dipikir kalau masuk bimbel akan lebih bisa menguasai, apalagi Neutron pasti punya cara supaya mudah memahami. Karena memang dari kelas 1 susah paham Matematika dan Fisika,” ujarnya pada Tirto.
Keputusan tersebut diakuinya cukup membantu. Menurut dia, pelajaran tambahan yang ia dapatkan di bimbel benar-benar membantunya, khususnya Matematika. Namun, untuk pelajaran Fisika, ia mengaku masih sering keteteran.
Berbeda dengan Ulva. Danu dan Fuadi mengikuti bimbel justru bukan karena keinginannya sendiri. Danu disuruh oleh orang tuanya, sementara Fuadi karena mengikuti teman-temannya. Akan tetapi, keduanya mengaku cukup terbantu oleh bimbel yang diikutinya. “Di bimbel pelajarannya lebih to the point, aplikatif ke soal,” kata Fuadi.
Motivasi Ikut Bimbel
Praharesti Eriany, dkk. pada 2014 pernah mempublikasikan hasil penelitiannya dalam Jurnal Psikodimensia (Vol. 13 No.1, Januari-Juni 2014). Ia melakukan penelitian terhadap 48 responden siswa yang mengikuti bimbel di Primagama, Semarang.
Hasilnya: dari 48 responden didapat sekitar 89,12 persen mengikuti bimbel karena dipengaruhi oleh motivasi intrinsik atau dorongan dari internal mereka. Sementara sisanya 10,88 persen dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik (ekstrenal).
Menurut Praharesti, besarnya faktor intrinsik tersebut ada kemungkinan disebabkan adanya rasa ketakutan menghadapi ujian, kurang adanya rasa percaya diri, serta harapan yang tinggi untuk diterima ditingkat pendidikan yang lebih tinggi. Namun demikian, peranan orangtua maupun teman dan orang lain juga tidak bisa diabaikan meskipun hanya sekitar 10,88 persen.
Dari lima faktor yang memengaruhi motivasi intrinsik, seperti faktor kebutuhan, sikap, minat, nilai, dan aspirasi atau tujuan ternyata tidak ada yang sangat menonjol di dalam memengaruhi siswa dalam mengikuti bimbel. Dalam hal ini tidak ada perbedaan yang sangat signifikan di antara 5 faktor tersebut di dalam mempengaruhi siswa dalam mengikuti bimbel.
Namun demikian, bila digambarkan dalam persentase, faktor sikap mengikuti bimbel menduduki urutan pertama yaitu 23,23 persen, urutan kedua adalah nilai mengikuti bimbel sebesar 21,64 persen, dan selanjutnya tujuan mengikuti bimbel 20,39 persen, kebutuhan mengikuti bimbel 18,89 persen, dan minat mengikuti bimbel 15,85 persen.
Penelitian lain menunjukkan hal yang kurang lebih sama. Widyantoro Adi Nugroho, dkk. pada Desember 2015 hingga Juni 2016 pernah melakukan penelitian di SMA Negeri 6 Surakarta. Hasil risetnya kemudian dipublikasikan di Jurnal Pend. Sos-Ant (2016) dengan judul “Hegemoni Lembaga Bimbingan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA”.
Dalam hal ini, siswa yang memilih menggunakan jasa lembaga bimbel pada dasarnya mencari kenyamanan dalam belajar, sehingga mereka bisa fokus. Widyantoro, dkk. menilai alasan pemilihan lembaga bimbel ini disebabkan oleh tiga faktor. Salah satunya, siswa merasa nilai mata pelajarannya kurang, sehingga membutuhkan bantuan lembaga bimbel untuk meningkatkan nilai mata pelajarannya.
Selain itu, saran dari orang tua yang merasa nilai anaknya kurang bagus juga menjadi pendorong siswa memilih menggunakan lembaga bimbel ini. Faktor lainnya adalah ingin lulus UN dan masuk universitas ternama. Dari sini dapat diketahui bahwa alasan siswa mengikuti sebuah lembaga bimbingan belajar beragam, tidak terbatas pada keinginan untuk meningkatkan nilai mata pelajaran semata.
Pengaruhnya pada Ujian Nasional
Berdasarkan pengalaman Ulva, mengikui bimbel cukup membantu dalam ujian nasional. Setidaknya pelajaran yang kurang ia pahami di sekolah, dapat dipelajari kembali di lembaga bimbel bersama mentornya. “Kalau buat aku membantu, walau nilai tidak memuaskan. Tapi dari yang blas enggak paham, jadi paham dikit dan bisa lulus,” ujarnya.
Salah satu guru bimbel mata pelajaran Matematika, di Neutron Yogyakarta (2014-2016), Asmah Syahromi mengatakan, antara pelajaran di sekolah dan bimbel sebenarnya tidak ada bedanya. Hanya saja, pelajaran yang diajarkan di bimbel dibahas secara lebih lanjut. “Biasanya siswa di sekolah bingung karena langkahnya panjang dan ribet. Jadi di bimbel mereka tanyakan lagi pelajaran yang diajari di sekolah,” ujarnya.
Dalam menghadapi ujian nasional, lanjut Asmah, siswa penting mengikuti bimbel. Karena di bimbel, siswa diajari cara-cara cepat dan mudah dalam mengerjakan soal agar saat ujian waktunya lebih efisien. Menurut Asmah, materi di bimbel lebih simpel dan mudah diterima siswa, karena materi yang diberikan bervariasi antara latihan soal dan pembahasan.
Sementara Widyantoro, dkk. mengatakan para siswa yang mengikuti lembaga bimbel memang tujuannya adalah meningkatkan prestasi. Namun, dampak setelah mengikuti bimbel pun berbeda dari masing-masing siswa. Salah satunya adalah kenaikan nilai dari beberapa mata pelajaran, khususnya yang diajarkan oleh lembaga bimbingan belajar. Akan tetapi tidak semua siswa mengalami kenaikan prestasi. Ada juga yang prestasinya turun dan stagnan.
Dalam konteks ini, dampak siswa yang mengikuti bimbel tidak melulu positif. Misalnya, nilai mata pelajaran UN memang meningkat, tetapi nilai mata pelajaran non UN turun. Artinya lembaga bimbel boleh saja mengatakan membantu meningkatkan prestasi belajar siswa, namun pada akhirnya peran sekolah dan kemauan dari siswa sendiri yang akan berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti